38. Meninggalkan Kehidupan Dunia Fana, Memasuki Tanah Suci yang Bersih 脱离红尘,走入净尘

38. Meninggalkan Kehidupan Dunia Fana, Memasuki Tanah Suci yang Bersih

Baru saja kita membahas tentang “pehamaman di dalam”. Selanjutnya, Master akan membahas tentang “terpadatkan di luar”. Apakah yang dimaksud dengan “terpadatkan di luar”? Yakni tubuh luar kita memiliki kemegahan Tanah Suci Buddha. Jika hari ini penampilan kalian di luar, hal-hal yang kalian kerjakan, kalian yang pria berjalan layaknya seorang pria, yang wanita berjalan layaknya seorang wanita. Apabila pria ini berjalan seperti wanita, menurut kalian, aneh tidak? Jika wanita ini berjalan seperti pria, aneh tidak? Ini namanya tidak agung – tidak berwibawa. Kalian datang ke Guan Yin Tang tidak boleh mengenakan sandal, yang wanita sebaiknya tidak mengenakan rok, semua ini harus diperhatikan, di luar, kita harus bisa memegahkan Tanah Suci Buddha. Ada suatu kali, saat Master memberikan wejangan kepada kelompok muda-mudi, ada seorang murid yang mengenakan celana yang sangat pendek, banyak murid-murid lain dalam grup itu tidak menyukainya, karena merasa tidak sopan, tidak seperti seorang praktisi Buddhis yang baik. Sesungguhnya, orang ini tidak melakukan kesalahan apapun, akan tetapi penampilannya membuat orang lain merasa kalau dirimu tidak memiliki rasa hormat dan serius terhadap Buddha. Oleh karena itu, penampilan dan pembawaan luar seseorang sangat penting. Harus berwibawa, harus agung sama seperti Buddha, harus bisa menjadi panutan orang lain, ini yang dinamakan memiliki “pembuktian di luar”. Apakah maksud dari “pembuktian di luar”? Dengan kata lain, dari luar pun ada verifikasinya. Master tadi mengatakan, di dalam, bukankah ada sebuah hati – pikiran yang membantumu memverifikasinya? Kalau begitu di luar, bagaimana memverifikasinya? Saat rambutmu tersisir rapi, orang lain akan berkata, kamu terlihat sangat segar bugar. Jika dirimu menekuni Dharma sampai rupa wajahmu menjadi begitu bagus, maka begitu orang lain melihatmu, mereka akan berkata, “Wah, wajahmu sudah seperti wajah Bodhisattva”, benar tidak? Orang lain sudah memastikan dirimu, ini yang disebut sebagai “pembuktian di luar”. Jika hari ini kamu membina pikiran sampai menjadi seperti ini: seluruh wajah terlihat sangat galak dan licik, maka begitu orang lain melihatmu, orang lain akan memastikan kalau kamu tidak membina diri dengan baik, “Orang seperti ini menekuni Dharma?” Ini yang disebut “pembuktian di luar”. Jika kalian memang hebat, maka bina wajah kalian sampai bisa sedikit lebih mirip dengan Bodhisattva, berapa banyak orang yang sudah membinanya dengan baik. Tentu saja, di sini yang saya katakan adalah, rupa wajah kalian jika dibandingkan dengan sebelumnya, karena setiap orang memiliki masa lalu, ada sebagian orang yang sebelumnya keadaaannya sangat buruk, sekarang sudah jauh lebih baik. Saya ingin pikiran kalian sendiri terbuka kesadarannya.

Selain itu, dari penampilan luar juga bisa terlihat hasil pembuktiannya. Dengan kata lain, penampilan luarmu yang terlihat juga bisa mendapatkan suatu hasil pembuktian. Misalnya, kamu mengenakan pakaian yang bersih dan rapi, maka orang lain akan merasa kalau keluargamu juga sangat bersih, mungkin sangat bagus dalam berbagai aspek, berarti orang ini sudah mendapatkan hasil buktinya. Jika orang yang sudah lanjut usia, pada dasarnya sudah kurang bersih, lalu ditambah lagi mengenakan pakaian yang kumal dan robek, biasanya seperti itu: rambutnya tidak disisir, juga tidak tahu sopan santun, maka jika orang seperti ini pergi keluar memberi tahu orang-orang kalau kamu perlu menekuni Dharma dan meneladani Bodhisattva, kamu harus meneladani Guan Shi Yin Pu Sa, maka tidak akan ada orang yang akan mendengarkannya. Kalian hari ini datang ke sini untuk menyembah Guan Shi Yin Pu Sa, bila hari ini pakaian yang kalian kenakan kurang bersih dan rapi, itu sama dengan tidak hormat kepada Guan Shi Yin Pu Sa. Seperti kita pergi menghadiri pesta, jika pakaian yang dikenakan tidak bersih dan rapi, pada dasarnya merupakan bentuk ketidakhormatan terhadap diri sendiri dan orang lain. Hari ini Master beritahu kalian, semoga kalian untuk selanjutnya bisa berpakaian bersih, rapi dan terlihat lebih bagus, harus berpakaian bagus sopan, berpakaian bersih. Datang melihat Guan Shi Yin Pu Sa, harus dengan sukacita.

