10. Li Fo Harus Diterapkan Dari Lubuk Hati, Bertobat Harus Diawali Dengan Mengubah Cara Berpikir
Hari ini Master akan membahas tentang “jue shou – kepekaan dan merasakan”. Dulu Master sudah pernah membahas, namun tidak dibahas secara mendalam, Master hanya memberikan sedikit penjelasan, “jue shou – kepekaan dan merasakan” berarti sudah memahami kebenaran, dengan kata lain kamu bisa merasakan dan menyadari prinsip kebenaran ini. Membaca paritta adalah teori. Setiap orang melafalkan paritta setiap hari, ini adalah teori, walaupun mengetahui arti, mengetahui apa yang sedang dikerjakan, dengan kata lain, walaupun hari ini kamu melafalkan paritta, dan kamu ingin menyadari kebenaran ini, kamu ingin merasakan segala sesuatu yang telah diterima, namun kamu harus mengetahui apa itu makna sesungguhnya. Pada kenyataannya, kamu tidak melakukan apapun, tidak menyadari apapun, kamu hanya melafalkan paritta namun tidak mempraktikkannya, tidak diterapkan ke dalam kehidupan nyata, maka kamu tidak memiliki kepekaan. Seperti, setiap hari Rabu kalian datang mengikuti kelas Master, namun setelah mendengarkan, kemudian setelah pulang ke rumah, kamu sama sekali tidak menerapkan Pintu Dharma yang Master ajarkan, Ajaran Buddha Dharma dan prinsip kebenaran yang begitu bagus ke dalam kehidupan nyata, dengan kata lain, berarti kalian tidak memiliki kepekaan dan merasakan, kalian sama sekali tidak merasakan dan menerima manfaat dari ajaran ini. Apabila tidak dipraktikkan ke dalam pembinaan diri, maka bagi kalian, ajaran ini hanyalah sesuatu yang kosong dan tidak nyata. Logikanya sangat sederhana, paritta-paritta ini sudah diwariskan turun-temurun selama ribuan tahun lamanya, jika semua ini hanya tersimpan di dalam perpustakaan kitab suci, dan tidak pernah ada yang membuka dan membaca, maka kita selamanya tidak akan bisa memiliki kepekaan (merasakan dan menerima manfaatnya). Kamu tidak akan memiliki perasaan seperti ini, tidak bisa merasakan, kamu tidak tahu apa fungsi dari paritta-paritta ini, dengan kata lain, kamu tidak tahu bahwa paritta ini bisa diterapkan ke dalam kehidupan nyata.
Dirimu bagaikan menikmati sebuah artikel sastra kuno, bagaikan menikmati karya dari penulis terkemuka, kamu bahkan tidak membacanya, atau setelah membaca kamu menganggap dia sebagai orang asing atau orang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan dirimu, lalu apakah kamu bisa menerima manfaatnya? Ada orang yang mempelajari budaya sastra, dia membaca banyak buku dan novel, jadi dia bisa mengenyam pelajaran di balik kisah tersebut, semoga kejadian di dalam novel jangan sampai terjadi dalam kehidupannya. Sama seperti ketika mendengarkan orang lain berbicara, dia bisa mempelajari banyak hal. Sedangkan ada orang yang sepanjang waktu suka mengobrol hal-hal yang tidak jelas, seusai berbincang-bincang, ketika ditanya kembali, apa yang dibicarakan? Dia sudah tidak ingat lagi, dia sudah melupakan semuanya, sama sekali tidak ada suatu perasaan yang nyata. Oleh karena itu, orang yang benar-benar mengerti bagaimana cara belajar yang benar, maka dia harus menyerap kebaikan dari tutur kata, perilaku, percakapan, dan pekerjaan yang dilakukan orang lain. Mengapa orang ini bisa bersabar? Mengapa orang itu bisa sangat murka? Mengapa orang ini begitu? Mengapa orang itu begini? Dirimu bisa mengambil banyak pelajaran berharga dari mereka.
