2. Pembinaan Yang Sesungguhnya Merupakan Kesadaran Spiritual, Kekuatan Karma Adalah Jodoh Pendukung
Selanjutnya Master memberitahukan kepada kalian harus ingat untuk: mengejar sifat Kebuddhaan, melihat sifat Kebuddhaan, membuktikan sifat Kebuddhaan. Sifat Kebuddhaan, berarti kita harus bisa melihat sifat dasar seorang Buddha, setelah menemukan, kamu baru bisa melihatnya, kemudian membuktikan sifat Kebuddhaan ini. Dalam perumpamaan yang kurang sesuai: ini sama seperti mengejar pacar pria atau wanita. Pertama, kita mendengar bahwa gadis ini baik hati, kemudian menelepon dan mengajak dia berkencan, bukankah sama dengan mengejarnya? Lalu setelah berjumpa dengannya, ternyata memang benar, dia sangat baik. Setelah menjalin hubungan dengannya, mendapatkan bantuan darinya, kamu merasa senang, ini merupakan suatu pembuktian.
Selanjutnya, kita akan membahas tentang ada dan tidaknya jasa kebajikan. Ada banyak orang yang suka mengatakan, “Kamu melakukan hal ini akan memperoleh jasa kebajikan yang tiada tara”. Master pernah membahas, apakah pemahaman dari “ada (memperoleh) jasa kebajikan”. Jika kamu mengatakan, kalau kamu memiliki jasa kebajikan, berarti kamu tidak memiliki jasa kebajikan. Sebaliknya, jika kamu mengatakan, kalau kamu tidak memiliki jasa kebajikan, berarti sesungguhnya kamu memperoleh jasa kebajikan. Jika karena orang lain mengatakan, “Wah, jasa kebajikan kamu tiada taranya”, lalu kamu merasa senang, maka jasa kebajikanmu akan lenyap. Ada jasa kebajikan sama seperti tidak ada, sedangkan tidak ada jasa kebajikan sama dengan ada. Master beri tahu kalian: jasa kebajikan tidak boleh sembarangan dikatakan, hal-hal yang benar-benar nyata tidak boleh sering disebutkan. Kalian harus menghormati Master, harus menghormati guru dan mengutamakan ajaran dengan tekun membina diri, semua ini memiliki jasa kebajikan.
Kelahiran adalah penderitaan. Karena kelahiran adalah awal mula dari penderitaan. Suara yang dikeluarkan manusia sewaktu pertama kali datang ke dunia ini adalah tangisan. Kehidupan ini adalah dasar dari kesengsaraan. Manusia datang ke dunia ini untuk menderita. Contohnya: bahkan jika wajah kita berjerawat, kita akan merasa menderita. Seorang tentara sewaktu berbaris tegap, tiba-tiba punggungnya gatal dan keringat terus mengucur membasahi kemejanya, namun dia tidak boleh bergerak, bukankah ia sangat menderita? Sekarang, banyak tempat wisata, ada orang-orang yang berpura-pura menjadi sebuah patung, berdiri tidak bergerak di sana demi mendapatkan uang, bukankah mereka sangat menderita? Pekerjaan apa yang tidak menderita? Di dunia ini, di manakah tidak terdapat penderitaan? Kehidupan adalah perpisahan hidup dan mati. Manusia hidup adalah kosong. Penderitaan sama dengan kekosongan dan ketidakkekalan. Dengan kata lain, semua kosong ketika kamu datang ke dunia ini, dan tentu juga kosong saat kamu meninggalkannya. Menanggung begitu banyak penderitaan, namun yang diperoleh pada akhirnya adalah sebuah kekosongan. Semua tidak kekal, tidak ada yang abadi.
Hidup ini adalah siklus perputaran kelahiran, penuaan, sakit, dan kematian secara silih berganti. Contoh, seseorang yang dilahirkan, akan menua, akan sakit, setelah meninggal, bereinkarnasi kembali. Segala hal di dunia ini sesungguhnya adalah suatu perputaran. Hari ini dilahirkan, menua di esok hari, lusa jatuh sakit, beberapa hari kemudian meninggal, sampai di Akhirat, kemudian terlahir kembali sebagai pribadi yang lain, reinkarnasi yang baru kembali dimulai. Begitulah siklus perputaran kehidupan ini. Oleh karena itu, jangan mengira, karena saya dilahirkan sebagai manusia, lalu saya bisa menikmati hidup. Karena sesungguhnya ini adalah awal mula dari kerisauan dan kesengsaraan, lagipula di dunia ini tidak ada satupun yang abadi.
