34. Belajar Bervisualisasi, Mengendalikan Pemikiran
Di dunia ini ada kelahiran dan juga ada kematian. Seseorang bisa dilahirkan, juga akan meninggal, ada masa kejayaannya, juga ada masa kemundurannya. Hari ini kamu bisa terlihat sehat bugar, namun tunggu sampai di masa tua kamu, bukankah akan melemah juga? Ada pertemuan, ada juga perpisahan. Hari ini kita bisa berkumpul bersama, maka pada suatu hari nanti kita pun akan berpisah, di dunia ini tidak ada pesta yang berlangsung selamanya. Oleh karena itu, di dunia ini ada kelahiran, juga ada kematian, ada kejayaan juga ada penurunan, ada pertemuan juga ada perpisahan. Ketidakkekalan datang dengan sangat cepat, kehidupan ini adalah sebuah mimpi. Benda-benda duniawi yang kita kejar, pada akhirnya apa yang kita dapatkan? Yang kita dapatkan adalah derita sakit di sekujur tubuh, yang didapatkan adalah tubuh yang menua dan rapuh.
Kehidupan adalah sebuah mimpi, yang ada di hari ini, bisa hilang di hari esok. Oleh karena itu, kita harus belajar membina pencerahan, belajar dan melatih diri sampai pada akhirnya diri kita sendiri menjadi terang, yang terang adalah pikiran kita. Apakah kalian mengerti? Memiliki pikiran (hati) yang terang, memiliki cahaya di hati, harus memiliki cahaya terang, harus menjadi Buddha di sepuluh penjuru. Apakah “Buddha di sepuluh penjuru”? Dengan kata lain adalah harus memiliki seluruh kebijaksanaan dan moralitas seperti yang dimiliki oleh semua Buddha dan Bodhisattva. Harus bisa memasukkan terang cahaya Buddha ke dalam pikiran kita, dengan begitu kamu baru bisa memiliki cahaya Buddha; jika cahaya Buddha sama sekali tidak bisa memasuki tubuhmu, berarti kamu ini tidak memiliki cahaya Buddha. Seseorang yang memiliki cahaya Buddha baru bisa menerangi semuanya. Apabila tidak memiliki cahaya Buddha, maka kamu tidak akan bisa menerangi diri sendiri, terlebih tidak bisa menerangi orang lain. Maka, bagaimana pun kita harus memahami bahwa, menekuni ajaran Buddha Dharma adalah belajar menjadi penerang, belajar Dharma harus dimasukkan ke dalam pikiran, belajar Dharma harus bisa kembali pada sifat yang semula, yakni kembali pada sifat dasar diri sendiri; meneladani Bodhisattva harus bisa membangkitkan kesadaran spiritual makhluk-makhluk yang berjodoh, menekuni Dharma harus bisa membimbing orang lain terbebas dari lautan penderitaan. Oleh karena itu, Buddha dan Bodhisattva menjelaskan kepada kita untuk “mengosongkan empat kebesaran”. Apakah yang dimaksud dengan “mengosongkan empat kebesaran”? Yakni unsur “tanah, air, api, dan angin”. Sesungguhnya maksud dari perkataan Bodhisattva ini adalah, segala benda di dunia ini semuanya adalah kosong, adalah palsu. Coba kalian pikirkan, tanah ini, saat bumi ini lenyap, bukankah semuanya pun akan hilang? Setelah air mengalir pergi bukankah juga akan hilang? Setelah api terbakar habis bukankah sudah tidak ada lagi? Setelah angin bertiup bukankah berarti sudah hilang? Semuanya ini akan kembali menjadi kosong, maka disebut sebagai “mengosongkan empat kebesaran”, juga berarti “mengosongkan kelima agregat”. Apakah “lima agregat”? Yakni “rupa, perasaan, pikiran, perilaku, kesadaran”. “Agregat” berarti yang terselubungi. Jika nafsu keinginan duniawi telah menyelubungi (menutupi) sifat dasarmu, menutupi hati nuranimu, maka berarti orang ini tidak memiliki kesetaraan pikiran yang sewajarnya. Rupa, perasaan, pikiran, perilaku, dan kesadaran, semuanya adalah hal-hal duniawi, maka kita harus bisa “membuangnya”, harus bisa menghilangkannya. Semua benda yang berwujud dan berupa, semuanya tidaklah wajar.
