21. Memulihkan Kembali Sifat Dasar Kebuddhaan, Tekun Melatih Diri Menumbuhkan Pikiran Untuk Keluar Dari Keduniawian
Menghilangkan seluruh kekotoran duniawi pada diri sendiri, memulihkan kembali sifat dasar Kebuddhaan yang sesungguhnya. Tathagata – Ru Lai, bagai berada di tengah hati. Buddha Tathagata adalah Kebuddhaan diri sendiri. Coba kalian pergi lihat di kuil-kuil, rupa wajah Buddha Tathagata semuanya sama. Apabila kalian nantinya bisa pergi ke Alam Sukhavati, saat kalian sedang mendengarkan wejangan dari Buddha Amitabha, wajah setiap orang di sana semuanya sama. Karena kalian semua adalah Buddha, kalian sudah memulihkan kembali sifat dasar kalian, maka kalian sudah mencapai Kebuddhaan, sama seperti dulu. Harus menghilangkan seluruh karma yang terciptakan dari berkali-kali kehidupan yang lalu, harus bisa menghapuskan seluruh karma yang kita ciptakan di kehidupan yang dulu, maka kita adalah Buddha yang sesungguhnya. Misalnya, pada dasarnya orang ini berwajah begini, hanya saja ada banyak bintik hitam di wajahnya, tumbuh banyak jerawat, pada akhirnya tidak ada orang yang bisa mengenalinya, maka pada saat ini, dia bukanlah dirinya yang semula. Apakah kalian mengerti? Tunggu sampai kulitnya sudah sembuh, jerawat dan lubang-lubang di wajahnya sudah hilang, noda-noda hitam di wajahnya sudah bersih, bukankah dia akan sama seperti “yang semula”? Bukankah ia akan sama seperti dulu? Seperti seseorang yang setelah berdandan sudah tidak kelihatan lagi rupanya yang semula, tunggu sampai dia menghapus riasannya, “Oh, ternyata kamu ya”. Kita baru bisa menemukan dirinya yang semula, yakni telah menemukan sifat dasarnya. Apakah sifat dasar manusia? Yaitu baik hati. Namun orang zaman sekarang tidak baik hati. Sifat dasar manusia adalah jujur, sedangkan orang zaman sekarang tidak jujur.
Kita harus bisa melepaskan segalanya. Karena kita datang tanpa membawa apapun, maka kita mau melepaskan segalanya. Saat kita datang ke dunia ini, kita tidak membawa apapun; Maka tunggu sampai kita meninggalkan dunia ini, juga tidak akan bisa membawa pergi apapun. Jika memang tidak bisa dibawa pergi, juga tidak dibawa datang, maka lebih baik melepaskannya. Seperti kita bertamu ke rumah orang lain, tidak membawa benda apapun untuk orang itu, lalu tinggal di rumahnya makan, minum, dan tidur, tunggu sampai tiba waktunya untuk pergi, maka jangan lagi membawa pergi benda-benda di rumah orang lain, sesungguhnya kita pun tidak bisa membawa pergi barang milik orang lain. Karena ranjang yang kamu tiduri, barang yang pernah kamu gunakan semuanya adalah milik orang lain, bukan milikmu, tidak bisa kamu bawa pergi, yang kamu tinggalkan di rumah orang lain adalah citramu. Jika kamu membantu orang lain melakukan banyak hal-hal baik, maka saat dirimu pergi, orang lain akan berterima kasih kepadamu, bersyukur kepadamu. Benar tidak? Seperti kita datang ke dunia ini, yang mana adalah “rumah” sementara kita, lalu kita makan, minum, dan mengambil barang-barang, pada akhirnya di saat akan pergi, “Ini punya saya, itu punya saya, saya mau membawa pergi semuanya.” Apakah orang lain akan membiarkan kamu membawanya pergi? Ini adalah barang-barang milik orang lain, barang-barang milik bumi, sedangkan kamu hanya tinggal sementara di bumi ini, jangan mengira kalau dirimu adalah penduduk permanen. Jika bukanlah penduduk permanen, maka alangkah baiknya melepaskan lebih awal. Oleh karena itu di tengah ketidakberdayaan, kita juga harus melepas, karena tidak berdaya sama sekali. Lebih baik melepaskannya lebih awal, memberikan kebebasan dan kedamaian bagi diri sendiri, alangkah baiknya. Bila memang tidak bisa dibawa pergi, lebih baik melepaskannya lebih awal.