Selain itu, pada zaman akhir Dharma, membina diri adalah jalan besar. “Jalan besar”, apa artinya? Jalan besar adalah prinsip kebenaran yang paling besar. Kita hanya dengan membina diri, tidak ada prinsip kebenaran lain yang perlu dibicarakan. Prinsip kebenaran besar di dunia ini adalah “tersembunyi di dunia ini”. Apakah yang dimaksud dengan “tersembunyi di dunia ini”? Dengan kata lain, “jalan besar” ini terkubur di dalam dunia ini. Oleh sebab itu, orang yang benar-benar menekuni Dharma dan membina diri, dia dapat menemukan jalan ini di dunia. Yakni prinsip kebenaran Buddha yang sangat besar tersembunyi di dunia ini. Membina diri memang harus dijalani di tengah kehidupan fana. Mengapa dikatakan membina diri di tengah kehidupan fana? Karena di dalam kehidupan fana, kamu baru bisa membina diri. Mengapa? Karena sangat banyak orang yang tidak tahu untuk membina diri. Ketika dia sudah menderita, dia sudah mengetahui manis, asam, pahit, dan pedasnya kehidupan, dia sudah tahu bahwa di dunia ini terdapat begitu banyak permasalahan, begitu banyak kesulitan dan malapetaka, maka dia baru tahu untuk membina diri. Oleh karena itu dikatakan, membina diri pun di tengah kehidupan fana, coba kalian lihat, ada berapa banyak biksuni dan biksu, mengapa mereka meninggalkan kehidupan duniawi untuk membina diri? Karena di dalam kehidupan dunia fana ini, mereka sudah merasakan terlalu banyak penderitaan, sudah bertahan menghadapi terlalu banyak bencana, mereka sudah paham dan tersadarkan, mereka sudah melihat kebenaran dari segala hal di dunia ini, maka mereka ingin meninggalkan kehidupan dunia fana dan memasuki Tanah Suci yang bersih, memasuki dunia yang bersih. Akan tetapi, Master beritahu kalian, harus menemukan jalan besar di dunia fana, menemukan jalan Kebuddhaan. Kalian sekarang bukankah sedang membina diri di tengah kehidupan fana? Kalian saat pergi bekerja, bukankah juga melafalkan paritta? Saat dirimu semakin susah, kamu semakin giat melafalkan paritta, mengapa? Karena saya menderita, saya tidak bahagia, maka saya berusaha keras melafalkan paritta. Jika keadaan lingkungan seseorang sangat tenang dan damai, sangat nyaman, setiap hari menonton televisi, mengadakan pesta jamuan, sering pergi keluar berjalan-jalan, kalau saya katakan, orang seperti ini tidak akan bisa membina pikirannya dengan baik. Dunia fana adalah dunia yang penuh kesulitan. Di tengah dunia yang penuh kesulitan, kamu baru bisa benar-benar membina diri. Hari ini keluarga bermasalah, lalu kamu berusaha keras melafalkan paritta, ingin membuat keluargamu menjadi lebih baik, maka terus berusaha sekuat tenaga melafalkan paritta. Saat anak bermasalah, lalu kamu terus melafalkan paritta sekuat tenaga, ingin membuat anak menjadi baik. Bukankah itu yang namanya membina diri di tengah kehidupan fana? Selain itu harus bisa benar-benar membina diri.

