25. Semua Makhluk adalah Buddha, sedangkan Buddha adalah Semua Makhluk (1)
Hari ini terus melanjutkan pembahasan dengan kalian, bagaimana agar tidak tersesat dalam menekuni ajaran Buddha Dharma. Setiap orang dalam menekuni Dharma bisa tersesat. Terkadang, akan merasa mengapa diri sendiri bisa melakukan hal yang seperti ini? Apakah saya adalah Bodhisattva? Bagaimana caranya agar saya bisa melihat sifat Kebuddhaan? Sebenarnya kita adalah Buddha atau iblis? Karena setiap orang dalam menekuni Dharma, akan terlahir dua konsep yang berbeda dalam pikiran kita: yang pertama adalah pengalaman dan pemikiran positif diri sendiri, disebut sebagai “pemikiran benar” atau pemikiran positif, kalau begitu dia akan merasa dirinya adalah Buddha; yang satu lagi, adalah sifat iblis, karena setiap orang memiliki sifat iblis. Contoh sederhana: saat seseorang dalam kondisi yang baik, saat dia tidak marah atau kehilangan kendali, maka dia adalah seorang Buddha. Begitu kehilangan kendali, maka dia akan sama seperti di dalam film: bisa merampas anaknya atau bersikap bagaimana terhadap anaknya, ibu ini dalam sekejap seperti menggila, mengayuhkan apapun yang bisa diraihnya – dia sudah kehilangan akal sehatnya. Sesungguhnya, ini sama seperti sel baik dan sel buruk pada tubuh seseorang, mereka terus “berperang” dengan diri sendiri. Dalam tubuh setiap orang memiliki beberapa sel yang tidak sama. Sama seperti menawarkan racun dengan racun, sel-sel buruk pada tubuhnya jika jumlahnya sudah melebihi sel-sel yang baik, maka hal ini akan mulai berubah menjadi iblis; namun jika sel kamu ini, misalnya yang baik lebih banyak, maka berarti kamu sudah melampaui “sel-sel buruk” dalam pikiranmu, berarti pemikiran baikmu yang lebih mendominasi, sama sekali tidak ada pemikiran menyimpang, berarti kamu adalah Buddha.
Terhadap masalah ini, Buddha dan Bodhisattva memberikan penjabaran sebagai berikut: adalah Buddha, juga adalah semua makhluk; semua makhluk adalah Buddha, sedangkan Buddha adalah semua makhluk. Apakah kalian bisa memahaminya? Bagaimana caranya supaya kita bisa menjadi Buddha? Kita pada dasarnya adalah Buddha, namun karena kita tersesat, maka kita menjadi makhluk hidup. Akan tetapi, semua makhluk adalah Buddha, sedangkan Buddha adalah semua makhluk. Apabila kita manusia bisa mencapai kesadaran total, maka kita adalah Buddha; jika orang ini tersesat, maka dia adalah makhluk biasa. Makhluk hidup adalah orang yang tersesat dan memutarbalikkan kebenaran; sedangkan Buddha adalah orang yang tersadarkan dan memiliki potensi kesadaran. Karena kita membina pikiran dan tersadarkan, lalu kita kembali menjadi Buddha. Maka Buddha dan Bodhisattva mengatakan: “Kalau tersesat, kamu adalah semua makhluk; kalau tersadarkan, kamu adalah Buddha.” Ini sangat penting. Jika hari ini kamu sudah tersadarkan, maka kamu adalah Buddha; bila hari ini kamu tersesat, kehilangan kendali atau tersesat karena suatu hal, berarti kamu adalah makhluk hidup biasa. Apabila kalian terlalu melekat terhadap suatu hal, maka itu bukanlah masalah kecil. Jika terlalu melekat terhadap suatu masalah, itu adalah iblis, berarti makhluk hidup sedikit lebih dekat dengan iblis; jika kamu bisa sedikit lebih dekat dengan Buddha, kamu tetap adalah makhluk biasa, akan tetapi kamu ini adalah makhluk yang sudah tersadarkan. Maka makhluk ini sangat penting.