Kalian setiap hari Rabu menghadiri kelas Master, namun seusai kelas dan pulang ke rumah, kalian masih tetap seperti yang dulu, marah saat ingin marah, saat merasa tidak senang segera menunjukkan tidak senang, lalu apa gunanya kalian datang? Kalian harus pelajari hingga ke lubuk hati, harus merasakan kebaikan dari penerapan dan praktik nyata.
Apabila seseorang yang sudah mempelajari banyak sutra, bisa melafalkan banyak paritta, juga bisa melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen}, namun di satu sisi melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen}, sembari melakukan kejahatan, maka menurutmu apakah paritta yang dilafalkan akan efektif? Itu tidak mungkin efektif. {Li Fo Da Chan Hui Wen} yaitu, bagi seseorang yang dalam keadaan tidak tahu namun sudah menyadari terhadap hal-hal yang telah dilakukan, saat ini dia melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen} baru bisa memperoleh manfaat. Karena kamu tidak tahu bahwa dirimu telah melakukan pelanggaran, maka melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen} bisa menghapus buah karma burukmu. Memangnya jika besok kamu ingin merampok bank, lalu hari ini melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen} untuk menghapus dosamu, dan besok ingin melakukan kejahatan, maka melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen} untuk menghapus buah karma burukmu, konsep pemikiran seperti apa ini?
Kamu harus memiliki kesadaran, mengetahui apa yang telah kamu lakukan. Jika tidak mengetahui, maka kamu tidak memiliki dosa yang besar. Orang-orang sering mengatakan: “Bagi yang tidak mengetahui, tidak disalahkan”, inilah prinsipnya. Sedangkan jika kamu sudah tahu bahwa ini adalah hal yang tidak baik, contoh, sudah jelas mau membual, namun masih mengatakan, “Guan Shi Yin Pu Sa, saya sekarang mulai melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen}”, menurut kamu apakah ada gunanya? {Li Fo Da Chan Hui Wen} bukan dilafalkan saat kamu sudah memahami suatu kebenaran, lalu masih tetap melakukan kesalahan, dan kembali bertobat untuk menghilangkan dosamu, itu tidak mungkin bisa dihilangkan. Jangan mengira jika melakukan kesalahan, dan bisa terus-menerus menghilangkannya dengan berulang kali melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen}. Hari ini saya pergi mencuri barang orang lain, lalu melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen}; besok saya melihat barang yang lainnya lalu masih ingin mencuri lagi, dan kembali melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen}, konsep pemikiran seperti apa ini? Ini adalah suatu kebodohan.
{Li Fo Da Chan Hui Wen} ditujukan untuk menghapuskan halangan karma buruk dari kesalahan yang kamu lakukan di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya, bisa dihapus dengan melafalkan paritta ini, namun tidak berarti ketika di kemudian hari kamu kembali melakukan kesalahan atau melakukan banyak kejahatan, lalu kamu kembali melafalkan paritta, lalu menghapus halangan karma buruk lagi, itu tidak akan bisa dihilangkan. Saya akan beri satu contoh yang sederhana, maka kalian akan mengerti. Saya sering mengatakan, selembar kertas putih yang bersih, ketika kamu pertama kali menggunakan pensil untuk menulis kemudian menghapus dengan penghapus, maka mungkin bekas tulisan tersebut masih bisa dihapus dengan bersih. Ketika kamu kembali menulis untuk kedua atau ketiga kalinya, dan kembali menghapus, pada akhirnya kertas ini akan berubah menjadi seperti apa? Apakah kertas ini masih bisa bersih seperti semula? Inilah mengapa Master mengajarkan kalian untuk melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen} dengan tulus dari dalam hati. Ketika kamu sedang melafalkan {Li Fo Da Chan Hui Wen}, hatimu harus benar-benar terasa sakit: “Saya tidak boleh melakukan kesalahan lagi, saya tidak boleh melakukannya lagi, saya tidak boleh bermasalah seperti ini lagi, saya benar-benar sudah mengerti, mohon Guan Shi Yin Pu Sa tolongilah saya!” Dengan begitu, baru bisa manjur. Ini bukan koyo, yang bisa ditempelkan di bagian tubuh manapun yang terkilir. Jika kamu tidak menjaga tubuhmu dengan baik, setiap hari melakukan hal-hal yang membuat diri sendiri terluka secara serius, pada akhirnya apakah koyo ini masih berkhasiat? Logikanya sama saja.
