43. Kata-Kata Bijaksana dari Master Jun Hong Lu
Ketahuilah bahwa kelahiran adalah awal mula dari tanggung jawab, sedangkan kematian adalah akhir dari misi yang diemban. Kita datang ke dunia ini, ketika meninggal sudah tidak akan memiliki apapun lagi, tugas kita juga sudah selesai. Namun apakah kamu sudah menunaikan tugas ini dengan baik? Apakah kamu sudah membina diri dengan baik?
Walaupun kebijaksanaan tidak berwujud, namun dia bisa memperkaya hidupmu. Meskipun kebijaksanaan tidak bisa dilihat, juga tidak bisa disentuh, tidak berbentuk dan tidak berupa, akan tetapi kelangsungan hidupmu tergantung pada kebijaksanaan ini. Seseorang yang tidak memiliki kebijaksanaan, akan memiliki hidup yang membosankan dan tidak energik. Jika tidak mampu berpikiran terbuka dalam segala hal, maka apa artinya hidup ini? Tidak berdaya, karena tidak memiliki kebijaksanaan. Seseorang yang bisa memikirkan jalan keluar, adalah orang yang memiliki kebijaksanaan.
Master sering mengatakan, seseorang yang menyakiti orang lain demi menutupi kekurangan dirinya sendiri, adalah orang yang rendah (hina). Karena dirimu sendiri memiliki kekurangan, maka kamu menyakiti orang lain, ini adalah suatu hal yang tidak boleh ditolerir (tidak boleh dilakukan) oleh para praktisi Buddhis.
Oleh karena itu, jangan terlalu meyakini pandangan diri sendiri, jangan terlalu membenarkan pemikiran diri sendiri, jangan menganggap bahwa apa yang saya lakukan sudah benar dalam masalah ini, saya berpendapat bagaimana, maka akan lebih sedikit menyesal, setidaknya penyesalan kamu akan berkurang. Karena jika kamu terlalu memandang penting pendapatmu sendiri, kamu pasti akan menyesal.
Kunci dalam menjalin relasi dengan orang lain adalah toleransi yang tak berbatas, jika tidak mampu bertoleransi, maka kamu tidak akan bisa menjalin hubungan dengan orang lain, jadi kita harus bisa bersabar. Yang diajarkan dalam Ajaran Buddha Dharma adalah suatu bentuk toleransi, yaitu suatu kesabaran. Bersabar dan tekun memajukan diri adalah suatu jasa kebajikan yang bisa membuat diri kita maju dengan sangat cepat, sewaktu seseorang mampu bersabar dan bertahan menghadapi kesulitan, maka jasa kebajikannya sangat besar. Tentu saja, jika bersikeras menahan diri sewaktu terdapat iblis atau halangan pada dirinya, juga tidak benar. Master datang ke dunia ini, bukan berarti terus-menerus mentolerir orang lain. Dalam membina pikiran, tetap harus ada beberapa batasan, dulu sila yang harus ditaati para biksu dan biksuni ada 300 macam lebih, coba kalian pikirkan, apakah para biksu dan biksuni ini masih bisa “bergerak”? Begitu banyak sila yang harus ditaati, sulit sekali untuk berjalan atau duduk atau melakukan apapun dengan benar. Hanya bisa melafalkan paritta dan membina pikiran dengan tulus dan jujur, begitulah hebatnya kekuatan sila.
Sedangkan kita para praktisi Buddhis awam yang membina diri di rumah, harus belajar menerima fitnahan orang lain, mengacuhkan orang lain yang menjelek-jelekkan diri sendiri, bagai membakar api ke atas langit yang akhirnya hanya membuat diri sendiri kelelahan, mendengarnya bagaikan meneguk embun manis, yang lenyap dan seketika itu juga tersadarkan. Biarkan saja orang lain membicarakan kebaikan atau keburukanmu, ini bagaikan membakar langit dengan api, hanya akan melelahkan dirinya sendiri. Jika orang lain memarahimu, atau menjelek-jelekkan dirimu maka kamu bagai meminum mata air yang segar. Ketika dirimu memiliki kekurangan, lalu tidak ada orang yang mengatakanmu, maka kamu tidak akan tahu. Tunggu saat ada orang yang memarahimu, baru tiba-tiba akan membuat kamu berpikir, apakah saya begini? Kalau begitu saya harus lebih hati-hati. Jika kamu berubah, bukankah ini seperti meminum embun manis yang segar? Kamu jangan pikirkan apakah yang dia katakan itu benar atau tidak, kalau benar maka berubah, kalau tidak, maka jadikan sebagai pendorong untuk diri sendiri, kamu harus memahaminya dalam sekejap, bagaikan es yang mencair. Saya tidak memikirkan hal ini, saya bisa melaluinya. Seperti banyak orang sebelum bertengkar, selalu memendamnya di hati, terus merasa tidak senang. Sampai pada suatu hari nanti, marah-marah, bertengkar, maka sudah selesai. Bukankah ini berarti esnya sudah mencair dan lenyap?
Anggap saja kata-kata buruk ini bagi kamu merupakan jasa kebajikan. Sewaktu orang lain memarahimu, maka kamu harus menganggapnya sebagai jasa kebajikan. Kamu harus berterima kasih kepada orang yang memarahimu. Dia sedang membantu kamu menunjukkan kekuranganmu, seperti Master yang mengkritik kalian para murid, bukankah Master sedang membantu menunjukkan kekurangan diri kalian? Bukankah berarti Master sedang menambahkan jasa kebajikan pada diri kalian? Jika kamu memperbaiki kekurangan ini, bukankah berarti kamu memiliki jasa kebajikan? Jika kamu tidak mengubah kekurangan ini, bukankah hal-hal yang dilakukan tidak ada jasa kebajikannya? Jangan karena fitnahan lalu melahirkan kebencian, dengan kata lain jangan karena orang lain mengatakan keburukan kamu lalu membuatmu merasa benci. Mampu menunjukkan kekuatan welas asih yang tiada taranya, dengan kata lain, karena dimarahi orang lain, membuat kamu melahirkan kekuatan welas asih dan kesabaran. Orang yang tidak dimarahi orang lain, tidak akan bisa memunculkan kekuatan seperti ini, semakin dimarahi orang lain, maka kekuatan welas asih dan kesabaran ini akan menjadi semakin kuat. Kesabaran seseorang itu dikumpulkan secara pelan-pelan.