19. Pikiran Yang Terus Menerus Melafalkan Paritta Tanpa Ada Pikiran Buruk Adalah Jasa Kebajikan, Membina Diri Dan Mengembangkan Karakter Adalah Moralitas 念念无间是功,修身养性是德

19. Pikiran Yang Terus Menerus Melafalkan Paritta Tanpa Ada Pikiran Buruk Adalah Jasa Kebajikan, Membina Diri Dan Mengembangkan Karakter Adalah Moralitas

Semakin bagus seseorang membina dirinya, maka iblis yang akan mengganggunya akan semakin banyak. Kalian semua dalam menekuni Dharma dan membina pikiran harus tekun memajukan diri. Contoh sederhana, saat kamu sedang mendaki gunung, saat tempat yang kamu daki masih rendah, maka lebih mudah untuk turun gunung; Namun saat kamu mendaki ke tempat yang lebih tinggi, pikiran harus lebih fokus, selain itu, keadaan akan semakin berbahaya, juga semakin mudah jatuh ke bawah. Begitu pula dengan membina pikiran. Seseorang yang pembinaan dirinya semakin bagus, semakin mudah menyimpang, karena kamu masih memiliki tubuh di Alam Manusia ini. Oleh karena itu, orang yang semakin baik membina dirinya, akan semakin banyak iblis yang mengganggunya, halangan iblis pun akan semakin banyak. Contohnya, saya sekarang sudah melafalkan paritta dengan begitu bagusnya, selain itu saya sudah melafalkan dalam waktu yang begitu panjang, mengapa keadaan keluarga saya tetap tidak bagus, tetap tidak menyenangkan? Ini adalah ujian (godaan) iblis. Orang yang semakin baik membina dirinya, iblis akan semakin menggodanya. Seperti saat belajar di sekolah, jika nilaimu tidak bagus, maka tidak akan ada orang yang mengganggumu; Namun jika nilai rapormu bagus, maka orang-orang akan iri kepadamu, memfitnahmu, atau menjelek-jelekkanmu, semuanya akan bermunculan, benar tidak? Apabila kalian sekarang sudah melafalkan paritta dengan baik, sudah mencapai tingkat kesadaran ini, maka iblis akan muncul. Iblis akan berkata kepadamu: ”Tidak usah belajar lagi, terlalu melelahkan.” Iblis akan berkata padamu: “Kamu seharusnya lebih melepaskan, seharusnya lebih menikmati hidup.” Iblis akan mengatakan “Kamu seharusnya bagaimana …”, sesungguhnya semua yang dikatakan iblis bertujuan untuk membuatmu mundur, membuatmu berpikiran sempit, dan tidak mampu memahami kebenaran, inilah ujian iblis. Contoh sederhana, orang ini sangat suka makan, suka makan sayur. Maka saat makan, iblis akan berkata kepadanya: “Makan saja, kamu suka makan, maka makanlah lebih banyak.” Alhasil membuatnya makan terus sampai menjadi gemuk, kemudian kesehatannya mulai banyak masalah.  Ujian iblis (godaan iblis) adalah saat muncul penyimpangan dalam pemikiran, maka “dia” akan datang mengujimu. Misalnya, kalian ingin bervegetarian, lalu makanan yang paling kamu sukai akan muncul dalam mimpi, lihat apakah kamu mau makan atau tidak. Maka kalian harus memahami logika ini.

