32. Menggunakan Hati (Pikiran) Tathagata, Dalam Mempraktikkan Dharma dan Menyelamatkan Kesadaran Spiritual Semua Makhluk, Mampu Menelaah Nidana (Sebab-Musabab) Seseorang
Hari ini kita akan membahas tentang “hati Tathagata”, yang bermakna benar-benar nyata seperti Buddha. Pikiran atau hati Tathagata adalah pikiran Buddha dan Bodhisattva yang sesungguhnya, di dalamnya terdapat satu makna lainnya , yakni pikiran Tathagata adalah pikiran yang sesungguhnya(realitas), adalah pikiran nyata yang seperti pikiran Buddha, itulah pikiran Tathagata. Pikiran Tathagata adalah sesuatu yang sesungguhnya, yang nyata, dan yang tegar. Pikiran Tathagata sama sekali tidak memiliki keraguan terhadap sifat Kebuddhaan dan pikiran Buddha, di sini juga terkandung pikiran yang menyesuaikan jodoh, pikiran yang bersih dan tenang, juga pikiran Nibbana yang kekal. Dalam menekuni dan mempraktikkan Dharma, kita harus benar-benar mendalami sifat dasar dan pikiran yang seperti Buddha, yakni pikiran semula yang sesungguhnya kamu miliki yang sama seperti Buddha dan Bodhisattva, itu adalah sifat dasar, yaitu pikiran Tathagata. Kalian semua tahu, bahwa “Nibbana” berarti memandang dunia ini sebagai sesuatu yang tidak kekal, diri sendiri sudah tersadarkan secara spiritual, dan sepenuhnya memahami kebenaran dari dunia ini, pikiranmu akan sama seperti yang semula, itu adalah pikiran Tathagata.
Buddha dan Bodhisattva memberitahu kita, “Jangan mengatakan dengan jelas”, dengan kata lain, terhadap orang-orang yang tidak memiliki potensi kesadaran, jangan langsung membicarakan tentang Pintu Dharma ini, jangan memberitahu mereka dengan jelas, tidak boleh dikatakan secara gamblang, karena yang paling diperlukan dalam mempraktikkan Dharma dan membina pikiran adalah diri sendiri tersadarkan terlebih dahulu. Karena setelah kamu memberitahu dia tentang pintu Dharma ini, jika dia tidak menekuninya dengan baik, tidak membina diri dengan baik, tidak tersadarkan, maka akan berdampak lebih buruk terhadap dirimu. Cara yang terbaik adalah, diawali dari membuka kesadaran spiritual diri sendiri, kemudian membangkitkan potensi kesadaran mereka, kemudian biarkan mereka merasakan dan menyadarinya, lalu memahaminya, konten “memahami” di sini adalah benar-benar mengerti dari dalam lubuk hati, bukan karena orang lain yang memberitahumu, baru membuatmu mengerti. Contohnya, ketika diri sendiri memahami sesuatu hal, maka akan tiba-tiba menyadari sepenuhnya, namun jika karena orang lain yang memberitahumu selama seharian, maka walaupun memahaminya, juga tidak benar-benar paham, bukan pemahaman total yang menyeluruh, mengerti? Jika dia tidak bisa menerima perkataanmu, itu karena pemahamannya masih belum mencapai tingkat pemahaman kamu dalam kebenaran ini. Ketika pemahamannya mengenai prinsip kebenaran Dharma sudah setingkat dengan pemahamanmu, dia baru bisa mempercayai apa yang kamu katakan.
Master akan memberitahu kalian tiga cara, untuk mengajari diri kalian sendiri bagaimana agar bisa terbuka kesadarannya:
Pertama, berjalan di jalan Bodhisattva, dengan kata lain menjalani jalan yang sedang dijalani oleh Bodhisattva, jika Bodhisattva sedang menolong semua mahkluk, maka kita juga menolong orang-orang. Apabila Bodhisattva melakukan jasa kebajikan dan membuka kesadaran spiritual orang-orang, kita juga melakukan jasa kebajikan dan membuka kesadaran spiritual orang-orang. Jika Bodhisattva menaati sila dan membina sepuluh macam kebajikan, maka kita juga menaati sila dan membina sepuluh macam kebajikan, ini yang disebut dengan menjalani jalan Bodhisattva.
Yang kedua, mengumpulkan pahala kebajikan. Pahala kebajikan berbeda dengan jasa kebajikan, pahala kebajikan adalah melakukan kebajikan, dengan melakukan banyak perbuatan baik untuk memperbaiki karma diri sendiri. Akan tetapi perbuatan baik, tidak bisa melambangkan jasa kebajikanmu. Oleh karena itu, saat kita menasihati orang lain untuk menekuni dan mempraktikkan Dharma, harus diawali dengan membina pahala kebajikan, seseorang yang tidak bersedia melakukan perbuatan baik yang paling mendasar sekalipun, maka dia tidak akan melakukan jasa kebajikan. Apabila orang ini tidak mau melakukan perbuatan baik yang kecil, mana mungkin dia mau melakukan jasa kebajikan? Dia tidak akan mungkin melakukannya. Hanya pada saat akar kebaikan, kebijaksanaan, dan kekuatan konsentrasi, ketiga nidana ini sudah matang, baru bisa menjadi suatu jasa kebajikan yang sangat kuat, dengan kata lain, akar kebajikan dan sifat dasar seseorang yang paling penting, yakni orang ini memiliki sifat dasar dan hati nurani yang sangat baik, baru bisa memiliki persyaratan dasar untuk membina pikiran, kemudian pelan-pelan membina diri sampai terbuka kebijaksanaannya, baru bisa semakin mendekati pencerahan Dharma.