Master beritahu kalian, kita sebagai praktisi Buddhis, harus memberikan persembahan kepada Buddha melalui perilaku, ucapan, dan pemikiran kita. Apa yang dimaksud dengan memberi persembahan? Kalian kira dengan membeli sedikit buah persembahan, atau dengan melakukan sedikit jasa kebajikan? Bukan persembahan seperti ini. Memberi persembahan melalui tubuh, mulut, dan pikiran. Dengan kata lain, apa yang dilakukan tubuhmu jika itu adalah perilaku seorang Buddha, berarti kamu sedang memberi persembahan kepada Buddha; hari ini perkataan yang diucapkan mulutmu, sama seperti Buddha, berarti kamu sedang memberi persembahan kepada Buddha; hari ini hal yang kamu pikirkan, sama seperti Buddha, berarti kamu sedang memberi persembahan kepada Buddha. Oleh karena itu, tubuh, mulut dan pikiran harus senantiasa dipersembahkan kepada Buddha. Misalnya tubuh kita melakukan semua tugas-tugas Buddha, kita menunaikan banyak hal-hal Buddhis, kita bersembah sujud, kita mengganti buah persembahan, kita mengganti bunga persembahan dan lain-lainnya, semua ini adalah persembahan melalui tubuh – perilaku; lalu jika setiap kali bertutur kata memuji kebaikan Bodhisattva, memuji kebaikan Buddha, menasihati orang lain untuk baik-baik melafalkan paritta, tekun membina pikiran, dan lain-lain, itu adalah persembahan melalui mulut – ucapan, berarti memberi persembahan kepada Buddha melalui mulut; kalau begitu dalam pemikiran, harus setiap saat memikirkan Buddha, dengan kata lain, dalam pemikiran kita senantiasa terpikirkan akan Buddha dan Bodhisattva, setiap saat terpikir kalau saya adalah seorang Bodhisattva, saya adalah seorang Buddha, berarti dalam pemikiranmu juga sedang memberi persembahan kepada Buddha. Karena dalam setiap pemikiranmu, kamu tidak melupakan sifat Kebuddhaan, maka sesungguhnya dalam pemikiran pun kamu sedang memberi persembahan kepada Buddha. Oleh karena itu, tubuh kita harus melakukan perbuatan Buddhis, mulut kita menyebut nama Buddha, pemikiran kita harus terpusat dan tidak tercerai-berai, dengan begitu kamu baru bisa melafalkan nama Buddha dengan baik, baru bisa menjadi Bodhisattva yang baik.
Tubuh kita harus terus-menerus melakukan perbuatan baik. Contoh: segala hal yang baru saja kalian lakukan di Guan Yin Tang, bukankah sedang melakukan perbuatan baik? Jika kalian semua sedang melakukan perbuatan Buddha, berarti itu benar. Misalnya barusan kalian merapikan gambar pemandangan alam, memindahkan kursi, semua ini dilakukan demi semua makhluk. Atau misalnya kalian saat mendengarkan kelas Master, maka mulut kalian, “Oh, kita harus bicara lebih pelan.” Kalian semua melafalkan paritta, atau memberikan penjelasan pada orang lain melalui telepon, ini semua adalah perbuatan Buddhis. Jika dalam pikiran memikirkan pemikiran positif: “Saya harus membina diri baik-baik, saya masih jauh sekali.” Kalau begitu, pemikiranmu baru bisa terpusat, baru tidak akan tercerai-berai. Oleh karena itu, persembahan melalui tubuh, mulut, dan pikiran termasuk persembahan besar. Jangan mengira dengan mengeluarkan sedikit uang, atau dengan melakukan sedikit perbuatan baik, jangan mengira sedikit dana yang saya lakukan pada hari ini adalah persembahan besar. Sesungguhnya, persembahan besar adalah dirimu sendiri benar-benar menggunakan pemikiranmu, menggunakan perilakumu, menggunakan ucapanmu bisa membuat orang lain merasakan kalau dirimu adalah Buddha, maka sesungguhnya kamu sedang memberikan persembahan kepada Buddha. Karena dari pembawaan kamu bisa membuat orang lain melihat Buddha dan Bodhisattva, membuat orang lain terpikir akan Buddha dan Bodhisattva, itu berarti kamu sedang memberi persembahan kepada Buddha.