Rupa – perasaan – pikiran – perilaku – kesadaran, adalah akar penyebab dari segala penderitaan atau kerisauan di dunia ini. Benda yang kamu lihat hari ini, kamu mengira itu benar adanya, namun besok sudah tidak ada. Apa itu perasaan? Kegembiraan yang kamu rasakan, hilang dalam sekejap; penderitaan yang kamu rasakan, hilang dalam sekejap. Apa itu pikiran? Memikirkan hal ini, jika tidak terpikirkan merasa menderita, akan tetapi terpikirkan pun juga menderita. Banyak orang yang menang lotere pun bersusah hati, karena tidak tahu apa yang akan dilakukan dengan uang ini? Apa itu perilaku? Penderitaan atas perilaku atau perbuatan kita. Misalnya, melakukan kesalahan, “Aduh, saya tidak seharusnya sewaktu mengendarai mobil lalu menjulurkan kepala untuk melihat orang lain”, karena kepala kita bisa ditabrak orang. “Aduh, jantung saya tidak sehat maka saya seharusnya hati-hati”, baru saja saya beritahu kalian bahwa orang berusia 33 tahun yang meninggal ini karena tidak memperhatikan kondisi jantungnya sendiri. Oleh karena itu kita semua harus memperhatikan kesehatan tubuh, karena tubuh kita adalah modal untuk menekuni Dharma. Jika “modal” ini pun tidak kamu miliki, lalu bagaimana kamu bisa menekuni Dharma? Apa itu kesadaran? Itu adalah penalaran. Apakah kesadaran kita menderita? Jika kita ingin melakukan suatu hal namun tidak bisa melakukannya, maka dalam kesadaran kita, pertama-tama akan merasa menderita, dalam kesadaran kita akan sangat sedih. Baru saja Master menjelaskan tentang “mengosongkan empat kebesaran”, ini sama seperti yang sering dikatakan para biksu dan biksuni yakni “mengosongkan empat kebesaran”. Sesungguhnya, jika dijabarkan dengan lebih sederhana, apakah yang dimaksud dengan “mengosongkan empat kebesaran”? Dengan kata lain, meminta kamu untuk lebih berpikiran terbuka, karena segala hal di dunia ini adalah kosong, mana ada “empat kebesaran”, itu bagaikan angin yang hilang setelah berhembus pergi, perasaan kamu yang “ditiup” pergi, yang setelah selesai dibicarakan pun akan hilang. Jika perkataan yang diucapkan semasa kecil, kamu mengingatnya seumur hidup, lalu apakah kamu bisa “mengosongkan semuanya”? Kamu seharusnya menganggapnya seperti angin yang hilang setelah berhembus pergi. Kalian harus ingat “terlahir, lenyap, dan berubah”. “Terlahir, lenyap, dan berubah”, dengan kata lain menggambarkan bahwa kehidupan ini, hari ini masih hidup, besok bisa meninggal, dia bisa berubah. Hidup bisa berubah, seperti fase terbentuk, tinggal, rusak, dan hilang. Sesungguhnya, hidup seseorang adalah siklus terbentuk, tinggal, rusak dan hilang, adalah sebuah proses. Sekarang banyak orang yang berusia lanjut, kalian tahu bukan? Mereka sedang menjalani fase “rusak”, sampai pada akhirnya meninggal, berarti menjadi kosong sudah tidak ada lagi. Tubuh ini dengan cepat menjadi rusak. Maka kita harus baik-baik melindunginya, jangan menyantap daging makhluk hidup lagi. Marah pada orang lain sama dengan mempersulit diri sendiri, jika kita mempersulit diri sendiri, maka kita akan membenci orang lain, sedangkan membenci orang lain akan menyakiti diri sendiri dan orang lain, cemburu kepada orang lain juga menyakiti orang lain dan diri sendiri. Maka, jangan pernah melakukan hal-hal ini, karena semua ini bukanlah hal yang sepatutnya dilakukan seorang praktisi Buddhis.
