27. Menggunakan “Kedataran dan Kelurusan” untuk Mengendalikan “Kelahiran Pemikiran” Demi Menemukan “Kebuddhaan Diri Sendiri” 用“平直”管住“心生”,寻找“自佛”

27. Menggunakan “Kedataran dan Kelurusan” untuk Mengendalikan “Kelahiran Pemikiran” Demi Menemukan “Kebuddhaan Diri Sendiri”

Pemikiran kita harus datar dan lurus. Kita dalam bersikap dan berperilaku, harus memiliki pemikiran yang datar dan lurus. Apa yang dimaksud dengan “datar dan lurus”? Hari ini saya sudah makan semangkuk mie ini, walaupun semangkuk mie yang saya makan ini sangat sedikit, akan tetapi saya harus berpikir: “Sudah cukup, perut saya cukup makan sebanyak ini.” Hari ini saya pergi ke restoran bufet, saya sudah menghabiskan uang sekian, saya tidak melirik-lirik, pemikiran saya harus “datar dan lurus”. Apa yang dimaksud dengan “datar” di sini? Yaitu berpikiran tenang dan damai. Uang saya ini, asalkan saya bisa makan kenyang, saya rasa sudah cukup. Apa yang dimaksud dengan “lurus”? Yaitu saya tidak memiliki sesuatu yang menyimpang, saya tidak berkata, hari ini saya harus membawa pulang sedikit yang ini. Master memberitahu kalian prinsip kebenaran Buddha Dharma yang paling mendalam dengan cara yang paling sederhana. Pemikiran kita harus benar – positif, harus lurus, jangan menyimpang. Jika sudah puas, itu sudah cukup; sendiri sudah punya, itu sudah cukup; melihat orang lain bisa makan kenyang, lalu ada sedikit untuk dimakan diri sendiri, itu sudah cukup. Mendahulukan orang lain daripada diri sendiri, itu adalah seorang praktisi Buddhis; mampu bersikap sopan dan santun, itu juga adalah seorang praktisi Buddhis. Oleh karena itu, pemikiran kita harus datar dan lurus, maka semua makhluk akan menjadi Buddha. Karena ketika pikiranmu datar dan lurus, sesungguhnya, kamu sudah menjadi Buddha. Karena seseorang yang berpemikiran datar dan lurus, dia tidak akan tamak; seseorang yang berpemikiran datar dan lurus, dia tidak akan membenci orang lain. Seorang praktisi Buddhis seharusnya demikian. Coba kalian lihat Tuan Hong, dia cukup baik, dalam aspek ini, dia benar-benar sangat bagus. Pikirannya sangat datar dan lurus, “Oh, ya sudah, ya sudah, tidak apa-apa.” Sesungguhnya, dia sendiri baru bisa tidak marah. Tindakannya ini, dia berkata: “Tidak apa-apa, dalam hal ini, mengalah sedikit padanya, lebih baik rugi sedikit!” Sesungguhnya, berarti dia sedang belajar menjadi Buddha. Apakah kalian mampu merugi sedikit? Master mengenal semua makhluk, maka Master adalah Bodhisattva. Karena saya tahu apa yang kalian pikirkan, makanya saya baru bisa menjadi Buddha. Jika kalian tahu apa yang diperlukan semua makhluk, maka kalian juga bisa menjadi Buddha. Saat kamu memperkenalkan Dharma kepada orang lain, bukankah orang lain menganggap dirimu sebagai Bodhisattva? Makanya, kalian harus bisa memahaminya.