Memberikan persembahan melalui tubuh, mulut, dan pikiran, apakah kelebihannya? Karena seseorang yang memberikan persembahan kepada Buddha, dia akan memperoleh berkat kekuatan dan inspirasi dari Buddha dan Bodhisattva. Apakah berkat kekuatan itu? Berkat kekuatan Buddha dan Bodhisattva terhadap seseorang, bisa membuatnya mengatasi dosa karma buruknya sendiri, bisa membuat pikiran dan matanya menjadi jelas dan jernih, bisa membuatnya mampu terus-menerus menghilangkan arwah asing di tubuhnya. Karena asalkan dia semakin sering terhubung dengan Bodhisattva, maka iblis dan setan tidak akan bisa merasuki tubuhnya, sesederhana ini saja. Oleh karena itu, sebaliknya, mengapa memberikan persembahan melalui tubuh, mulut, dan pikiran bisa membuat iblis tidak merasuki tubuh kita? Sangat sederhana, karena mulutmu tidak pernah mengatakan ucapan buruk, karena otakmu tidak pernah memikirkan ide-ide jahat, karena tindakan yang kamu lakukan semuanya seperti manusia, seperti Bodhisattva. Coba kamu pikirkan, hanya tiga hal ini, bukankah kamu akan memperoleh persembahan? Coba pikirkan, asalkan kamu benar-benar bertindak sama seperti Bodhisattva di dunia ini, apakah iblis akan mencari kamu? Contoh sederhana: kualitas tubuhmu sangat buruk, kamu memiliki banyak kuman penyakit, maka biasanya orang yang berkesehatan buruk jika bersin di hadapanmu, bisa membuat kamu segera terjangkit flu; jika kualitas tubuhmu sangat baik, bagaimanapun orang lain juga tidak akan mempengaruhi dirimu. Oleh karena itu, jika kita biasanya seperti Buddha, seperti manusia, tidak melakukan hal-hal yang dilakukan iblis, maka kita tidak akan bertemu dengan iblis. Orang-orang yang sering melakukan hal-hal yang dilakukan setan, maka dia akan takut kepada setan; orang-orang yang sering memikirkan hal-hal jahat, dia juga akan takut kepada setan; orang yang sering melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, dia juga akan didatangi oleh setan.
Kalian harus benar-benar memahami, berkat kekuatan dan inspirasi dari Bodhisattva. Apakah berkat kekuatan dan inspirasi dari Bodhisattva? Itu adalah inspirasi berupa respon. Kalau yang kamu pikirkan sama seperti Bodhisattva, maka kamu bisa mendapatkan respon – terhubung dengan Bodhisattva. Begitu kamu melafalkan paritta, begitu memanggil Bodhisattva, maka Bodhisattva akan datang. Ini adalah inspirasi – panggilan atau petunjuk. Inspirasi sesungguhnya memiliki kekuatan. Contoh sederhana: jika hari ini Master bersembah sujud memohon kepada Bodhisattva, mengapa lebih mudah terjawab dibandingkan kalian? Karena saya memiliki kekuatan panggilan. Kalian bersembah sujud tidak memiliki panggilan, karena tidak mampu memanggil, kalian tidak membuat Bodhisattva terharu. Kekuatan spiritual kalian sendiri masih belum cukup, jasa kebajikan kalian masih kurang, bagaimana mungkin kamu bisa memiliki kekuatan panggilan sehingga begitu memohon bisa langsung terkabul? Seseorang yang mampu memohon dan segera terkabul, ada dua macam: yang pertama, adalah orang yang di kehidupan sebelumnya membina diri dengan sangat baik, di kehidupan ini tidak melakukan kejahatan, begitu dia memohon di kuil bisa langsung terkabul; yang satu lagi, adalah orang yang di kehidupan sebelumnya pembinaannya biasa saja, namun membina diri dengan keras di kehidupan ini, tidak melakukan kejahatan apa-apa, juga tidak memiliki pemikiran buruk apapun, dia juga memiliki kekuatan panggilannya sendiri.