Hari ini Master akan melanjutkan pembahasan tentang “bervisualisasi”. Apakah kalian tahu apa itu bervisualisasi? Kalian jangan mengira itu seperti membayangkan suatu benda. Bervisualisasi adalah memvisualisasikan pemikiranmu, memvisualisasikan apakah pemikiranmu itu baik atau tidak, apa yang sedang dipikirkan dalam pemikiranmu. Karena satu pemikiran baik akan mendorongnya ke atas, dan satu pemikiran buruk akan menurunkannya ke bawah. Jika pemikiran seseorang tidak baik, maka mungkin dia akan terus terpuruk ke bawah; namun bila pemikiran seseorang baik, maka dia akan naik ke atas. Oleh karena itu, ketika pemikiran seseorang tidak baik, maka pertama-tama, kesadaran spiritualnya akan dilambangkan menurun ke bawah. Saat seseorang sangat membenci orang lain, maka sesungguhnya yang paling tersakiti adalah dirinya sendiri. Karena ini bisa merusak tubuhnya. Oleh karena itu pemikiran sangat penting. Harus bisa memvisualisasikan diri kita sendiri tidak memiliki pemikiran, dengan kata lain, jangan lagi berpikir kalau diri sendiri memiliki pemikiran. Apakah maksud dari bervisualisasi? Yakni membayangkan bahwa otak saya sekarang adalah kosong, tidak memiliki pemikiran apapun, memvisualisasikan diri sendiri tiada pemikiran. Apakah yang dimaksud dengan “tiada pemikiran”? Tiada pemikiran berarti tidak memiliki pemikiran apapun, segalanya tidak menjadi masalah, tidak memiliki pemikiran lagi. Bervisualisasi sampai pada akhirnya tidak lagi memiliki pemikiran baik maupun pemikiran buruk, kondisi tiada pemikiran ini sesungguhnya terlahir dari visualisasi. “Oh, otak saya harus tidak memiliki pemikiran”, akan tetapi bahkan pemikiran seperti ini pun juga adalah hasil dari visualisasi, jika kamu memang hebat, maka jangan ada visualisasi.
Baru-baru ini, Master menerbitkan sebuah karangan di dalam blog, semua orang mengatakan kalau itu bagus. Apakah kalian tahu apa yang Master katakan? Yang Master katakan adalah mengenai bersabar dan tekun memajukan diri. Sesungguhnya seseorang yang bisa bersabar bukanlah orang yang memiliki kesadaran yang sangat bersih, karena kamu merasa dirimu sedang bersabar, maka sesungguhnya, kamu sudah melakukan kesalahan. Contoh sederhana, saya tidak merugikanmu, maka saya tidak perlu bersabar. Kamu memarahi saya pun, saya tidak merasa bersalah, maka saya tidak perlu bersabar. Benar tidak? “Oh, saya bersabar, saya tidak akan membalas kata-katamu, kamu memarahi saya pun tidak apa-apa”. Sesungguhnya kamu sudah menanamkan bibit karma, baru bisa menuai buah karma ini. Sedangkan bersabar bukanlah tingkat kesadaran spiritual tertinggi. Prinsip kebenaran ini adalah kita sebagai praktisi Buddhis seharusnya bahkan “bersabar” pun jangan ada. Saya tidak bersalah kepada orang lain, maka hari ini walau kamu memarahi saya, namun saya tidak merasa bersalah, maka saya sama sekali tidak perlu bersabar. Bahkan pemikiran saya untuk bersabar pun sudah tidak ada lagi. Misalnya, kalian berdua sesungguhnya memang sangat bersih, tidak pernah mengambil uang milik orang lain. Maka jika ada orang yang mengatakan, “Kalian jangan mencuri ya.” Lalu kamu akan tersenyum. Karena kamu tidak akan mencuri, karena kamu tidak akan mencuri uang, maka kamu sama sekali tidak perlu bertengkar dengannya, maka kamu juga tidak perlu bersabar. Benar tidak? Namun jika kamu memiliki kebiasaan buruk dalam hal ini, maka begitu orang lain mengatakanmu, lalu kamu akan merasa sangat marah. Sesungguhnya ini karena kamu pernah menanam bibit karma ini. Apa yang Master katakan, benar atau tidak?