Pahamilah bahwa, semua makhluk bisa menjadi Buddha karena “di dalam pikiran saya sendiri ada Buddha.” Dalam pikiranmu pada dasarnya memang sudah ada Buddha, namanya “Kebuddhaan diri sendiri”. Dalam pikiran saya sendiri ada Buddha, yang dinamakan Kebuddhaan diri sendiri, maka itu adalah Buddha sejati. Jika tiada pikiran Buddha dalam pikiranmu, lalu ke mana kamu bisa mencari Buddha sejati? Sifat dasar berada di dalamnya. Seperti ada emas yang tertanam di dalam rumahmu, lalu karena kamu tidak tahu, kamu tidak tahu kalau di dalam rumahmu ada uang, maka kamu selamanya menjalani kehidupan yang miskin. Begitu kamu tahu kalau di rumahmu terdapat bongkahan emas ini dan menjadikannya sebagai jaminan, kamu baru berani meminjam uang kepada orang lain. Karena kamu berpikir: saya sanggup membayarnya, saya memiliki emas ini. Emas ini harganya luar biasa mahalnya. Karena kamu tidak tahu di dalam hatimu terdapat Kebuddhaan diri, maka kamu pasti tidak akan bisa menjadi Buddha. Jika hari ini kamu tahu kalau di dalam hatimu ada Buddha, maka kamu baru bisa melakukan hal-hal yang dilakukan oleh Buddha. Contoh sederhana: menurutmu, polisi-polisi yang berpakaian sipil, mengapa memiliki keberanian yang begitu besar? Mengapa mereka tidak takut pada apapun? Karena dia tahu, walaupun dia berpakaian seperti orang sipil, akan tetapi dia bisa mengeluarkan sebuah bukti identitas, dia tahu kalau dia adalah polisi. Saya beri contoh sederhana terlebih dahulu: kita tahu kalau kita adalah Buddha dan Bodhisattva, segala hal yang kita lakukan jika adalah yang dilakukan Buddha, maka kita bisa menjadi Buddha; jika kita tidak tahu kalau di dalam hati kita sendiri terdapat yang disebut sebagai sifat Kebuddhaan, sedangkan yang kita lakukan adalah hal-hal yang “kotor”, kita masih tidak tahu kalau diri sendiri adalah Buddha, maka semakin lama kita semakin kehilangan “Kebuddhaan diri” kamu sendiri, bahkan Buddha sejati kamu juga tidak bisa ditemukan lagi. Kalau begitu jika tidak ada Buddha di dalam hatimu, bagaimana kamu bisa tersadarkan? Untuk bisa tersadarkan harus memiliki Buddha sejati, kamu baru bisa tersadarkan. Oleh karena itu, kamu harus mengenali bahwa pikiranmu sendiri adalah Buddha – dasar pikiran dan hati nurani diri sendiri adalah Buddha. Sama sekali tidak meragukannya, selamanya jangan meragukan apakah diri sendiri adalah Buddha atau Bodhisattva. “Apakah saya adalah orang baik?” Banyak orang sering bertanya pada diri sendiri: “Apakah saya adalah orang baik? Bagaimana saya bisa menjadi seperti ini? Saya dulu cukup baik, mengapa saya bisa menjadi seperti ini?” Ini berarti sifat dasar sedang mempertanyakan diri sendiri.

Di luar tiada satu hal pun. Apa artinya? Berarti di luar tidak ada sesuatu apapun yang bisa membuat kamu berubah, hanya dirimu sendiri yang sedang berubah. Lingkungan luar sesungguhnya tidak bisa mengubah kalian, adalah pikiran kalian sendiri yang sedang mengubah diri kalian sendiri. Banyak orang yang bertabiat sangat keras, sudah melewati masa-masa tahun 30-40an, sampai sekarang masih melekat pada kesuksesan-kesuksesan yang diraih pada masa itu. Akan tetapi pelan-pelan dia akan merasakan kalau sekarang bukanlah masa lalu, dari mulai mengenal sampai menyesuaikan diri dengan saat ini, pikirannya baru berubah. Keadaan di luar tidak bisa mengubahnya, namun adalah sifat dasarnya yang sedang berubah. Oleh karena itu, mesti membangun sifat dasarnya melahirkan berbagai fenomena.

Apa yang dimaksud “sifat dasar melahirkan berbagai fenomena”? Karena saat sifat dasarmu sudah baik, berbagai fenomena semuanya muncul keluar. Contoh sederhana: sifat dasar yang sudah baik, bagaimana sifat dasar bisa baik? Maksudnya di sini adalah, jika sifat dasarmu positif, maka segala hal yang terpancar dari dirimu adalah bersifat baik; jika sifat dasarmu itu baik hati, maka berbagai fenomena – dharma yang baik semuanya terlahir dari dirimu. Misalnya hal-hal yang dilakukan orang baik semuanya adalah kebaikan, sedangkan hal-hal yang dilakukan orang jahat semuanya adalah kejahatan. Orang jahat melakukan kejahatan, orang baik melakukan kebaikan. Misalnya, membuat bun. Hari ini saya memberi kalian tepung terigu, namun tepung terigu ini sudah rusak, maka sebaik apapun bun yang kamu buat, pada akhirnya saat dimakan, bisa terasa kalau tepung terigunya sudah rusak, sudah asam; bagaimanapun tidak bisanya kamu membuat bun, jika tepung terigunya bagus, maka bun yang dibuat, sejelek apapun rupanya, namun saat dimakan, tetap akan harum. Ini adalah suatu perihal sifat dasar, maka seseorang yang bersifat dasar baik, berbagai fenomena dharma yang dilahirkannya semuanya adalah baik; orang yang bersifat dasar tidak baik, maka segala fenomena yang dilahirkannya semuanya bersifat jahat.