Menekuni Dharma harus melangkah satu demi satu terus ke atas, mendaki satu demi satu anak tangga ke atas. Master pernah mengatakan kepada kalian, dunia ini terbentuk dari pertemuan nidana – jodoh, ada sebab pasti ada akibat. Benar tidak? Mengapa kamu bisa menderita kanker sedangkan orang lain tidak? Mengapa kamu sekarang bisa mengenal ajaran Buddha Dharma, namun banyak orang yang masih belum bisa mengenalnya? Semua ini bukanlah sesuatu yang bisa dikendalikan oleh manusia. Takdir yang diramalkan, tidak akan bisa diubah, namun yang bisa kita genggam di tangan adalah peruntungan, dari peruntungan ini baru bisa mengubah takdir. Oleh karena itu,  harus melafalkan paritta, memohon Guan Shi Yin Pu Sa berwelas asih memberkati, baru bisa melewati bencana dengan selamat. Banyak orang tidak memahami kebenaran ini, kebenaran ini adalah apakah kamu bersedia menerimanya atau tidak. Jika kamu menerima welas asih Buddha dan Bodhisattva kepadamu, maka kamu pasti bisa melalui malapetaka ini; Namun jika kamu tidak bisa menerimanya, maka tidak ada jalan lain, bahkan Buddha dan Bodhisattva sekalipun juga tidak bisa menolongmu. Maka, Master memberi tahu kalian, baik feng shui maupun nasib, jika kalian percaya, maka mungkin saja bisa terhindarkan dari banyak hal, sedangkan hal-hal yang buruk juga tidak akan terus berlanjut; namun jika kalian tidak percaya, tidak mau melafalkan paritta, maka kebanyakan orang hanya bisa menjalani takdirnya sendiri. Sekarang waktu alam semakin pendek, hidup manusia pada kenyataannya juga menjadi semakin pendek, umur orang-orang zaman sekarang jauh lebih pendek daripada orang dulu. Bencana alam dan malapetaka manusia, sekarang banyak orang yang menderita kanker, mereka meninggal dengan cepat. Oleh karena itu, kalian harus memanfaatkan waktu dengan baik,  dengan tekun menekuni Dharma dan membina pikiran.

Hari ini Master akan membahas tentang, dalam menekuni Dharma dan berperilaku, kita tidak boleh meremehkan orang lain. Sebagai seorang praktisi Buddhis, tidak boleh memandang rendah orang lain. Jika kalian dalam menjawab pertanyaan di telepon atau di blog, tidak memandang penting orang lain, berarti kamu sudah memandang rendah orang itu. Jadi orang, kita harus memahami bagaimana cara menghargai baik-baik perasaan orang lain. Jika berbuat salah, berarti tidak menghargai perasaan orang lain dengan baik. Orang itu sedang kebingungan dan menderita, lalu kamu sembarangan menjawab pertanyaannya, atau sembarangan menuliskan beberapa kalimat, dipandang dari sudut tingkat kesadaran spiritual, berarti kamu tidak memiliki perasaan welas asih. Kita harus menghargai orang lain, harus mementingkan orang lain. Jika hari ini orang itu menuangkan segelas air untukmu, hari ini orang itu membantumu, maka kamu harus berterima kasih kepadanya, bersyukur kepadanya. Hari ini kalian bisa duduk di sini, siapa yang meletakkan kursinya? Hari ini kalian bisa mendengarkan wejangan Master, siapa yang mengizinkan kalian datang? Hari ini kalian bisa makan makanan yang begitu enak, bisa memiliki tubuh yang sehat, semua ini adalah berkat dari Guan Shi Yin Pu Sa. Hari ini kalian tidak menderita kanker, bisa hidup dengan tenang dan selamat, ini juga merupakan welas asih dari Guan Shi Yin Pu Sa. Benar tidak? Harus memiliki perasaan welas asih. Akan tetapi ada berapa orang di sini yang mampu berterima kasih kepada orang lain? Selalu saja merasa tidak puas. Orang lain membantumu melakukan hal-hal kecil, namun masih meremehkannya. Orang lain tersenyum kepadamu, namun kamu malah masih berpikir, “Memang siapa dirimu?” Terhadap siapapun yang tersenyum kepadamu, atau menyikapimu dengan serius, maka kamu seharusnya merasa bersyukur, bisa merasakan ketulusannya. Hari ini para anak-anak muda yang melihat kalian dengan sangat hormat, itu karena kalian “meminjam” kebesaran dari Guan Shi Yin Pu Sa, bukan karena memang mereka sudah sepatutnya bersikap begitu terhadap kalian. Saat orang lain baik terhadap kalian, maka kalian pun harus baik kepadanya, harus menghormatinya.