Oleh karena itu, saat bervisualisasi, maka bahkan pemikiran pun jangan divisualisasikan keluar, selain itu bervisualisasi adalah kesadaran yang benar dan pemikiran yang benar. Apakah yang dimaksud dengan “kesadaran yang benar dan pemikiran yang benar”? Perasaan benar, semua yang keluar dari diri saya adalah benar, saya tidak memiliki pemikiran lain, ini yang disebut sebagai kesadaran yang benar dan pemikiran yang benar. Apakah yang disebut sebagai “kesadaran”? Itu adalah tersadarkan. Kamu sesungguhnya benar-benar mengerti atau tidak? Kamu benar-benar tersadarkan atau tidak? Mengapa harus tersadarkan? Karena orang lain tidak tersadarkan, maka kamu harus tersadarkan; karena semua orang melakukan perbuatan jahat, sedangkan kamu sudah tersadarkan, maka kamu tidak akan melakukan kejahatan; karena orang lain semuanya memiliki ketamakan, kebencian, dan kebodohan, sedangkan kamu tidak lagi memiliki ketamakan, kebencian, dan kebodohan, maka kamu sudah tersadarkan. Seperti saat semua orang sedang melakukan kejahatan, banyak orang yang menciptakan keributan, namun ada juga orang yang mengatakan kalau berbuat seperti ini tidak baik. Dulu Master pernah membaca sebuah berita, ada seorang wanita yang menjalin hubungan asmara dengan pria lain, lalu akhirnya tertangkap oleh suaminya. Orang-orang di desa itu benar-benar bodoh. Sang suami di lapangan memukuli istrinya, sedangkan warga desa di sana turut berkata, “Ayo, ayo, lucuti bajunya.” Semua orang di pinggirnya bersorak-sorai, menertawakannya. Coba kamu pikirkan, apa bedanya mereka dengan binatang, bahkan sudah tidak memiliki prikemanusiaan. Sedangkan orang yang sudah tersadarkan seperti apa? “Aduh, dia sudah melanggar sila, dia sangat kasihan sekali, dia adalah orang yang tidak paham, kita harus berwelas asih, tidak boleh membuat keributan dan menertawakannya, lalu membuatnya melakukan hal-hal yang lebih buruk lagi, mungkin saja karena benci, malah membuatnya melakukan tindak kriminal.” Benar tidak? Walaupun semua orang sedang melakukan hal ini, namun tidak melambangkan kalau hal ini sudah pasti benar. Jika semua orang di dunia ini bodoh, lalu apakah kamu juga seharusnya ikut bodoh? Mengapa Bodhisattva sedikit? Karena Bodhisattva memiliki pemikiran yang benar, berkeyakinan benar, karena ia sudah memahami kebenaran. Sedangkan manusia biasa yang hidup di dunia ini tidak memahami prinsip kebenaran, mereka memikirkan suatu masalah berdasarkan pemikiran dan logika orang-orang awam pada umumnya, oleh karena itu, yang didapatkannya adalah berkah pahala duniawi, mengerti? Banyak orang mengatakan, kita menekuni Dharma untuk melatih jalan pembinaan. Apakah yang dimaksud dengan melatih jalan pembinaan? Melatih jalan pembinaan bukan merujuk pada jalan ini, melainkan merujuk pada pikiranmu, yakni jalan kebenaran mana yang sesungguhnya kamu pahami. Akan tetapi dia pasti didasari oleh sebuah prinsip, sedangkan prinsip ini adalah yang kita sebut sebagai keyakinan yang benar dan pemikiran yang benar. Sebenarnya yang dikatakan di sini adalah, apakah dalam bersikap dan berperilaku, kamu didasari dengan prinsip yang benar, apakah sebagai Bodhisattva, kamu sesuai dengan prinsip kebenaran Bodhisattva.