Hari ini, Master akan membahas tentang suatu prinsip kebenaran yang sederhana, namun harus diuraikan dengan jelas kepada kalian, yaitu “menjadikan penderitaan sebagai kebahagiaan”. Menjadikan penderitaan sebagai kebahagiaan merupakan suatu tingkat kesadaran spiritual dalam pembinaan yang sesungguhnya. Pembinaan yang sesungguhnya berarti membina pikiran dengan tulus sesuai dengan kenyataan. Bagaimana agar bisa mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan? Dengan hanya memiliki sedikit keinginan, kita baru bisa memperoleh ketenangan pikiran, berpuas hati apa adanya serta tidak mengejar keinginan apapun. Ketika nafsu keinginan seseorang berkurang, pikirannya baru bisa menjadi tenang, mengerti untuk berpuas diri, maka dia tidak akan merasa begitu menderita. Sesungguhnya, sewaktu kita sedang memohon tentang karir, kesehatan, keharmonisan keluarga, yang dipergunakan adalah jasa kebajikan kita, hal ini bisa mengikis habis jasa kebajikan kita. Ini sama seperti kita melafalkan paritta dan Xiao Fang Zi untuk membayar hutang karma. Maka menggunakan jasa kebajikan untuk memohon harta dan berkah pahala duniawi adalah perbuatan yang paling bodoh, karena bisa kehilangan jasa kebajikan. Selain itu, menggunakan jasa kebajikan untuk memohon kekayaan juga belum tentu bisa membuat dirimu menjadi kaya raya, karena kekayaan seseorang ditentukan dari apa yang dia bina di kehidupan sebelumnya.
Ada satu prinsip kebenaran di antara surga, bumi, dan alam semesta ini. Prinsip apakah itu? Master akan menjelaskan dalam bahasa yang lebih sederhana: ketika seseorang sedang menderita, maka kekuatan karmanya akan bertransformasi, buah karma buruk kita akan terhapus. Menanggung penderitaan bisa mengikis kekuatan karma kita. Inilah mengapa Master meminta kalian untuk mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan. Setelah kekuatan karma burukmu hilang, bukankah kamu akan merasa senang? Semakin banyak kesulitan atau penderitaan yang dialami seseorang, maka kekuatan karma buruk dia juga akan hilang semakin cepat. Sewaktu kekuatan karma buruk sudah hilang, maka dengan sendirinya berkah pahala (keberuntungan) akan datang menghampiri. Oleh karena itu, ada satu pribahasa yang berbunyi, “Manis akan datang setelah kepahitan berakhir” – kebahagiaan yang muncul setelah penderitaan berakhir. Tidak perlu takut menderita, manusia datang ke dunia ini memang untuk menjalani penderitaan. Jadi tidak perlu takut untuk menghadapi penderitaan atau kesulitan setiap hari. Namun ada banyak orang yang tidak bisa bertahan, orang-orang yang tidak mampu bertahan berarti tidak memiliki kekuatan konsentrasi. Apabila kalian mampu bertahan dalam menghadapi penderitaan, pada saat yang sama tekun berusaha melakukan jasa kebajikan, maka permohonan kalian kepada Bodhisattva akan sangat cepat terkabul. Master datang ke dunia ini mengemban misi khusus, selain itu Master juga harus menjalani pembinaan pikiran di dunia ini. Sewaktu sedang membantu orang lain, pada saat yang sama, saya juga membantu diri sendiri. Ada banyak orang yang ketika sedang menolong orang lain, membabarkan Dharma kepada orang lain, maka pada saat yang sama, dia juga akan belajar dan menyerap ilmunya.
Ketika seseorang sedang menikmati kesenangan, berarti dia sedang menggunakan berkah pahalanya sendiri. Begitu berkah pahalanya habis, dan pada masa ini, dia tidak mengalami penderitaan, atau melakukan kebajikan, malah menciptakan karma buruk, maka selanjutnya kesialan dan malapetaka akan menghampirinya. Kalian harus ingat, menjalani penderitaan sesungguhnya berarti sedang mengubah pikiranmu. Hanya saat seseorang menderita, baru akan terlintas dalam pikirannya untuk mengubah nasib sendiri, baru akan terpikir olehnya untuk memohon berkat dari Bodhisattva. Mengubah pikiran sama dengan mengubah karma. Mengubah segala penderitaan dalam hidup ini menjadi kebahagiaan. Ada satu pepatah yang berbunyi, “Kebahagiaan di tengah penderitaan, adalah kebahagiaan tiada akhir”. Menjadikan penderitaan sebagai kebahagiaan adalah suatu kesadaran spiritual tingkat tinggi. Penderitaan adalah bibit kebahagiaan, sedangkan kebahagiaan adalah buah dari penderitaan. Bekerja itu sangat menderita bukan? Namun ketika kamu mendapatkan gaji, bukankah akan merasa senang? “Uang ini bisa digunakan untuk membayar cicilan rumah, bisa untuk pergi berlibur.” Setelah menanam bibit penderitaan ini, baru akan terpikir untuk memohon kepada Bodhisattva, setelah mohon kepada Bodhisattva dan manjur, lalu berbahagia, bukankah berarti sudah menuai buah?