Membina jasa kebajikan persembahan. Tahukah kalian, memberikan persembahan juga ada jasa kebajikannya. Contoh, hari ini tanggal 1 bulan lunar, banyak orang mempersembahkan bunga. Bukankah ini berarti memberikan persembahan kepada Bodhisattva? Apakah ada jasa kebajikannya? Hari ini tanggal 1 bulan lunar, lalu kita mengucapkan kata-kata yang baik. Apakah ada jasa kebajikannya? Hari ini tanggal 1 bulan lunar, kita mempersembahkan buah-buahan, memperkenalkan Dharma kepada orang lain, melakukan pelepasan makhluk hidup. Apakah ada jasa kebajikannya? Semua jasa kebajikan ini termasuk dalam jasa kebajikan persembahan. Apakah persembahan itu? Persembahan kepada Buddha. Jika hari ini kita memberikan persembahan kepada Buddha dan Bodhisattva, maka persembahan ini juga ada jasa kebajikannya. Ada orang yang bertanya, “Jasa kebajikan seperti apa yang harus saya lakukan?” Jangan sengaja mengejar dan memikirkannya, coba saja kamu renungkan sendiri, kamu akan mengerti. Melalui segala kebaikan yang kamu lakukan kepada Bodhisattva, maka kamu akan memperoleh jasa kebajikan persembahan. Karena seseorang yang memiliki jasa kebajikan persembahan, dia akan memperoleh suatu “kondisi tersadarkan”. Apakah yang dimaksud dengan “kondisi yang tersadarkan”? Yakni sangat mampu berpikiran terbuka dan memiliki pemahaman yang sangat baik terhadap segala hal. Seseorang yang sering berada dalam keadaan ini, bila ia sering memohon kepada Buddha, maka dia tidak akan berada terlalu jauh dengan Buddha. Contoh sederhana: jika kalian sering bersama Master, dan Master akan sering mendisiplinkan kalian, maka kalian tidak akan melakukan banyak kesalahan, kalian akan memahami banyak kebenaran. Ini berarti pikiran rasional kalian berada dalam keadaan sadar atau tercerahkan. Sebaliknya, jika kalian hari ini tidak duduk bersama dengan Master, maka kalian akan melakukan banyak kesalahan. Jika hari ini kita tidak sering berhubungan dengan Bodhisattva, tidak mendengarkan pengajaran Bodhisattva, tidak melafalkan paritta, tidak menekuni Dharma, maka kalian akan melakukan banyak kesalahan, dan semakin menjauh dari Buddha. Oleh karena itu, kalian harus mengerti, karena jasa kebajikan dari persembahan kalian memperoleh kondisi yang tersadarkan. Apakah “kondisi yang tersadarkan” itu? Berarti sering berada dalam keadaan yang sepenuhnya paham dan sadar. “Saya tidak akan kebingungan, karena saya sering berhubungan dengan Bodhisattva, oleh karena itu, keadaan saya ini senantiasa berada dalam keadaan menekuni dan mempraktikkan Dharma, saya tidak akan melakukan banyak kesalahan.”
Jika orang ini adalah Buddha atau Bodhisattva, dan dia tersesat atau kebingungan, maka dia sudah menjadi orang biasa. Kalian jangan kira, Bodhisattva tidak bisa tersesat, Bodhisattva sekalipun bisa tersesat. Begitu terlahir di dunia, jika ia tersesat, maka dia tidak akan bisa kembali (ke Surga). Banyak orang yang mengatakan, “Saat tersesat harus tahu jalan pulang”, namun jika tersesat di sini, tidak akan bisa kembali lagi. Karena setiba di dunia ini, dia sudah digelayuti dengan berbagai godaan duniawi, dia sudah tersesat, maka dia tidak bisa lagi kembali menjadi Bodhisattva. Oleh karena itu, jika seorang Buddha meninggalkan semua makhluk, maka dirinya juga akan menjadi makhluk awam. Buddha tidak bisa meninggalkan semua makhluk. Karena begitu Buddha meninggalkan semua makhluk, dia akan menjadi orang biasa. Misi Buddha adalah menyelamatkan semua makhluk. Contoh sederhana: Jika Buddha adalah ikan, maka ikan tidak akan bisa meninggalkan air. Begitu ikan meninggalkan air, maka ia tidak bisa menjadi ikan lagi. Justru karena Buddha dan Bodhisattva selama berkalpa-kalpa, selalu berkorban dan menderita demi semua makhluk, maka mereka baru bisa menjadi Buddha dan Bodhisattva. Coba saja kamu pikir, jika tidak mau berkorban dan menderita demi semua makhluk, bagaimana mungkin dia bisa menjadi Bodhisattva? Dengan kata lain, orang ini adalah orang baik, yang namanya orang baik pasti akan selalu membantu orang lain. Seseorang yang sepanjang waktu senantiasa membantu orang lain, dia baru bisa menjadi orang yang baik; jika orang ini tidak mau membantu orang lain, apakah dia bisa menjadi orang baik? Buddha dan Bodhisattva selamanya selalu membantu orang-orang. Yang tidak bersedia membantu orang lain, maka dia tidak bisa menjadi Bodhisattva. Bodhisattva turun ke dunia untuk menyelamatkan orang-orang. Jika hari ini dia menolong orang lain, maka dia adalah Bodhisattva; namun bila dia berkata, “Saya tidak mau menolong lagi”, kemudian tenggelam dalam berbagai ketamakan, kebencian, dan kebodohan duniawi, maka dia tidak akan bisa menjadi Bodhisattva, dia sudah menjadi orang biasa.