Pada suatu hari saat Master mengadakan siaran, ada satu orang yang menelepon dan berkata, anaknya terjatuh dari lantai dua, mendarat dengan kepala duluan, kepalanya berdarah dan tidak siuman selama 3-4 hari, pada akhirnya tidak meninggal. Dokter mengatakan, biasanya kondisi seperti ini, 99% tidak akan selamat. Karena orang tuanya terus-menerus melafalkan {Da Bei Zhou} sebanyak-banyaknya, pada akhirnya membuat anaknya kembali siuman, selain itu juga bisa berhasil menelepon ke acara Master. Keberuntungan yang terbesar adalah Bodhisattva membuatnya terlahir menjadi orang yang baru. Bodhisattva membuatnya melupakan semua hal-hal buruk di masa lalu, sekarang yang diingat di dalam otaknya semuanya adalah hal-hal baik. Ini benar-benar sesuatu yang sangat luar biasa! Dalam hal apapun, Bodhisattva bisa membantumu, semuanya tergantung dari ketulusan hatimu.

Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa kita di dunia fana karena telah memahami kepedihan dan penderitaan di dunia ini, maka kita baru mulai membina diri; karena kita sudah melihat penderitaan dan kepedihan di dunia ini, maka kita baru mulai membina diri. Apabila kamu tidak hidup di dunia fana ini, bagaimana mungkin kamu mengetahui kepedihan dan penderitaan duniawi? Saya tidak berada di Alam Manusia, bagaimana saya bisa mengetahui penderitaan duniawi? Bagaimana mungkin saya bisa membina diri? Jika kalian semua adalah anak-anak orang kaya, apakah kalian bisa membina diri? Tuan Zhou beberapa tahun yang lalu, jika bukan saya melihat ada masalah di tubuhnya, apakah kamu akan membina diri? Hanya setelah menderita, kamu baru bisa memperoleh pembuktian, baru bisa membina diri di tengah kehidupan duniawi dan tersadarkan, yakni memperoleh kesadaran spiritual. Mengerti? Setelah tersadarkan, baru bisa menyadari bahwa diri sendiri masih kurang. Dulu kalian tidak menekuni Dharma, maka kalian merasa diri sendiri sangat baik; hari ini kalian mengikuti Master menekuni Dharma, maka kalian baru tahu kalau dalam diri kalian terdapat begitu banyak kekurangan. Benar tidak? Oleh sebab itu, dulu kalian hanya memahami teorinya, namun tidak memahami jalan pembinaan mencapai Kebuddhaan ini. Prinsip kebenaran ini adalah prinsip Buddha. Bodhisattva meminta kita jangan tamak, membenci, dan bodoh, meminta kita untuk menekuni Dharma dengan baik, ingin kita memahami jalan pembinaan ini. Dengan menggunakan prinsip Buddha Dharma ditambah dengan jalan menekuni Dharma ini, maka kamu akan memahami prinsip logika ini.

Akan tetapi, kalian hanya memahami prinsip kebenaran ini, jika hanya mengerti logikanya itu tidak ada gunanya, harus diterapkan dalam kehidupan nyata. Hanya memahami prinsipnya, apa gunanya? Apakah kamu sudah mempraktikkannya? Seperti ada sebagian orang yang “hebat” sekali, sedikit-sedikit merasa dirinya sendiri sudah memahami semuanya. Jika tidak mampu memahami kebenaran dari menekuni Dharma, maka kamu tetap tidak mengetahui apapun. Lalu dari manakah kebenaran ini berasal? Kebenaran ini terlahir dari prinsip dan praktik yang kamu lakukan bersama. Keduanya ini sama seperti satu tangan kiri, dan satu tangan kanan. Prinsip kebenaran adalah tangan kirimu, ini namanya membina pikiran; sedangkan tangan kanan adalah proses praktik penerapan kamu, ini namanya membina perilaku. Hanya dengan memiliki kedua tangan, kita baru bisa bekerja, hanya satu tangan saja, tidak akan bisa bekerja. Coba kalian pikirkan, jika seseorang kehilangan salah satu tangannya, hanya dengan satu tangan, apa yang bisa dilakukannya? Bahkan menyetir mobil pun tidak bisa, benar tidak? Master memberitahu kalian prinsip kebenaran ini, supaya kalian bisa memahami prinsip kebenaran dari menekuni Dharma. Hanya dengan memahami kebenaran dari menekuni Dharma, kita baru bisa benar-benar membina pikiran dan membina perilaku. Kita hidup di dunia ini, mengapa ada banyak orang yang bisa memahami prinsip kebenaran Dharma, namun tidak benar-benar mempraktikkannya? Ajaran Buddha Dharma, prinsip Buddhis, prinsip kebenaran ada banyak sekali, bisa mengatakan semua prinsipnya, namun apakah dirimu sudah mempraktikkannya? Oleh karena itu, hanya membina perilaku itu tidak boleh, hanya membina pikiran pun tidak bisa, namun harus bersama-sama membina perilaku dan membina pikiran. Banyak biksu dan biksuni yang tinggal di gunung, mereka membina pikiran, banyak orang pula di kehidupan duniawi melakukan kebajikan, ini namanya membina perilaku. Jika hanya membina perilaku namun tidak melafalkan paritta juga tidak boleh, jika hanya melafalkan paritta namun tidak melakukan kebajikan, itu juga tidak boleh. Contoh sederhana, hari ini kamu merasa sangat senang, sudah memahami prinsip kebenaran Buddha. Kalau begitu saat memindahkan kursi, “Aduh, kita menekuni Dharma, kita harus bisa membantu orang lain”, namun dirimu sendiri tidak mau bergerak, membiarkan orang lain yang memindahkan kursi. Menurutmu, apakah orang seperti ini bisa membina diri dengan baik? Jika kamu memahami bahwa, “Saya harus membantu orang lain, saya harus melakukan jasa kebajikan”, maka begitu melihat kursi, di waktu pertama, dia akan langsung memindahkannya, ini baru yang disebut sebagai membina pikiran dan membina perilaku. Pastinya bukan hanya kata-kata yang digantung di mulut.