Menekuni dan mempraktikkan Dharma adalah teori dan praktik. Teori, berarti mempelajari teori dalam Ajaran Buddha Dharma. Praktik adalah pikiran (hati), mempraktikkannya melalui tindakan. Praktik adalah suatu tingkat kesadaran spiritual dalam pembinaan yang sesungguhnya. Yang kita pelajari sekarang adalah teori, lalu bagaimana mewujudkan ke dalam tindakan? Bagaimana mempraktikkannya dalam membabarkan Dharma dan menolong kesadaran spiritual orang lain? Kalian harus memahami bahwa, teori dan praktik memerlukan fleksibilitas, dengan kata lain apa yang dipikirkan dengan apa yang dilakukan harus selaras, menyatukan pikiran dan ucapkan kita. Seseorang yang membina pikiran harus memiliki pikiran, ucapan, dan perilaku yang selaras atau sama. Semua ini adalah hal-hal duniawi, jika dalam istilah yang lebih sederhana adalah memiliki ucapan dan perilaku yang sama. Sangat penting untuk menyatukan ucapan dan pikiran kita.
Pintu Dharma yang Master ajarkan kepada kalian bukan omong kosong, kalian benar-benar harus memperbaiki alam semesta, langit, dan bumi di dalam pikiran sendiri. Setiap orang memiliki suatu “alam semesta” di dalam pikirannya, ini seperti yang biasa kita katakan: memiliki ambisi yang besar, mencintai bangsa dan negara asal, meluaskan pandangan mata ke seluruh dunia. Yang Master minta kalian bina adalah alam semesta dalam pikiran kalian, jadilah seseorang yang berani berjalan keluar dan berpandangan luas ke seluruh dunia. Kemarin Master meminta seorang pendengar untuk berikrar, dia menjawab: “Master, bagaimana kalau saya berikrar lalu tidak bisa melaksanakannya?” Berarti orang seperti ini pada dasarnya tidak memiliki dasar yang baik untuk berikrar. Jika kamu ingin berikrar, dan dalam hati, kamu berpikir “Saya pasti bisa melaksanakannya”, berarti kamu boleh berikrar tentang hal ini. Bodhisattva Ksitigarbha mengatakan: “Selama Neraka belum kosong, saya bersumpah tidak akan menjadi Buddha.” Apakah sekarang neraka sudah kosong? Akan tetapi, justru karena Bodhisattva memiliki tekad ikrar yang begitu besar mampu membuat banyak orang bisa terlahir kembali. Namun Beliau juga mengikrarkan tekad ini secara nyata, dan menjadi Buddha. Jika kalian berikrar lalu dalam hati berpikir, “Saya harus begini, saya harus menyelamatkan orang-orang”, maka tentu saja kamu harus melakukannya. Jika tidak berhasil, itu adalah permasalahan lain. Namun kamu menggunakan tindakan nyata untuk mewujudkan, maka kamu adalah Bodhisattva.
Master pernah mengatakan: “Seumur hidup ini, asalkan saya masih hidup, maka saya akan menyebarluaskan Ajaran Buddha Dharma, menyelamatkan kesadaran spiritual orang-orang yang berjodoh di seluruh dunia.” Ini adalah tekad saya. Apakah kalian berani setiap hari mengatakan hal seperti ini dihadapan Guan Shi Yin Pu Sa? Master setiap hari mengatakan kepada Guan Shi Yin Pu Sa, “Saya ingin menolong semua orang yang berjodoh di seluruh dunia. Saya rela mengorbankan nyawa saya untuk membabarkan Ajaran Buddha Dharma”. Semakin besar tekadmu, maka jasa kebajikan yang diperoleh juga akan semakin besar, selain itu respon yang diperoleh juga akan semakin besar. Sekarang Master memiliki kekuatan Dharma yang begitu besar, tahukah dari mana asal kekuatan ini? Ini berasal dari jasa kebajikan Master. Semakin banyak orang yang ditolong, semakin besar tekadmu, maka kekuatan Dharma dan jasa kebajikanmu juga akan semakin besar, ini adalah perbandingan yang sebanding.
