44. Pikiran Yang Seperti Air, Sifat Yang Seperti Cermin 心如水,性如镜

44. Pikiran Yang Seperti Air, Sifat Yang Seperti Cermin

Hari ini Master akan membahas tentang bagaimana menghilangkan kerisauan, manusia memiliki satu kekurangan, yakni menginginkan semuanya, menerima semuanya, segala macam makanan ingin dimakan, segala jenis permainan ingin dimainkan, oleh karena itu menyebabkan mereka juga tetap menerima segala bentuk kerisauan. Karena setiap orang memiliki kebiasaan untuk menerima segala sesuatunya secara menyeluruh, maka baru bisa terlahir kerisauan. Dari manakah kerisauan itu datang? Itu semua berasal dari diri sendiri, bagaikan bulan di tengah air, di tengah air sesungguhnya tidak ada bulan, namun mengapa bisa terlihat bulan di tengah air? Karena kamu mencari bulan di tengah air, karena ada bulan, menyebabkan air ini menjadi tidak tenang, karena kelebihan satu benda, tidak lama kemudian setelah bulan hilang, maka air akan menjadi tenang. Air ini sama seperti pikiran kalian, bagaikan sebuah cermin yang memantulkan bayangan bunga, jika tidak ada bunga, maka di dalam cermin tidak akan terpantul bayangan bunga. Pikiran kita bagaikan cermin yang tembus pandang, jika kita tidak melihat benda apapun di dunia ini, maka kita tidak akan merasa risau. Seperti jika kita tidak melihat bunga, maka pikiran kita akan bersih bagaikan cermin, justru karena kita melihat bunga, membuat “cermin” ini memantulkan bunga, maka pikiran kita baru menjadi tidak tenang.

Berikutnya, Master akan memberitahu kalian bahwa, untuk menghilangkan kerisauan, maka kita harus memiliki suatu kesadaran spiritual, pikiran kalian adalah suatu kesadaran spiritual, sampai di mana pembinaan diri kalian, maka di situlah tingkat kesadaran spiritual yang kalian capai. Apabila hari ini kamu melakukan jasa kebajikan tanpa pemikiran egois dan pemikiran liar, maka itu benar-benar adalah jasa kebajikan. Namun jika hari ini kamu membantu orang lain dengan tidak sungguh-sungguh, memiliki tujuan lain atau membawa perasaan dalam mengerjakan suatu hal, ini berarti kamu belum membina diri dengan baik, tidak memiliki kesadaran spiritual. Mempraktikkan Dharma dan membina pikiran benar-benar tidak mudah, apabila mengerjakan segala sesuatunya didasari dengan pemikiran egois dan pemikiran liar, maka kesadaran spiritualmu tidak akan bisa meningkat, pikiranmu tidak akan bisa menjadi tenang, dan akan muncul kerisauan. Walaupun jelas-jelas yang kamu lakukan adalah jasa kebajikan, namun tetap bisa menimbulkan kerisauan.

Ketika kerisauan berada di dalam pikiranmu, ketika kesadaran spiritual pikiranmu tidak cukup tinggi, ketika kamu mengambil semua benda-benda yang kamu sukai dan mengenakannya di tubuhmu atau menyimpannya ke dalam pikiranmu, ketika kamu menerima semua hal secara menyeluruh, memakan semua makanan (karena semua orang suka makanan yang enak), maka pada saat itu kamu akan menerima suatu benda, dan benda itu adalah penyakit. Contoh, ketika kamu menyimpan semua hal-hal duniawi ke dalam otak kamu, maka ini akan membuat otakmu sakit, jika  kamu memasukkan semua makanan ke dalam tubuhmu, maka tubuhmu akan sakit.

Oleh karena itu, kita harus memutuskan kerisauan, kita harus bisa menghilangkan seluruh kerisauan dalam pikiran kita. Ini mudah dikatakan, namun siapa di antara kalian yang bisa menghilangkan kerisauan diri sendiri? Hari ini siapa di antara kalian yang tidak memiliki kerisauan? Dari wajah kalian saja sudah bisa terlihat kerisauan, apalagi dari perilaku dan ucapan kalian. Sebentar merisaukan pernikahan, sebentar memusingkan anak, sebentar memikirkan uang, pekerjaan, kesehatan, dan lain-lain, apakah kalian merasa sebal? Apakah belajar sampai hari ini, kalian sudah bisa melepas? Master sering memberitahu kalian bagaimana seharusnya kita melepaskan kerisauan? Yaitu harus berpikiran terbuka. Jika tidak bisa berpikiran terbuka, maka kalian harus memohon kepada Buddha dan Bodhisattva, harus terus tekun melafalkan paritta, memohon Buddha dan Bodhisattva untuk membantu saya agar bisa berpikiran terbuka dan menghilangkan kerisauan.