Selanjutnya, saya akan membahas, kita harus mengembangkan bodhicitta, bodhicitta adalah hati – pikiran Bodhisattva. Kita harus membina Dharma. Apakah yang dimaksud dengan “membina Dharma”? Dengan kata lain, harus memiliki pikiran yang teguh. Yakni saya harus teguh tak tergoyahkan, saya harus memiliki keuletan, tekad pembinaan saya tidak akan berubah. Kita harus teguh dan tegar, hal yang sudah saya pikirkan tidak akan berubah, sesulit apapun saya tetap akan melakukannya dengan baik, membina pikiran dengan baik, saya akan bepegang teguh pada prinsip saya, asal saya mau melakukannya, maka saya pasti bisa berhasil. Mengerti? Harus memiliki keyakinan yang benar, pemikiran yang benar, keuletan yang benar, pikiran dan perilaku harus menyatu. Dengan kata lain apa yang kamu pikirkan dengan perilaku yang kamu lakukan harus saling berhubungan. Sesungguhnya hari ini Master ingin membahas tentang “dharma korespondensi” – samyutta, namun sekarang waktunya tidak cukup. “Dharma korespondensi” adalah suatu pengetahuan dalam ajaran Buddha Dharma yang mengandung makna filsafat yang sangat mendalam. “Korespondensi – yang relevan” apa artinya? Dengan kata lain apa yang kamu pikirkan harus relevan dengan perilakumu. Terkadang ada banyak yang kamu pikirkan, namun yang kamu lakukan menjadi berkurang, lalu akan terlahir efek seperti apa? Jika yang kamu pikirkan sangat sedikit, namun yang dilakukan sangat banyak, lalu akan menghasilkan efek seperti apa? Maka nantinya, Master akan membahas tentang “dharma korespondensi”.

Hari ini, Master kembali membahas tentang “menghentikan pemikiran liar”, dengan kata lain mengendalikan pemikiran liar kamu. Jika pikiran dan perilaku tidak sama, berarti kita harus bisa mengendalikan pemikiran liar diri sendiri, menghentikan pemikiran liar berarti tidak berpikir sembarangan. Orang lain mengatakan keburukanmu, maka kamu jangan berpikir macam-macam; saat orang lain memarahimu, kamu pun tidak boleh berpikir sembarangan; sewaktu orang lain menasihatimu, kamu juga jangan berpikir sembarangan, ini berarti kamu sudah menghilangkan pemikiran liar dirimu sendiri. Saat orang lain membicarakan suatu masalah denganmu, kamu pun jangan berpikir sembarangan. Banyak orang suka memikirkannya. Contoh sederhana, ada orang yang memberitahu kalau kamu menang uang hadian jutaan dolar, asalkan kamu membayarkan dulu pajak sebesar ribuan dolar, maka kamu bisa mendapatkan satu juta dolar. Jika pemikiranmu ini berjalan mengikuti maksud dari orang lain, berarti ini adalah pemikiran liar. Karena dia sedang menipumu karena dia tahu kalau kamu menyukai uang (memiliki ketamakan), maka dia akan memanfaatkan ciri khas kamu ini, maka dia pun akan berbicara mengikuti keinginanmu. Kamu pun akan merasa ribuan dolar ini tidak ada artinya, saya bisa mendapat satu juta lho. Begitu pemikiran liar kamu muncul, maka maaf saja, berarti kamu sudah tertipu. Apabila ada orang yang memberitahu kalau kamu menang undian, yang penting bayarkan ribuan dolar pajak terlebih dahulu, lalu kamu bisa mendapatkan satu juta, akan tetapi pemikiranmu sendiri tidak tergerakkan. Bagaimana pun orang lain ini membujukmu, pemikiranmu jangan tergerak, berarti kamu ini tidak memiliki pemikiran liar, maka kamu tidak akan tertipu.