Membina pikiran dan perilaku, harus membina alam semesta dalam pikiran sendiri. Jika kamu tidak menjalani pembinaan dan pembuktian yang sesungguhnya, dengan kata lain, kamu tidak menjalani pembinaan pikiran yang sesungguhnya dan menguji hasil pembinaan pikiran yang diperoleh, lalu kamu sudah merasa berhasil dalam pembinaan ini, maka sesungguhnya kamu hanya terbatasi dalam “teori” saja, hanya sebatas mengatakan prinsip-prinsip kebenaran di mulut, namun tidak diwujudkan dalam praktik nyata.
Seseorang yang hanya membina Pintu Dharma namun tidak membina pikiran, tidak akan menyadari diri sendiri akan semakin melekat (keras kepala) dan tersesat ke jalan iblis. Contoh, ada orang yang sering mengatakan: orang ini bisa melihat, orang itu juga bisa melihat. Alangkah baiknya jika saya juga bisa melihatnya. Ada dua macam Dharma: Yang satu adalah Ajaran Buddha Dharma dan yang kedua adalah aliran sesat (iblis). Seseorang yang hanya membina Dharma (secara teori), apakah bisa mengetahui yang dibina adalah ajaran Buddha Dharma atau ajaran iblis? Bagaimana jika yang dibina adalah ajaran iblis, bukan ajaran Buddha Dharma? Jika membina ajaran iblis, bukankah tidak akan bisa memperoleh ajaran Buddha Dharma? Yang benar dan yang sesat hanya berjarak sangat tipis. Ini seperti jam yang tidak tepat, maka itu bukan jam yang bagus. Oleh karena itu, kalian harus menjalani pembinaan pikiran, tidak boleh hanya membina secara teori saja.
Belum mencapai akhir kesempurnaan. Jika membina pikiran namun belum mencapai tingkat terakhir, berarti belum mencapai kebenaran, masih belum tuntas pembinaannya, namun pikiranmu sudah berubah, bahkan malah kehilangan pikiran yang dibina ini. Berarti kamu harus menemukan kembali pikiranmu yang tersesat, jika tidak, selamanya kamu akan terjebak dalam tumimbal lahir enam alam. Mengapa ada orang yang bisa menyukai orang-orang tertentu, ini karena ada obsesi di dalamnya. Tidak apa-apa jika suka, namun bila sudah melewati batas kewajaran, akan berubah menjadi obsesi atau kefanatikkan, maka kamu akan kehilangan diri sendiri. Master meminta kalian untuk jangan membuang pikiran kalian yang tersesat.
Sesungguhnya membina pikiran lebih penting daripada membina Dharma. Membina Dharma adalah hal-hal yang terlihat dari luar. Contohnya, mampu membabarkan Ajaran Buddha Dharma dengan sangat piawai, lalu mengatakan Pintu Dharma ini bagus, sedangkan Pintu Dharma itu tidak bagus. Hari ini pergi sembahyang di kuil ini, besok pergi sembahyang di kelenteng itu, dan lain-lain. Jika seorang pembina pikiran tidak mampu memahami prinsip menjadi pribadi yang baik dan benar, maka bagaimana mungkin dia mampu memahami ajaran Buddha Dharma yang sesungguhnya? Bagi Master, lebih baik jika kalian mampu membina pikiran dengan lebih baik, daripada memperlihatkan tampilan luar yang seperti ini kepada Master. Lebih baik membina pikiran daripada membina Dharma, karena segala Dharma (hal) tercipta dari pikiran. Segala hal di dunia ini bisa disebut sebagai Dharma dunia, semua tercipta dari pikiran. Dunia ini akan berubah sesuai dengan pemikiran kita. Contoh: dulu ada sebagian orang sebelum mulai rapat sudah berpikir: “Hari ini saya akan mendapatkan kritik dari atasan”. Begitu masuk ke ruangan rapat, lalu melihat raut wajah orang lain, dia akan merasa orang-orang sedang menyerangnya. Segala hal di dunia ini tercipta dari apa yang kamu pikirkan. Jika kamu berpikir, bisnis hari ini sangat bagus, maka sesungguhnya bisnis hari ini memang bagus. Ada sebagian orang yang merasa feng shui rumahnya sangat buruk, kemudian terus memindah-mindahkan perabotan rumah, dan masih tetap merasa feng shuinya buruk, karena mereka tidak memahami dengan melafalkan paritta bisa menetralisir serta mengubah permasalahan feng shui. Pikiran kita juga sangat penting. Ada satu pepatah yang berbunyi, “Orang yang beruntung akan tinggal di daerah yang bagus”, logikanya sama seperti ini. Jika pikiran seseorang tidak baik, maka sebagus apapun feng shui tempat yang ditinggalinya, tetap tidak akan bermanfaat. Pikiran adalah Dharma, sedangkan Dharma tercipta dari pikiran.