Hari ini ada satu keluarga 3 orang yang khusus datang dari Tiongkok untuk menemui Master, kedua anaknya menderita keterbelakangan mental, orang tuanya sangat menderita. Master membantu menerawang mereka untuk mengetahui apakah penyebabnya. Sang ibu pada mulanya mengira karena dia pernah melakukan aborsi yang menyebabkan hal ini, namun sesungguhnya tidak hanya masalah aborsi, masalah yang paling utama adalah karma buruk yang menumpuk dari kehidupan sebelumnya. Halangan karma buruk dari kehidupan sebelumnya terlalu berat, ditambah lagi dengan melakukan aborsi, maka begitu anaknya dilahirkan, bagaikan bubuk mesiu yang langsung tersulut dan meledak, bubuk mesiu ini adalah halangan karma buruknya dari kehidupan sebelumnya. Master bertanya kepadanya: “Apakah keluarga kamu pernah melakukan karma membunuh?” Saat itu dia berkata, “Tidak, sudah tidak ingat lagi”, namun terakhir dia teringat, bahwa ibunya adalah seorang penjual keong sawah, setiap hari ibunya pergi menangkap keong sawah dari dalam air, kemudian menjualnya, begitulah ibunya membesarkannya dengan berjualan keong sawah, menyekolahkan dia sampai ke universitas, justru karena pekerjaan ibunya ini menyebabkan dia terlahir dengan penyakit kelainan darah, dan menyebabkan semua anaknya menderita keterbelakangan mental, membuatnya sangat menderita. Master membantunya menemukan akar penyakitnya, membantu mereka menemukan arah pengobatan, serta memberikan mereka harapan dan kepercayaan diri.

Dia bertanya kepada Master: “Master, jika pada saat itu ibu saya tidak menangkap keong sawah dan menjualnya, bagaimana mungkin dia bisa membesarkan saya? Lalu bagaimana mungkin saya bisa sekolah di perguruan tinggi?” Apakah yang dikatakannya itu masuk akal? Masuk akal. Jika dibahas dari sudut pandang kesadaran spiritual, kalau ibunya memiliki kesadaran spiritual, maka semuanya akan berbeda, karena (kesadaran spiritual) ibunya masih berada di Alam Manusia, ibunya berpendapat membesarkan anak adalah tanggung jawabnya, oleh karena itu baik berjualan keong sawah maupun hal lainnya, semuanya demi membesarkan anak-anaknya. Akan tetapi dia tidak mengerti, bahwa balasan karma buruk atas perbuatannya pasti akan dibalaskan ke anak cucunya. Ibunya berjualan keong sawah, menyebabkan anaknya begitu dilahirkan menderita penyakit darah, bahkan cucu-cucunya semuanya sakit, bencana yang dibawanya sekarang, jauh lebih besar daripada penderitaan dan kesulitannya pada saat itu untuk membesarkan anaknya. Contoh kejadian di kehidupan nyata ini yang Master katakan adalah supaya kalian bisa memahami kebenarannya, memahami hukum karma, seperti bibit apa yang ditanam, maka buah karma itulah yang akan dituai di masa depan.

Dalam menekuni Dharma, kita harus bisa tidak memiliki pikiran untuk mendapatkan apapun, pikiran apa yang saya punya? Saya tidak memiliki pikiran ini, saya tidak memiliki pikiran yang risau ini. Ketiadaan kemelekatan pikiran,  tidak ada apapun yang dipentingkan dalam pikiran saya, di dunia ini tidak ada apapun yang bisa saya dapatkan dan yang saya pandang penting di dalam hati. Harus memahami pikiran diri sendiri, mengenali pikiran sendiri, kamu baru bisa melihat pikiran Buddha yang sesungguhnya, justru karena kalian melupakan pikiran (hati) Buddha, maka kalian baru bisa memiliki ketamakan, kebencian, dan kebodohan.