Seperti inilah orang zaman sekarang, hari ini melakukan kesalahan dan mengira dengan melafalkan paritta lalu bisa menghapusnya, dan besok kembali mengulang kesalahan yang sama. Tahukah kalian? Ini sudah merupakan dosa pelanggaran. Seperti hari ini kamu melakukan suatu kesalahan dan tertangkap oleh orang, dan orang tersebut mengatakan bahwa karena ini adalah pertama kalinya kamu melakukan kesalahan, maka hari ini tidak menghukummu dan tidak mendendamu. Setelah pulang ke rumah, kamu merenungkannya dan berpikir seharusnya tidak boleh melakukan kesalahan seperti ini lagi. Akan tetapi beberapa hari kemudian, kamu kembali melakukan kesalahan, maka kali ini setelah tertangkap, maaf, akan didenda atau masuk penjara. Oleh karena itu, kalian harus memahami prinsip-prinsip kebenaran ini. Menekuni Ajaran Buddha Dharma harus diterapkan ke dalam kehidupan nyata, jika kamu sepanjang hari melafalkan paritta-paritta ini namun tidak mempraktikkannya dalam kehidupan nyata, maka ini namanya khayalan palsu. Apakah khayalan palsu itu? Palsu itu kosong, khayalan lahir dari pikiran, itu tidak nyata, permasalahan yang tidak bisa diselesaikan.
Ketika menggunakan sutra Buddha untuk membina diri, jika setelah kamu mempraktikkan, maka akan terlahir suatu perasaan, dan ini yang disebut sebagai kepekaan dan merasakan. Dengan kata lain, ketika kamu melafalkan paritta dan membina pikiran dengan baik, yakni kamu sedang mempelajari sutra dan paritta dari Buddha dan Bodhisattva, dan menggunakannya (diterapkan ke) dalam pembinaan pikiran, maka akan terlahir suatu perasaan khusus, itulah yang dinamakan kepekaan dan merasakan. Kepekaan berarti merasakan kemanjurannya, berarti kamu bisa merasakan manfaatnya, merasakan berarti memperoleh manfaat, setelah kamu merasakan, maka kamu memperoleh manfaatnya. Contoh, sebenarnya kamu memiliki satu hal menyedihkan yang dipendam di dalam hati, namun setelah melafalkan paritta, kamu bisa merasakan, bisa berpikiran terbuka, memperoleh manfaat, maka hatimu tidak bersedih lagi.
Tubuh seseorang terbentuk dari dua bagian: yang pertama adalah badan, atau raga; yang satu lagi adalah jiwa atau roh, dengan kata lain semangat atau kesadaran kita. Sebaik apapun tubuh seseorang, namun jika jiwanya sudah mati, maka dia bisa bunuh diri, yakni tubuh yang sangat sehat sekalipun tidak berguna baginya. Namun seseorang dengan tubuh seburuk apa pun, tetapi dia memiliki semangat yang sangat bagus, maka dia pasti bisa mengalahkan penyakit kanker atau penyakit-penyakit kritis yang dideritanya, dia bisa mengalahkan segala kesulitan dan penderitaan di dunia ini. Yang berarti jiwa mengalahkan raga. Oleh karena itu, kita harus membina keduanya baik jiwa maupun raga. Tubuh kita harus digunakan untuk melakukan kebaikan, membantu orang lain mengerjakan sesuatu hal, ini namanya memperoleh manfaat. Sedangkan dari segi kejiwaan, kita perlu menolong kesadaran spiritual orang-orang, membuat orang lain tersadarkan, dan lainnya. Perasaan dan pengamatan, yakni apa yang kamu rasakan dan ketahui, serta yang kamu lihat. Hasil dari perasaan dan pengamatan adalah merasakan kepekaan dan perasaan. Ketika sedang melafalkan paritta, mungkin kita sedang merasa tidak senang, namun seusai melafalkan paritta kita jadi bisa berpikiran terbuka, bisa merasakan, “Aduh, saya seharusnya melepaskan, saya sekarang sangat senang, tidak ada lagi kerisauan.” Kalau begitu berarti kamu sudah mengalami kemajuan.