Bervisualisasi sesungguhnya adalah melatih pemikiran diri sendiri. Apakah yang disebut sebagai bervisualisasi? Dengan kata lain, kamu merenungkan apakah pemikiranmu sendiri benar atau tidak? Kamu sering berpikir, sering berpikir, maka pemikiranmu tidak akan salah. Apabila Anda sering “menyerang” sisi rapuh kejiwaan atau “sudut mati” seseorang, maka orang ini bisa bunuh diri. Tahukah kalian bahwa jiwa seseorang pun memiliki satu “sudut mati”? Yakni tidak bisa berpikiran terbuka, tidak bisa berpikiran terbuka adalah sudut mati. Contoh sederhana, orang tua ini dulu sifatnya sangat keras kepala sekali, jika dia tidak menekuni Dharma, maka saya tidak akan berani menyentuh “sudut mati” pada dirinya. Jika saya sering mengusik “sudut mati”nya, sering mengungkitnya, maka dia tidak akan bisa berpikiran terbuka – menjadi depresi, dan mungkin bisa melakukan hal-hal buruk. Namun karena dia sudah menekuni Dharma, maka Master baru berani membicarakan “sudut mati”nya, lalu membersihkan sudut matinya ini, melatihnya keluar, maka nantinya dia tidak akan marah lagi, tidak akan berpikiran buntu lagi. Jika sekarang anaknya memperlakukannya dengan tidak baik, dia pun bisa bersabar menerimanya, namun dulu dia tidak bisa terima. Karena Master terus-menerus menyentuh sudut matinya ini, membuatnya pelan-pelan menjadi bersih, maka sekarang dia sudah tidak memiliki sudut mati ini, dia sudah hidup kembali. Sekarang hubungannya dengan anak-anak menjadi baik. Contoh ini bertujuan supaya kalian bisa lebih memperhatikan banyak jodoh buruk yang ada pada diri kalian sendiri, sedangkan jodoh-jodoh buruk ini dibawa dari kehidupan sebelumnya. Harus membersihkan jodoh buruk ini secara pelan-pelan, harus bisa menyekanya sampai bersih.
Harus bisa melatih pemikiranmu. Misalnya hari ini kamu memiliki pemikiran buruk, lalu segera berpikir, apakah saya seharusnya berbuat seperti ini? Jika memiliki pemikiran buruk, maka pikirkan kalau saya tidak seharusnya berbuat seperti ini. Tunggu sampai pemikiran buruk selanjutnya muncul, maka dalam otakmu harus terpikirkan, kalau “Saya tidak seharusnya berbuat demikian”, maka suatu pemikiran yang benar akan muncul dengan sendirinya. Misalnya, dokter memberitahu kamu jangan makan makanan ini. Jika kamu melihatnya, lalu dirimu segera menggunakan pemikiran yang benar untuk berpikir, “Saya tidak boleh makan makanan ini, jika makan tubuh saya akan bermasalah”. Tunggu sampai kedua kalinya melihat makanan ini, kamu tahu kalau makanan ini tidak boleh dimakan. Sampai kali ketiga, keempat … lalu begitu melihat makanan ini, kamu segera terpikir kalau saya tidak boleh memakannya. Ini namanya melatih pemikiranmu, mengerti? Terhadap masalah yang tidak bisa diselesaikan, maka hanya bisa diatasi dengan mengendalikan pemikiran diri sendiri. Kalian harus sering melatih pemikiran diri sendiri. Ketika satu pemikiran buruk munccul, harus segera mengendalikannya, lalu menggunakan satu pemikiran lain untuk menutupinya.