Apabila seseorang bertutur kata dengan culas dan tajam, maka seumur hidup dia ditakdirkan hanya akan memiliki berkah pahala yang sedikit. Sekarang kalian mengikuti Master menekuni dan mempraktikkan Dharma, maka jangan sampai kalian menyindir orang lain, seseorang yang sering menyindir orang lain, akan memiliki berkah pahala yang sangat sedikit, juga tidak memiliki hoki, kita bahkan tidak boleh memiliki pemikiran untuk menyindir orang lain, asalkan seseorang memiliki pemikiran seperti ini, maka berkah pahalanya akan menjadi sedikit.

Ingatlah bahwa segalanya akan menjadi masa lalu, jika tidak bisa mengusir kerisauan, maka kamu akan kehilangan segalanya, karena kamu akan melewati seumur hidupmu di tengah kerisauan, coba kalian pikirkan, kalian sudah hidup hampir separuh umur kalian, ada juga yang sudah hampir melewati seumur hidupnya, kalian datang ke dunia ini sekali, lalu apa yang kalian dapatkan? Kalian tidak mendapatkan apapun selain kerisauan seumur hidup dan kemarahan seumur hidup. Sekarang coba kalian simpulkan, dari kehidupan yang sudah kalian jalani, lebih banyak kebahagiaan atau kerisauan? Hidup seseorang bergulir begitu saja di tengah kerisauan. Bodhisattva pernah mengatakan, Alam Manusia adalah Alam Kerisauan. Manusia sangat kasihan, coba pikirkan, apa yang dilakukan oleh orang-orang sekarang? Mencemari dan merusak keseimbangan alam, setiap hari bumi ini mengalami kerusakan, jika bukan kita semua yang melindunginya, maka cepat atau lambat bumi ini akan musnah.

Jika kesadaran spiritual pemikiran setiap orang berhenti pada hal-hal yang dilakukan demi “aku“, demi “aku” baru bertengkar, demi “aku” maka baru berebut, demi “aku” maka bisa saling membunuh dan menyakiti, semua ini karena “aku”, ini adalah aku yang egois, bukan aku yang universal. Manusia begitu menyedihkan, mereka begitu tidak berdaya, semuanya karena satu kata – “aku”. Master hari ini menjadi teladan bagi kalian, saya bersikap baik terhadap orang-orang di seluruh dunia, saya memperoleh dukungan dari  orang-orang di seluruh dunia, semua orang begitu mencintai dan menghormati Master, lalu siapa yang mencintai dan menghormati kalian? Asalkan sudah memberi pasti akan menerima balasannya, sewaktu kamu sedang membantu semua orang, maka pasti bisa menyelesaikan masalah keluarga, jika kamu hanya memikirkan keluarga, maka kamu tidak akan bisa menyelesaikan masalah semua orang, apabila kalian semua tidak melakukan perbuatan baik, lalu akan menjadi seperti apakah dunia ini? Mudah saja, ini semua tentang kesadaran spiritual, kalian semua yang duduk di sini harus memiliki kesadaran spiritual yang tinggi, apabila kalian yang duduk di sini tidak memiliki kesadaran spiritual atau memiliki tingkat kesadaran spiritual yang rendah, hanya tidak melakukan hal-hal buruk, kalau begitu kalian hanya setara dengan standar manusia biasa, namun tidak sesuai dengan standar Master, tidak sesuai dengan standar Bodhisattva.

Kita harus memahami bahwa puluhan ribu pemikiran akan menjadi satu, menyatukan puluhan ribu pemikiran menjadi satu pemikiran, yakni dengan menekuni dan mempraktikkan Ajaran Buddha Dharma, hari ini saya tidak ingin memiliki pemikiran apapun, saya hanya ingin menekuni dan mempraktikkan Dharma dengan baik, dengan begitu kamu tidak akan memiliki kerisauan. Sekarang adalah masa periode akhir Dharma, zaman di mana orang-orang bisa meninggal dengan sangat cepat dan tiba-tiba, begitu hebatnya, jadi apakah kalian masih ingin memiliki pemikiran egois dan pemikiran liar? Segera lepaskan pemikiran-pemikiran itu, melepaskan kerisauan, jangan dipikirkan lagi, satukan puluhan ribu pemikiran. Menyatukan puluhan ribu pemikiran menjadi satu pemikiran, yakni satu pemikiran pun tidak boleh ada, banyak orang mengatakan: saya memiliki banyak pemikiran, apakah bisa disatukan menjadi satu pemikiran saja? Dalam mempraktikkan Dharma, bahkan pemikiran “mempraktikkan Dharma” sekalipun tidak boleh ada, dengan begitu kesadaran spiritual kalian baru bisa meningkat, pemikiran ini sangat penting, puluhan ribu pemikiran menjadi satu, sesungguhnya maksud di sini adalah kita tidak boleh memiliki pemikiran.