Para bijaksanawan, pelafalan dalam pikirannya yang tidak berjeda adalah jasa. “Bijaksanawan” adalah sebutan terhadap seorang awam yang masih membina diri di tengah kehidupan duniawi namun memiliki tingkat kesadaran spiritual yang sangat tinggi. Dengan kata lain, meskipun orang ini belum ditahbiskan menjadi biksu atau biksuni, namun tingkat kesadaran spiritualnya sangat tinggi, juga bisa dikategorikan sudah mencapai tingkat kesadaran Bodhisattva di Alam Manusia. Apakah yang dimaksud dengan “Bijaksanawan – yang berpengetahuan baik”? Yakni setiap pengetahuan yang muncul pada dirinya, semuanya bersifat baik. Karena ada sebagian pengetahuan yang muncul bisa bersifat buruk. Apakah pengetahuan yang buruk? Misalnya mengajarkan kamu cara untuk menang lotere, mengajarkan kamu bagaimana berjudi, bukankah semua ini juga adalah pengetahuan? Akan tetapi itu adalah pengetahuan yang buruk. Mengajarkanmu bagaimana menuntut orang lain, mengajarkanmu bagaimana menipu orang lain, mengajarkanmu bagaimana merampok, semua ini adalah pengetahuan yang buruk. Kita sebagai praktisi Buddhis harus mendekati orang-orang yang berpengetahuan baik, lagipula pikiran yang terus menerus melafalkan paritta tanpa ada pikiran buruk adalah jasa kebajikan. Apakah yang dimaksud dengan “nian nian wu jian shi gong —  pikiran yang terus menerus melafalkan paritta tanpa ada pikiran buruk adalah jasa kebajikan? Pikirannya tiada berhenti melafalkan paritta, tidak ada celah dalam pikiran, tidak ada hal buruk yang masuk, maka dinamakan pikiran yang terus menerus melafalkan paritta tanpa ada pikiran buruk adalah jasa kebajikan. Dengan kata lain, dalam pikiranmu terus-menerus melafalkan paritta, memiliki pemikiran yang baik, maka pada saat ini baru bisa terlahir jasa kebajikan, pemikiran-pemikiran buruk akan “terhimpit” keluar olehmu.

Berikan sebuah contoh, maka kalian akan mengerti, pagi ini kamu datang ke Guan Yin Tang, selama 1 jam kamu melafalkan paritta baik-baik, ketika kamu terus melafal sampai tidak lama kemudian, tiba-tiba terpikir hal-hal yang tidak menyenangkan, lalu memarahi orang lain, lalu tidak lama kemudian, kembali melafalkan paritta. Maka, pelafalan paritta kamu selama 3 jam ini ditambah ketidaksenanganmu selama setengah jam, maka sesungguhnya jasa kebajikan yang kamu dapatkan hanyalah satu jam. Mengerti? Kalau begitu, selama 1 jam ini, dari perubahan kuantitas sampai kualitas, menyebabkan pagimu ini tidak memiliki jasa kebajikan, hanya ada kebajikan. Begitu kamu marah (Inilah mengapa kita di dunia ini sering mengatakan, “Api amarah yang membakar hutan jasa kebajikan”), bukan tidak ada jasa kebajikan, namun karena kamu tidak membina pikiran dan melafalkan paritta baik-baik, membuat jasa kebajikanmu lenyap dalam sekejap. Misalnya sepasang suami istri saat bertengkar, karena pasangannya mengatakan satu hal, “Kalau kamu terus ribut begini akan membuat jasa kebajikanmu lenyap, kamu tidak akan mendapatkan jasa kebajikan apapun.”, hal ini malah akan memicu kemarahan pasangannya, karena begitu terpikir olehnya, “Jasa kebajikan saya semuanya sudah hilang, ya sudah saya sekalian saja begini.” Oleh karena itu, baik wanita maupun pria, saat berbicara harus dikontrol, jangan sampai melukai orang lain. Sekarang banyak orang yang saat berbicara sengaja menyinggung “luka” orang lain, saat bertengkar, jika tidak memarahimu sampai membuatmu terluka dan bersedih, atau naik pitam, tidak akan merasa puas, harus membuatmu murka luar biasa. Sesungguhnya ini adalah perbuatan yang melukai jasa dan moralitas diri sendiri, maka kebajikan ini akan sulit untuk terkumpul kembali, karena melukai jasamu membuat moralitasmu turut terseret ke bawah. Maka kalian harus sering menjaga pikiran yang jernih, menjaga otak yang bersih, baru bisa mengumpulkan jasa kebajikanmu.