Selanjutnya, Master akan membahas tentang pikiran untuk keluar dari keduniawian. Pikiran untuk keluar dari keduniawian berarti meninggalkan pikiranmu, keluar dari pikiranmu ini, yakni meninggalkan tumimbal lahir enam alam. Ketahuilah penderitaan dari tumimbal lahir enam alam, sedangkan untuk bisa membebaskan diri dari tumimbal lahir enam alam, kita harus memiliki tekad untuk keluar dari keduniawian. “Saya tidak mau lagi terlahir ke Alam Manusia, tidak mau lagi menjadi manusia, tidak mau lagi merasakan derita tumimbal lahir.” Ini namanya meninggalkan tumimbal lahir enam alam. Bagaimana cara mempertahankan tekad untuk membebaskan diri dari keduniawian? Yaitu dengan mengandalkan kekuatan tekad. Saya sering mengatakan, tekad Bodhisattva Ksitigarbha sangat besar: “Neraka tidak kosong, bersumpah tidak akan mencapai Kebuddhaan”. Buddha Amitabha memiliki 48 tekad besar, setiap tekadnya diikrarkan demi semua makhluk, semuanya demi membantu semua makhluk terbebas dari penderitaan dan mencapai kebahagiaan, tidak ada satu kalimat pun yang demi diri sendiri. Jika kamu bertekad untuk terlahir di Alam Sukhavati dan Empat Alam Brahma, ini juga disebut sebagai kekuatan tekad, karena dirimu sudah mengikrarkannya, tidak mau lagi datang ke Alam Manusia ini, maka kekuatan tekad ini bisa membuat dirimu tidak lagi bertumimbal lahir di enam alam pada kehidupan selanjutnya, inilah yang disebut“pikiran untuk keluar keduniawian”, mengertikah? Banyak orang yang mengikuti Master belajar dan membina diri, mereka bertekad bahwa seumur hidup ini, saya akan membabarkan Dharma kepada semua orang yang berjodoh di seluruh dunia. Tekad ini juga sangat besar. Ketika kamu ingin menolong kesadaran spiritual orang-orang yang berjodoh, kamu sudah menjadi Buddha, dan seorang Buddha akan kembali ke tempat dimana Buddha berada. Lalu di manakah tempat Buddha berada? Di Alam Sukhavati, di Empat Alam Brahma, semuanya adalah terbebas dari tumimbal lahir enam alam, benar tidak? Jika kesadaran spiritualmu sudah mencapai tingkatan ini, maka buah kesadaran yang kamu dapatkan pasti adalah buah suci setara tingkat kesadaran ini. Jika kamu bertekad: “Saya ingin berwelas asih kepada semua makhluk, saya ingin membuat lebih banyak makhluk-makhluk terbebas dari penderitaan dan mencapai kebahagiaan, saya ingin menasihati dan menyadarkan mereka supaya bisa bersama-sama pergi ke Alam Sukhavati.” Tekadmu ini juga termasuk pikiran untuk keluar dari keduniawian. Master pernah mengatakan bahwa kekuatan tekad seseorang sangatlah penting. Pikiran untuk keluar dari keduniawian berarti sudah memiliki arah pembinaan pikiran untuk diri sendiri. Karena saya tidak mau lagi bertumimbal lahir di enam alam, oleh sebab itu, saya telah menemukan arah jalan diri sendiri. Jika tidak memiliki pikiran untuk keluar dari keduniawian, maka tidak akan mengerti untuk berdana, tidak akan mau memberikan persembahan, juga tidak akan mau menolong orang-orang di dunia ini. Mengapa? Karena masih sangat melekat dan menginginkan segala hal di dunia ini, tidak mengetahui dan memahami apapun, lalu bagaimana mungkin bisa memahami makna dari berdana? Tidak mau mendengarkan apapun, bagaimana mungkin mau memberikan persembahan? Tidak bisa merelakan apapun, bagaimana mungkin bisa membantu orang-orang di dunia ini? Oleh sebab itu, jika tidak memiliki pikiran untuk keluar dari keduniawian, maka pasti tidak akan mau memberikan persembahan atau menolong orang lain. Meskipun kita sudah hidup berkecukupan atau kaya raya, namun tidak memiliki pikiran untuk keluar dari keduniawian, maka selamanya tidak akan bisa terbebas dari tumimbal lahir enam alam. Karena kamu tidak mau meninggalkan tumimbal lahir enam alam, karena kamu merasa hari ini saya bisa makan enak, segala kebutuhan material terpenuhi, merasa sangat senang, sangat puas. Ketika kamu sudah terpuaskan, maka tidak akan mau “melangkah ke atas”. Merasa diri sendiri sudah sangat puas, maka akan terus merasakan kepuasan ini, lalu di kehidupan selanjutnya hanya akan terlahir kembali sebagai manusia. Mengerti? Sama seperti banyak wanita yang sangat menderita saat melahirkan anak, setelah mengetahui penderitaan itu, mereka berkata: “Di kehidupan selanjutnya, saya tidak mau lagi terlahir sebagai wanita.” Akan tetapi dia masih merasa menjadi pria cukup bagus, sedangkan menjadi wanita sangat menderita. Jika di kehidupan selanjutnya terlahir sebagai pria, juga tetap tidak terbebas dari tumimbal lahir enam alam. Oleh karena itu, hanya saat kesadaran spiritualmu sudah sangat tinggi, maka baru bisa terbebas dari tumimbal lahir enam alam.