Selanjutnya Master akan memberi tahu kalian tentang perasaan. Ada banyak macam perasaan, ada perasaan yang kurang baik, seperti ketidaksabaran (tergesa-gesa). Sewaktu seseorang merasa sangat tidak sabar atau panik, seperti “Aduh, urusan ini harus bagaimana? Aduh, uang saya sudah diinvestasikan semua. Aduh, hal ini saya tidak bisa melakukan dengan baik, lalu harus bagaimana?” Ini semua adalah kepanikan. Masih ada lagi, kedamaian, kerileksan, keselamatan, kebahagiaan, dan lainnya, semua ini adalah perasaan kamu. Ketika kamu merasakan kedamaian, maka pada kenyataannya kamu memang sangat damai. Sewaktu kamu merasakan kebahagiaan, maka kamu sedang berada di tengah kegembiraan. Saat seseorang berada di tengah kerisauan, maka sesungguhnya dia memang sedang risau. Ketika kamu tidak bisa berpikiran terbuka, maka sesungguhnya kamu adalah orang yang sakit jiwa. Segala benda, segala pengetahuan, segala kemampuan di dunia ini, sesungguhnya tercipta karena jodoh, jika kamu tidak bisa berpikiran terbuka, bukankah sama dengan seorang sakit jiwa? Kamu tidak mampu memahami kebenaran dari kehidupan ini, oleh karena itu kamu baru bisa merasa, “Mengapa saya begini? Mengapa saya begitu?” Jangan bertanya mengapa, karena tidak ada mengapa. Di dunia ini tidak ada mengapa, yang ada hanyalah jodoh. Orang-orang yang tidak memahami kebenaran baru bisa mengatakan, “Mengapa dia memperlakukan saya dengan buruk? Mengapa saya bersikap begitu baik terhadapnya, namun dia begitu jahat terhadap saya?” Tidak ada mengapa. Tunggu hingga kamu bisa memahami segalanya, mungkin saat itu kedua kakimu sudah menginjak masuk ke dalam peti mati, bahkan ada orang yang sudah terbaring di dalam peti mati sekalipun, masih tidak tahu mengapa begini.
Master tadi membahas tentang perasaan, ada begitu banyak perasaan – kebahagiaan, kerisauan, dan lain-lain, semua ini adalah bentuk dari “jue shou –kepekaan dan merasakan”. “Jue shou – kepekaan dan merasakan” adalah merasakan dan memperoleh manfaat, merasakan sesuatu yang diterima. Oleh karena itu, jika pembinaan pikiran kita sudah mencapai tahap “kepekaan dan merasakan”, maka tandanya perasaan ini sudah memasuki hatimu, dengan kata lain, kamu sudah membina pikiran sampai bisa membuat dirimu bahagia, membuat kamu bisa melupakan kerisauan, membuat dirimu setiap hari merasa senang, sesungguhnya perasaanmu ini sudah masuk ke dalam hatimu. Contoh, ketika kalian datang, kalian memiliki banyak kerisauan, namun seusai mendengarkan pelajaran, kalian merasa sangat gembira, perasaan ini akan masuk ke dalam hatimu. Contoh sederhana lainnya: jika kalian datang dan tertidur di kelas, setelah tertidur masih merasa sangat ngantuk, maka perasaan ini juga akan masuk ke dalam kesadaran alaya kamu, memasuki pikiranmu. Saat kamu merasa ngantuk dan tidak tahu apa pun dengan jelas, maka setelah pulang ke rumah kamu akan terus mengantuk. Ketika dirimu merasa sangat bahagia, sangat berguna, kamu merasa Ajaran Buddha Dharma yang kamu pelajari ini bisa membantumu menyelesaikan permasalahan dalam keluargamu, maka kamu akan terus membawa suasana hati seperti ini pulang ke rumah. Sesungguhnya hal ini sudah tertinggal di dalam pikiranmu dan tidak hilang, hanya saja tidak tahu bahwa perasaan ini bisa menetap berapa lama dalam pikiranmu. Seperti sebotol parfum, parfum merek terkenal hanya perlu beberapa tetes saja sudah sangat pekat harumnya, aromanya juga akan bertahan lama; sedangkan parfum yang tidak bermerek, walaupun sudah disemprotkan begitu banyak, aroma akan hilang dalam sekejap.