Walaupun Master tidak begitu mengerti memasak, namun pada prinsipnya sama semua. Misalnya, kamu membuat arak beras, pertama-tama, tambahkan ragi ke dalam beras, lalu ditutup dan biarkan dia berfermentasi, harus dibiarkan berfermentasi sampai suatu waktu tertentu, baru bisa muncul aroma arak beras, dan baru bisa berubah menjadi benda yang lain, semua ini ditentukan oleh waktu. Baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk yang kita lakukan sekarang, semuanya adalah suatu bentuk akumulasi, sampai pada suatu waktu tertentu, dia baru akan berubah menjadi sesuatu yang lain. Membuat arak beras, yang pada mulanya hanyalah nasi, lalu mengapa pada akhirnya bisa menjadi arak beras? Karena dia sudah melalui proses akumulasi. Seperti saat kita masih kecil, sangat suka makan arak beras, sebentar-sebentar membuka tutupnya dan mencium aromanya, masih belum siap; Tidak lama kemudian kembali membuka dan menciumnya, masih belum … Dengan begitu, prosesnya akan sangat lambat. Seperti hari ini kalian sudah melakukan banyak perbuatan baik, lalu sebentar-sebentar membuka “tutupnya” (dengan kata lain, sebentar-sebentar melakukan sedikit perbuatan buruk), lalu kembali “menutupnya”, tidak lama kemudian kembali membukanya … dimana sesuatu yang seharusnya bisa diselesaikan dalam sehari, namun kamu membutuhkan waktu 2-3 hari lebih lama baru bisa menunaikannya, bukankah berarti kamu telah merugi? Master menggunakan contoh dalam bahasa yang lebih sederhana namun memiliki makna yang mendalam, yaitu dalam menekuni Dharma harus tekun, jangan “maju selangkah, lalu mundur selangkah”, dalam istilah modern dikatakan “tiga hati dua pemikiran” – melakukan sesuatu setengah hati, sama seperti “Menjala 3 hari, menjemur jaring 2 hari” – mengerjakan sesuatu tidak tekun, tidak ada kesinambungannya.

Kita dalam bersikap dan berperilaku harus bisa berpikir dari sudut pandang yang lain. Berpikir dari sudut pandang yang lain berarti merasakan penderitaan orang lain layaknya penderitaan diri sendiri, atau merasakan kebahagiaan orang lain layaknya kebahagiaan diri sendiri, dengan begini baru disebut sebagai berpikir dari sudut pandang yang lain, ini baru yang namanya menekuni Dharma, meneladani Bodhisattva. Apakah kalian mengerti? Misalnya, orang ini sangat menderita, jika kamu berpikir dari sudut pandangnya,”Kalau itu adalah saya, apa yang akan saya lakukan?” Hari ini ada anak yang hilang, anak itu kabur dari rumah, orang tuanya sangat panik, meminta Master menerawangnya. Coba pikirkan, kalau itu adalah anakmu, apa yang kamu lakukan? Ini baru namanya berpikir dari sudut pandang yang lain, benar tidak? Orang lain panik, saya juga khawatir. Jika orang ini mendapatkan kabar baik, anaknya lulus ujian masuk universitas, lalu kamu menganggap anaknya sebagai anakmu, maka pada saat itu, kamu akan benar-benar merasa senang, bergembira untuknya. Namun sekarang, ada berapa orang yang bisa begitu? Ada berapa orang yang mampu memikirkan orang lain?