Selanjutnya, Master akan memberikan pembahasan tentang sutra kepada kalian. Dalam Kitab suci tertulis, “Terlahirnya pemikiran melahirkan berbagai dharma, lenyapnya pemikiran melenyapkan berbagai dharma”. Dalam menekuni Dharma, apakah yang disebut sebagai “dharma”? Sesuai Dharma atau tidak sesuai Dharma? Apakah yang dinamakan dharma? Hal yang saya lakukan hari ini apakah seperti Bodhisattva? Apakah sesuai dengan hati nurani? Hari ini saya melakukan hal seperti ini, sesuai dengan Dharma atau tidak? Apa yang disebut dengan sesuai dengan Dharma? Sesuai dengan Dharma, berarti kamu menggunakan sifat dasar dan hati nuranimu dalam memutuskan masalah ini, maka itu disebut sesuai dengan Dharma. “Terlahirnya pemikiran”, begitu kamu memikirkannya, muncul satu pemikiran, maka hal apapun bisa terjadi, ini dinamakan “terlahirnya pemikiran akan melahirkan berbagai dharma”. Di sini “dharma” adalah suatu hal atau masalah, dengan kata lain, begitu terlahir suatu ide pemikiran di hatimu, maka berbagai macam hal bisa bermunculan, jika kamu sudah tidak memikirkan hal ini, maka hal-hal lainnya semuanya juga tidak akan ada lagi. Contoh sederhana, ketika seseorang sedang mengajukan gugatan di pengadilan, maka segala kerisauan pada dirinya akan muncul keluar, dia akan memikirkan, “Saya mana punya uang untuk terus menggugat? Uang saya ini bisa bertahan berapa tahun? Jika saya menggugat, apakah pihak lawan akan mengirim orang untuk memukuli saya? Apakah pengacara ini akan membantu saya menggugat di pengadilan? Setelah saya memenangkan gugatan ini, berapa banyak uang yang saya dapatkan?” Dari satu pemikiran terlahir berbagai macam hal (dharma). Lalu dia kemari bertanya kepada Master: “Master, apakah saya perlu melakukan gugatan?” Master mengatakan padanya: “Jangan menuntut, karena jika kamu terus menuntut, pasti akan kalah.” Dia berkata: “Baik, Master, saya tidak akan melanjutkannya.” Setelah satu minggu berlalu, dia kembali menemui saya: “Master Lu, hari ini saya sudah bisa tidur, jika saya masih melakukan gugatan di pengadilan, begitu terpikir, membuat saya tidak bisa tidur nyenyak.” Karena terlahir berbagai hal. Sekarang asalkan “pemikiran ini lenyap”, begitu memikirkan masalah ini, “Saya tidak mau melakukannya”, lalu kamu tidak akan memikirkan hal ini, maka semua masalah segera hilang. Contoh, hari ini ada orang yang mengundang Master menghadiri suatu acara besar komunitas masyarakat, sebenarnya mereka menempatkan Master di meja pimpinan (di panggung), ini saya beri kalian contoh ya, lalu Master merasa senang, mengenakan jas dan dasi, mempersiapkan apa yang akan dibicarakan, membawa kartu nama, dan lain-lain, begitu saya memikirkannya, maka banyak hal lain yang akan bermunculan, seperti “Saya seharusnya bagaimana dan bagaimana”.  Akhirnya ada orang lain yang memiliki jabatan dan ketenaran lebih besar daripada saya, dalam sekejap “melengserkan” saya dari meja pimpinan, coba kalian pikir, bagaimana caranya saya melalui hari ini? Benar tidak? Coba kalian pikir, jika saya tidak pergi, maka tidak akan ada hal apapun. Begitulah logikanya. Oleh karena itu, segalanya tercipta dari pikiran, segala hal di dunia ini semuanya tercipta dari dalam pikiranmu. Begitu kamu memikirkannya, maka akan terlahir sesuatu; begitu tidak memikirkannya, maka tidak ada apa-apa. Saya merasa sedih, apakah kesedihan itu ada? Ada. Saya sudah tidak sedih lagi, saya relakan saja, ya sudah, tidak ada lagi, berakhir sudah, tidak perlu bersengketa lagi di pengadilan, bisa segera tidur nyenyak, hati menjadi stabil. Karena Master sudah mengatakannya, Master bisa melihat masa depan, Master sudah mengetahui sebanyak apapun uang yang kamu keluarkan, pada akhirnya juga akan kalah. Begitu dia memikirkannya, “Apa yang Master katakan pasti benar”, baiklah, tidak menuntut lagi, tidak ada masalah lagi, dia akan merasa senang, bisa tertawa.