Oleh karena itu, pertama-tama kita harus bisa memandang segalanya menjadi kosong, kita berpura-pura memandang segalanya adalah kosong. Misalnya, kedua orang suami istri hari ini adalah kosong, lalu besok melihat rumah ini juga adalah kosong, anak dengan saya juga kosong, makanan yang saya makan juga kosong, semuanya ini adalah kosong. Jika berpikir seperti itu terlebih dahulu, maka lambat laun, terhadapnya kamu sudah terbiasa kosong, lalu karena kamu sudah terbiasa kosong, maka kamu tidak akan memiliki pemikiran apapun. Misalnya hari ini Nyonya Zhou memandang Tuan Zhou adalah kosong, “Saya sendiri di usia lanjut ini harus bisa membina pikiran dengan baik, menyelesaikan pelafalan paritta, saya tidak hidup demi dirinya. Jika dia benar-benar meninggal, saya seorang diri pun harus bisa terus melanjutkan sisa hidup yang tidak lama lagi. Saya harus bisa memanfaatkan hidup yang terbatas ini untuk membina diri sampai bisa pergi ke Alam Surga, nantinya saya masih bisa membantunya naik ke atas”, bukannya mengatakan kalau dia meninggal, saya pun turut mati, saya akan lenyap, ini namanya tidak kosong. Apabila kamu sering memandangnya sebagai sesuatu yang kosong, “Saya hanya seorang diri”, seorang diri lama-kelamaan kamu terbiasa, maka saat dia benar-benar meninggal pun, kamu juga tidak akan terlalu bersedih. Ini adalah suatu kekosongan, sedangkan kekosongan ini disebut sebagai kekosongan rupa, yakni suatu cara berpikir. Jadi begitu terpikirkan Tuan Zhou, lalu segera “Ah, hidup ini tidak kekal, kalau dia masih ada ya bisa membantu saya, kalau dia tidak ada lagi, saya sendiri juga bisa hidup baik-baik”. Jika kamu sering berpikir demikian, maka otakmu pun menjadi kosong. Jika terjadi sesuatu padanya di masa depan nanti, kamu pun tidak akan terlalu risau. Banyak orang yang tidak bisa berpikiran terbuka, begitu suami meninggal, lalu istri turut meninggal, tidak ingin hidup lagi. Jadi saya hari ini sedang menolong kamu Nyonya Zhou, kamu mengerti? Maka Master pun meminta kalian melihat rumah menjadi kosong, melihat orang menjadi kosong, hari ini bisa ada, besok menjadi tiada, segala hal pada tubuh ini pun kosong. Hari ini Tuan Zhou memiliki satu lambung, namun begitu dioperasi, lambung ini pun sudah tidak ada lagi, bukankah juga adalah kosong? Maka berpikirlah lebih terbuka. Master sepanjang waktu mengajari kalian, membantu kalian, tiada hentinya menasihati kalian, supaya kalian bisa memandang segalanya menjadi kosong, bisa berpikiran terbuka. Kehilangan pekerjaan bisa dicari lagi, kehilangan anak juga tidak masalah, karena semuanya pada dasarnya adalah jodoh. Kalian harus memahami kebenaran ini, harus belajar mengendalikan diri, harus belajar melepas dan memandang semuanya adalah kosong.