Tersadarkan atas segala penderitaan dari semua makhluk yang berperasaan. Dengan kata lain, kita harus menyadari dan memahami semua makhluk yang berperasaan. Termasuk di antaranya kucing, anjing dan lainnya, adalah makhluk-makhluk yang berperasaan, karena kamu tidak tahu apa hubungan kucing atau anjing ini dengan dirimu di kehidupan sebelumnya. Anjing atau kucing yang dipelihara banyak orang, mungkin saja adalah nenek atau eyangmu di kehidupan yang lalu, atau anakmu … semua ini tidak kamu ketahui. Mereka semua adalah makhluk-makhluk yang berperasaan, saat mereka sakit, mereka sama sedihnya layaknya manusia, sakit luka berdarah yang mereka rasakan adalah sama seperti manusia. Kamu harus bisa memahami semua makhluk yang berperasaan, inilah yang namanya menekuni Dharma. Kita harus membangkitkan kesadaran spiritual semua makhluk, menghilangkan penderitaan semua makhluk.
Sudah dikatakan bahwa waktu bagaikan spons, jika kamu tidak memerasnya, maka air di dalamnya selamanya tidak akan bisa keluar; Namun jika kamu memerasnya, maka air akan keluar. Maka kita pun harus bisa “memeras” waktu. Kamu sibuk, namun semua orang pun sibuk. Orang lain bisa menyisihkan waktu untuk melafalkan paritta, maka keluarganya akan diberkati dengan keselamatan; Kamu tidak melafalkan paritta, maka keluargamu tidak akan damai. Orang lain bangun pukul 4 dini hari untuk melafalkan paritta, sedangkan dirimu sibuk sekali dalam keseharian, tidak melafalkan paritta, lalu apa yang bisa kamu dapatkan? Kamu tidak akan mendapatkan apapun. Menjalani seumur hidup ini dalam hura-hura sangatlah menyedihkan, tunggu sampai ajal menanti, maka tidak ada apapun yang didapatkan, hanya melalui seumur hidupnya yang malang ini di tengah kerisauan dan kebingungan tanpa bisa melakukan apapun. Tunggu saat seseorang menjelang ajalnya, itu adalah saat yang paling mengenaskan, karena hanya bisa terbaring di ranjang, dan tidak tahu ke mana dirinya akan pergi? Yang paling mengenaskan, ia akan bertanya kepada dirinya sendiri, “Apakah saya benar-benar akan pergi meninggalkan dunia ini?” Sungguh sedih. Melihat begitu banyak wajah-wajah yang akrab, melihat orang-orang yang begitu mengasihinya, melihat begitu banyak benda-benda, dan lainnya, tidak bisa merelakannya, tidak bisa meninggalkannya. Akan tetapi dalam ketidakberdayaan ini, semua pun akan sirna dalam sekejap. Mengapa harus belajar mengikuti Master? Karena ingin mempelajari sesuatu yang abadi. Apa yang dimiliki di hati bisa mengalahkan segalanya. Kekayaan di hati mengalahkan kekayaan dalam kehidupanmu yang nyata; Sedangkan kepuasan di hati mengalahkan segala kepuasan yang kamu dapatkan di dunia ini.