Orang zaman sekarang, begitu memikirkan sesuatu maka akan tercipta berbagai macam dharma, tertumpuk kerisauan, segala macam kekhawatiran akan bermunculan. Dulu Bodhisattva pernah mengatakan kepada para biksu, meminta mereka jangan berpikir, karena lahirnya satu pemikiran akan menciptakan berbagai dharma, sedangkan lenyapnya satu pemikiran akan menghilangkan berbagai macam dharma. Sekarang, Master akan mengatakan pada kalian orang masa kini, bahwa begitu kalian memikirkan berbagai macam ide atau pemikiran, maka semua kerisauan akan muncul, jikalau tidak memikirkan berbagai macam pemikiran, maka kerisauan pun akan sirna, bahkan halangan karma buruk juga akan hilang. Benar tidak? Kamu sudah tidak memikirkannya? Memang apa hebatnya? Yang lalu sudah berlalu. Baiklah, begitu berpikir demikian, maka segala halangan akan hilang, kamu sendiri akan melihat sifat dasar sendiri, dan mencapai Kebuddhaan. Seseorang yang sudah menjadi Buddha, tidak akan berpikir, hanya tahu menyelamatkan semua makhluk. Hanya memikirkan lebih banyak orang, dia baru bisa menjadi Buddha. Oleh karena itu, Master sering memberitahu kalian, pikiran kita sesungguhnya itu kosong, benar tidak? Sifat dasar kita sesungguhnya kosong, sama seperti pikiran kita juga sebenarnya kosong. Karena sifat dasarmu itu kosong, maka seharusnya pikiranmu juga kosong.

Selanjutnya, Master akan membahas tentang, “menaklukkan semua makhluk”. “Menaklukkan semua makhluk”, berarti kamu memandang seluruh pikiranmu semuanya sebagai pikiran semua makhluk, “menggenggam erat” mereka semua, jangan dilepaskan. Karena pikiran semua makhluk adalah pikiran yang tercerai-berai, kamu adalah praktisi Buddhis, adalah orang yang meneladani Bodhisattva, kamu harus menyatukan seluruh pikiran-pikiran semua makhluk. Jika menggunakan istilah masa kini, ini disebut “kesatuan adalah kekuatan”. Kekuatan satu orang ada batasnya, jika semuanya bersatu bukankah lebih besar kekuatannya? Jika kamu seorang diri mempelajari semua makhluk, mungkin pembelajaran kamu bisa menyimpang. Jika kamu bisa menaklukkan seluruh kebaikan semua makhluk, yakni kamu bisa mengumpulkannya menjadi satu, maka kamu tidak akan ternoda, kamu tidak akan dikotori oleh orang lain. Kamu tidak memikirkan kekurangan semua makhluk, sepenuhnya memikirkan sisi baik semua orang, ini namanya “menaklukkan”. Setelah menaklukkan, kamu tidak akan dicemari, yakni kamu tidak akan dicemari oleh kebiasaan tidak baik yang dimiliki semua makhluk. Berarti kamu sedang melakukan hal yang dilakukan Bodhisattva. Sekarang yang Master lihat pada diri kalian adalah kelebihan, saya tidak akan dipengaruhi dengan kekurangan kalian. Maka Bodhisattva saya ini tidak akan berubah. Jika orang-orang dekat saya hari ini berkata kepada saya kalau orang ini tidak baik, orang itu berkata kepada saya kalau dia tidak baik, bicara terus-menerus, saling menjelek-jelekkan, sampai pada akhirnya, dalam hati Master pun terlahir kebencian, juga muncul pikiran diskriminasi, lalu menurutmu, bagaimana bisa menjadi Bodhisattva? Kalian melakukan kesalahan karena kalian adalah makhluk biasa. Jika sekarang kamu adalah seorang Bodhisattva, kalian sekarang meneladani Bodhisattva, maka telinga kalian tidak boleh tercemari dengan kata-kata yang diucapkan orang-orang di sekitar kalian, berarti telinganya harus sedikit lebih “keras”. Mendengar pembicaraan yang ini, “Oh, baik, baik”, mendengar perkataan yang itu, “Oh, benar, benar”, kalau begitu kamu masih belum memiliki sifat Kebuddhaan yang semula ada pada diri sendiri? Inilah yang kita sering katakan, tidak ada seorang pun yang bodoh. Orang yang sebenarnya bodoh adalah orang-orang yang mengatakan orang lain bodoh, sesungguhnya dia adalah orang yang paling bodoh. Di dunia ini, menurutmu, siapa yang bodoh?

Segala hal di dunia ini tercipta dari pikiran, terlahirnya pemikiran melahirkan berbagai dharma, lenyapnya pemikiran melenyapkan berbagai dharma. Hanya dengan sepenuhnya menaklukkan enam akar, baru bisa tidak ternodai oleh kekotoran duniawi.