Biarkan kerisauan kamu berhenti sebelum pemikiranmu dan sesudah pemikiranmu, ini adalah memusatkan pikiran. Dengan kata lain, hentikan ia di saat pemikiranmu sendiri datang dan sesudahnya. Yakni saat kamu baru saja memikirkan hal ini, bukankah pemikiran liar akan datang? Pada saat itu, kamu harus segera menghentikan pemikiran liar. Karena jika tidak dihentikan, maka selanjutnya kamu akan segera memikirkannya. Misalnya, dalam masalah ini, apakah saya bisa berbaikan dengannya? Begitu berpikir, maka pemikiran ini datang, maka harus menghentikan pemikiran liar. Sesuatu yang sudah jelas tidak bisa dilakukan, harus segera menghentikan pemikiran liar, membuatnya berhenti. Setelah berhenti, walaupun maksud kalimat ini adalah saat dirimu baru saja mau memulai pemikiran liar, maka harus segera dihentikan, namun sesungguhnya, “pemberhentian” ini bertujuan supaya kamu tidak terus memikirkannya. Kalau dikatakan berarti menghentikan pemikiran liar ini di sebelum kelanjutan kamu untuk memikirkannya nanti. Apakah kalian mengerti? Sesungguhnya berhenti di tengah, ini dinamakan “memotongnya tepat di tengah-tengah”, maka di belakangnya sudah tidak ada lagi. Yang dikatakan Bodhisattva adalah, sebelum pemikiran liar kamu dan sesudah pemikiran liar ini, harus memutuskan pemikiran liar ini. Sesungguhnya setelah pemikiran liar ini muncul, begitu kamu memutuskannya, maka pemikiran liar selanjutnya sudah tidak ada lagi. Karena kamu sudah memutuskan pemikiran liar yang sebelumnya, maka dia sudah tidak ada lagi nanti. Inilah logikanya! Inilah logika Buddha Dharma yang kita pelajari, cara berpikir yang begitu rumit dan mendalam. Misalnya, kamu mengumpamakan pemikiran liar ini sebagai sesuatu yang panjang, ketika pemikiran liarmu baru saja muncul, kamu segera memutuskannya, maka pemikiran liar yang di belakang pun sudah tidak ada lagi. Misalnya orang ini ingin bunuh diri, “Hidup saya sangat tidak berarti, saya sudah begitu menderita, saya tidak ingin hidup lagi …” lalu “Ting”, begitu terpikirkan tentang anak, terpikir kalau saya masih memiliki masa depan, maka saya harus tetap tegar, maka sesungguhnya pemikiran liar buruk yang di belakangnya pun sudah tidak ada lagi. Bodhisattva meminta kita untuk memutuskannya di tengah, bukan meminta kita memutuskannya di bagian terakhir. Jika memutuskannya di akhir, maka maaf saja, waktunya sudah tidak cukup, karma sudah terbentuk, maka selanjutnya kamu hanya akan menunggu balasan karma. Kita harus mempelajari prinsip kebenaran Buddhis, harus menghentikan pemikiran liar, harus membuat pemikiran liar berhenti. Kita harus bisa berperilaku dan bersikap baik, dalam melakukan segala hal, harus menginstropeksi dari dalam dan luar. Mampu menghadapi penderitaan yang paling pahit, baru bisa melampaui orang-orang lain. Maka dalam menekuni Dharma, kita harus belajar menjadi orang suci.

Sekian pembahasan Master pada hari ini, selanjutnya kita akan membahas tentang “dharma korespondensi”.