Dalam menekuni Dharma dan berperilaku, kita harus memiliki pikiran dan perilaku yang lurus. Dengan kata lain, saat memikirkan suatu masalah, saya harus berpikiran lurus, tidak berbelok-belok. Sedangkan ada sebagian orang yang terlalu banyak pemikiran-pemikiran picik, terlalu banyak pemikiran liar, permasalahan yang nyata yang dikatakan orang lain, tidak dipikirkannya dengan lurus, melainkan banyak sekali pemikiran yang meliku di otaknya, memikirkan orang lain secara negatif, maka sel sarafnya akan lebih banyak yang mati dibandingkan orang lain. Inilah mengapa banyak orang yang pintar sampai di usia tuanya mudah menderita kepikunan, karena kapasitas otaknya tidak mencukupi. Pikiran dan perilaku yang lurus, berarti memikirkan suatu masalah dengan lurus. Banyak orang yang memiliki niat buruk, yang dipikirkannya tidak lurus. Satu kalimat yang kamu katakan, akan membuatnya berpikiran macam-macam, bisa berpikir sampai ke tempat lain. Menekuni Dharma harus memiliki pikiran dan perilaku yang lurus, dengan kata lain perilaku hatinya harus benar dan lurus, jangan berpikiran negatif terhadap orang lain.  Contoh sederhana, hari ini saya berbicara tidak hati-hati, tidak sangka membuatnya merasa tidak senang. Akan tetapi perkataan ini sudah saya ucapkan, maka jangan lagi dipikirkan atau dijelaskan, ketahuilah bahwa semakin dijelaskan malah akan semakin runyam masalahnya, malah akan memperbesar masalah. Apakah kalian mengerti? Karena banyak orang yang hidup di tengah “penjelasan”, ini sangat melelahkan. Menekuni Dharma bertujuan untuk membuat kita memiliki hati yang lapang, yang bisa menaungi ratusan anak sungai, dengan kata lain tidak peduli seberapa kotor air sungai ini, sesampainya di laut, tetap akan berubah menjadi jernih. Orang yang tidak baik, sesampainya di Guan Yin Tang Dong Fang Tai, kita pun bisa membuatnya mengubah diri sendiri, karena ajaran Buddha Dharma sangat luar biasa dan tidak terbatas. Inilah kebenarannya. Apakah kalian mengerti? Oleh karena itu, kita harus memperlakukan dan memandang semua makhluk secara setara, harus bisa melihat semua makhluk dengan adil, inilah moralitas. Untuk melihat apakah seseorang bermoral atau tidak, harus dilihat dari apakah kamu bisa memperlakukan orang lain dengan setara. Jika hari ini, kamu bersikap baik terhadap siapapun yang kamu temui, bukankah kamu memiliki moral? Jika hari ini kamu baik kepada yang ini, baik pada yang itu, maka dalam hatimu akan terlahir suatu perasaan sukacita. Apabila kamu setiap hari hidup di tengah keirihatian, lalu setiap hari hidup dalam ketakutan akan digosipkan orang lain, takut dipojokkan orang lain, takut dipandang rendah orang lain, bukankah hidupmu akan sangat melelahkan? Saya berharap kalian anak-anak muda bisa berpikir lebih lurus, jangan memiliki terlalu banyak pemikiran picik. Coba pikirkan, kalian begitu muda sudah merasakan begitu banyak penderitaan. Tahukah kalian apa penderitaan ini? Ini adalah derita pemikiran. Melelahkan sekali. Karena satu perkataan orang lain, membuat kalian berpikir macam-macam, bukankah hidup kalian akan sangat melelahkan, bahkan tertawa pun tidak bisa. Saya memang ingin mendidik kalian menjadi orang yang berpikiran dan berperilaku lurus, menjadi orang yang berhati lapang dan jujur. Akan tetapi saya ingin mengingatkan kalian, jangan “memanfaatkan” hal ini, lalu sering berkata, “Saya sangat terus terang, suka bicara apa adanya, ingin memarahi siapa, maka saya akan memarahinya.” Saya beri tahu kalian, ini dilarang keras. Oleh karena itu, membina tubuh diri sendiri adalah moralitas, sedangkan membina sifat Kebuddhaan diri sendiri adalah jasa, jika keduanya dijadikan satu akan menjadi jasa kebajikan. Jika kamu sering membina sifat Kebuddhaan sendiri, yakni welas asih, maka kamu akan memiliki jasa. Jika kamu sering membina tubuh sendiri, yakni bersikap dan berperilaku baik, menjalani hidup dengan jujur dan tidak melakukan kejahatan, menjadi orang yang baik, misalnya, uang yang didapatkan memang hasil kerja keras saya, saya tidak mencuri dan merampas, tidak peduli dalam melakukan apapun tetap menjadi orang yang jujur, jika demikian, berarti kamu adalah orang yang bermoral. Orang yang bermoral adalah orang yang baik hati, jika orang yang baik hati menekuni Dharma dan membina pikiran, maka dia akan memiliki jasa. Menyatukan keduanya akan menjadi jasa kebajikan.