Ketika kita belajar untuk menyatukan puluhan ribu pemikiran, Master beritahu kalian, tidak boleh memiliki tiga macam pikiran: 1. Pikiran saat ini, 2. Pikiran masa lalu, 3. Pikiran masa depan. Ketiga macam pikiran ini tidak bisa dimiliki. Pikiran masa lalu, dulu saya begini begitu, dulu saya begitu baik terhadapnya, karena memiliki pikiran masa lalu, maka akan membuat kamu merasa tidak senang, dan kerisauan akan muncul keluar, lalu akan marah, terakhir malah jatuh sakit karena marah. Pikiran saat ini, saya sekarang begini begitu, pikiran saya ingin ini dan itu, memangnya bisa bagaimana? Siapa dirimu? Kamu tidak memiliki apapun, datang ke dunia ini, sesungguhnya hanyalah sebuah mimpi. Kita datang ke dunia ini hanyalah sebuah mimpi, jika pada suatu hari kamu tidur dan tidak bisa bangun lagi, dalam mimpi kamu tahu kalau dirimu sudah meninggal, coba lihat pada saat itu di manakah dirimu berada? Itu adalah buah karma yang tercipta dari hasil pembinaan dirimu seumur hidup, mengerti? Pikiran masa depan, di masa depan saya ingin begini begitu, setelah anak saya dewasa nanti akan begini begitu, apaan yang begini begitu, seharusnya kalian membina pikiran sendiri dengan baik terlebih dahulu, tinggalkan lebih banyak moralitas dan kumpulkan lebih banyak pahala untuk generasi berikutnya. Master sering mengajarkan kalian biasanya harus menciptakan berkah pahala, maka di masa tua nanti baru bisa memiliki pahala, jika biasanya melakukan kejahatan, maka di masa tua nanti akan mendapatkan balasan karma buruk.

Selanjutnya, Master akan membahas tentang teori Ajaran Buddha Dharma, dalam Kitab Buddha tertulis: “Yang dinamakan Dharma, sesungguhnya adalah ketiadaan Dharma. Teori dan Dharma yang dibicarakan, jika tidak diterapkan dalam perilaku nyata, apakah ini adalah Dharma? Sesungguhnya sama dengan tidak ada Dharma, pertama-tama Master akan membahasnya terlebih dahulu, baru menjelaskannya kepada kalian. Karena tiada Dharma sama dengan ada Dharma. Karena tidak ada Dharma, bukankah sesungguhnya Dharma ini memang nyata? Dia memang nyata, akan tetapi apakah kamu bisa melihat Dharma ini? Tidak, ini berarti tidak ada Dharma

Saya beri kalian satu contoh yang sederhana, karena ada udara, kamu baru bisa hidup, namun kamu tidak bisa melihat udara, lalu apakah kamu bisa meninggalkan udara? Sesungguhnya udara itu memang ada, namun kamu tidak merasakannya, oleh karena itu, dalam menekuni ajaran Buddha, kita harus menempatkan Dharma di hati. Banyak orang menekuni dan mempraktikkan Dharma, mengira karena pakaian yang dikenakan sudah bersih, mengira karena sudah menekuni suatu pintu Dharma, mengira seperti saya sekarang ini sudah sangat hebat sekali, seperti ada sebagian orang yang ketika memasang dupa dan memberi hormat kepada Buddha, melakukan banyak gerakan-gerakan kecil untuk ditunjukkan kepada orang lain, supaya mereka mengikutinya, ini berarti kamu hanya sedang belajar Dharma (cara), bukan belajar menjadi Buddha. Seorang praktisi Buddhis yang sesungguhnya, seharusnya melakukan segala sesuatunya layaknya tidak melakukannya, sepertinya kamu tidak melakukannya, namun sesungguhnya kamu sudah melakukannya. Akan tetapi pada kenyataannya kamu tidak melakukannya,  namun sepertinya melakukannya.