Hari ini kalian mendengarkan pelajaran Master, maka yang paling penting adalah apakah kalian bisa memasukkan pelajaran ini ke dalam pikiran kalian, jangan hanya orangnya saja yang duduk di sini namun pikiran tidak tahu melayang ke mana. Jika pikiranmu bisa menerima sutra-sutra ini, diterapkan untuk membimbing hidupmu, maka dia bisa membuka pikiranmu. Apa yang dimaksud dengan pikiran yang terbuka? “kai xin kai xin – buka hati buka pikiran adalah membuka hati atau pikiranmu. Jika kamu mengernyitkan dahi dan kerisauan terus mengikutimu, apakah kamu akan merasa senang? Jika pikiran atau hatimu tertutup rapat, dan tidak bisa terbuka, maka kamu akan terus menderita depresi. Mengapa anak-anak zaman sekarang bisa menderita depresi? Karena mereka mendapat pengaruh dari keluarga semenjak kecil, saat kedua orang tua mereka merasa tidak senang dan bertengkar setiap hari, menurut kamu, bagaimana mungkin anak tidak menderita depresi? Tunggu sampai si anak sedikit lebih besar, dia akan berpikir, “Ternyata orang tua yang melahirkan saya seperti ini, saya merasa hidup di dunia ini sudah tidak ada harapan lagi.” Maka selanjutnya, ini mengarah ke dua macam ekstrimitas: yang pertama, “putus asa, sedangkan yang satu lagi adalah depresi.
Jadi ingatlah, bukan karena keberadaan hal ini yang akan mengubahmu, melainkan bagaimana kamu mengubah pandangan pemikiranmu, mengubah pola pikirmu, bagaimana agar kamu bisa merasakan kekuatan Bodhisattva. Setelah kamu melafalkan paritta dan mengubah pemikiranmu, berarti kamu sedang berjalan mendekati Bodhisattva. Karena setelah kamu merasakan bahwa para Buddha dan Bodhisattva sedang menolongmu, maka hatimu akan terbuka, kamu baru bisa memahami kesadaran spiritual dan jalan pembinaan ini. Contoh sederhana: ada banyak ilmuwan dan peneliti yang saat melakukan penelitian terus-menerus, maka mereka bisa menghabiskan waktu selama setahun, yakni 365 hari hanya khusus meneliti satu topik saja. Sampai pada suatu hari nanti: “Oh, saya sudah mengerti, akhirnya saya berhasil!” Apakah kalian bisa merasakan perasaan sukacita seperti ini? Karena dia sudah mencapai tingkat kesadaran ini, maka dia yang menciptakan benda ini. Ketika kesadaran spiritualnya sudah sampai ke tingkatan ini, dia baru bisa merasa senang. Jika kamu belum menekuni Dharma, bagaimana mungkin kamu bisa merasa senang? Jika kamu belum mencapai kesadaran spiritual setingkat Bodhisattva, maka kamu akan merasa bahwa membantu orang lain merupakan suatu bentuk pengorbanan, sebaliknya dirimu tidak akan merasa bahwa dengan membantu orang lain itu sedang memperoleh atau mendapatkan.