Seseorang yang mempelajari Dharma lalu berpikir untuk mencetuskan berbagai ide yang baru. Namun sesungguhnya, beragam hal-hal baru ini belum tentu sesuatu yang baik. Hanya Buddha dan Bodhisattva yang merupakan Dharma yang paling benar yang tidak tertandingi. Maka apapun yang dibina, merupakan Dharma yang benar. Ini sudah merupakan sesuatu di luar tiga alam dan lima unsur. Seseorang yang mempelajari Dharma (secara teori), jika sepanjang hari tenggelam dalam hal-hal ini, maka dia akan berubah menjadi iblis. Karena bagi mereka, hal-hal ini terlalu mendalam. Contoh, seorang murid sekolah menengah tidak akan mampu mempelajari pelajaran murid S3. Akan tetapi saya bersikeras mempelajarinya, apakah mungkin? Bisa saja, namun pasti akan menyimpang. Terakhir, saya akan membahas tentang satu pemikiran, pikiran yang bersih dan tenang. Ketika mampu menenangkan pikiranmu, maka segala masalah akan sirna.
Keberhasilan dari pembinaan pikiran sepenuhnya ditentukan oleh hati nurani kita. Seseorang yang memiliki nurani yang baik baru bisa membina diri dengan benar; namun seseorang yang tidak memiliki nurani yang baik, maka apapun yang dibina adalah sesuatu yang menyimpang. Mengapa ada orang yang membina kebaikan hati namun tetap menghasilkan sesuatu yang buruk? Kuncinya ada pada pikiran kita. Seseorang yang membina pikiran harus memahami bagaimana menggunakan pikiran untuk mengendalikan kebaikan hati, menghalau kejahatan, menggunakan kebijaksanaan Buddha untuk mengamati hati nurani sendiri. Mengamati berarti menggunakan mata kita untuk melihat hati nuraninya sendiri, melihat apa yang dilakukan hari ini adalah perbuatan baik atau perbuatan jahat? Apakah dipenuhi dengan ketakutan? Dan lain sebagainya. Berdasarkan Ajaran Buddha Dharma untuk menjelajahi kesadaran Buddha yang kamu miliki. Kamu sendiri harus sering berpikir, apakah kesadaran Buddha dan Bodhisattva yang saya pelajari masih ada dalam diri saya? Hal yang saya lakukan pada hari ini apakah mengandung kesadaran Buddha dan Bodhisattva?
Kesadaran adalah pemikiran. Apabila terhadap suatu hal yang kamu lakukan hari ini, dalam kesadaranmu beranggapan: “Apa yang saya lakukan ini adalah baik, ini adalah pembinaan pikiran, ini berarti melakukan jasa kebajikan.” Berarti, ini mengandung kesadaran Buddha dan Bodhisattva, yang disebut juga sebagai kesadaran Buddha. Maka kita harus memperhatikan pandangan pemikiran diri sendiri, dalam melakukan apapun, berarti pikiran kita sedang bergerak. Kesadaran seseorang bisa mengendalikan raganya. Oleh karena itu, harus ingat: senantiasa memiliki kesadaran Buddha dalam pikiran kita. Kamu harus bisa mengendalikan kesadaran dan perilaku pikiranmu sendiri, harus bisa menstabilkan dan mengendalikan pikiranmu, jika bisa demikian, maka kamu mampu membersihkan, mengubah dan menyucikan pikiranmu. Menyucikan berarti secara perlahan-lahan menghilangkan hal-hal buruk pada diri sendiri. Setiap orang memiliki iblis dalam dirinya, ini sama seperti setiap orang memiliki sel kanker, hanya dengan mengalahkan iblis dalam diri sendiri, baru bisa membuat dirimu menjadi Buddha.