Yang ketiga, harus memiliki kekuatan konsentrasi. Banyak orang yang meneladani Bodhisattva sudah memiliki kebijaksanaan, namun mereka kurang memiliki kekuatan konsentrasi. Tahukah kalian, dari mana kekuatan konsentrasi berasal? Dia terbentuk dari melatih diri, setelah seseorang memiliki kebijaksanaan, maka dia harus memiliki kekuatan konsentrasi. Dalam menekuni dan mempraktikkan Ajaran Buddha Dharma, jika sampai pada akhirnya masih tidak memiliki kekuatan konsentrasi, maka dia tidak akan bisa mencapai kematangan Buddha, dengan kata lain, jika seseorang ingin mencapai tingkat kesadaran spiritual Buddha, maka pertama-tama, dia harus matang, “matang” atau pendewasaan ini seperti yang Master bahas dari kesadaran spiritual Bodhisattva tingkat pertama sampai tingkatan kesepuluh. Jika kamu ingin mencapai kesempurnaan Buddha, sewaktu dirimu sudah menjadi Bodhisattva, maka kamu harus memiliki kebijaksanaan dan kekuatan konsentrasi, juga harus memiliki sifat dasar, dengan memiliki ketiga persyaratan ini, kamu baru bisa melewati masa transisi dalam tingkat kesadaran Bodhisattva dengan sempurna, sampai pada akhirnya mencapai tingkat Kebuddhaan. Contohnya, orang ini sangat pintar, sangat pandai memperkenalkan Dharma kepada orang lain, bersedia melakukan jasa kebajikan, juga sangat bijaksana, mampu menenangkan diri sendiri, tidak terpengaruh oleh berbagai hal lainnya. Jika dia bisa terus membina dirinya seperti ini, maka pada dasarnya dia sudah menyempurnakan jalan Bodhisattva, namun kesempurnaan ini hanya bersifat relatif.
Bodhisattva memberitahu semua makhluk, untuk bisa mengamati nidana (sebab-musabab), kamu harus belajar mengamati dan menelaah sebab-musabab orang lain. Contohnya, hari ini hubungan orang ini dengan orang itu sangat buruk, hubungan mereka sangat tidak menyenangkan. Maka pertama-tama, kamu harus bisa melihatnya, mengamati nidana dan balasan karma kedua orang ini, ini yang dinamakan menelaah dan mengamati nidana dengan cermat. Banyak orang yang tidak mengerti hal ini, ketika orang tua sedang bertengkar, anak ini malah sengaja menyela, pada akhirnya tamparan pada mulutnya tidak terelakkan, ini karena dia tidak bisa menelaah dan mengamati nidana orang lain. Sewaktu kita menolong kesadaran spiritual orang lain, kita juga harus bisa menelaah dan mengamati nidana, kamu ingin menyelamatkannya, maka pertama kamu harus melihat sebab-musabab orang ini denganmu, apakah dirimu memiliki jodoh untuk memperkenalkan Dharma kepadanya dan menolong jiwanya. Apabila orang ini sangat membencimu, tidak mau mengindahkanmu, lalu kamu malah membicarakan Dharma kepadanya, bukankah ini sama saja dirimu “membenturkan diri ke paku” – mencari masalah sendiri? Apabila orang lain sebal begitu melihatmu, apakah saat ini kamu bisa menyelamatkan jiwanya? Jika nidana ini sudah matang, maka kamu bisa langsung mengatakan kepadanya. Contohnya, orang ini pernah menekuni Dharma, maka kamu bisa langsung memberitahunya, langsung membabarkan Dharma kepadanya. Karena Master memiliki kemampuan untuk menerawang totem, maka Master bisa mengatakannya secara langsung, tentu saja Master memberikan wejangan langsung jauh lebih baik daripada kalian, karena kalian tidak bisa melihat nidananya, hanya bisa mengatakan kalian harus membina diri dengan baik-baik, mungkin saja orang lain akan mengatakan, “Kamu belum tentu membina diri lebih baik daripada saya.” Oleh karena itu kalian harus bisa mengamati nidana orang lain.
Selanjutnya, Master melanjutkan pembahasan dengan kalian, jika kalian tidak bisa mengamati nidana orang lain, memberikan wejangan secara langsung, maka ini bisa menyakiti orang-orang yang jodohnya belum matang. Jika saat nidana orang ini belum tiba, lalu kamu langsung mengatakan kepadanya apa yang seharusnya dia lakukan, maka sesungguhnya kamu sudah mencelakakannya. Contohnya, kamu menasihatinya, namun dia tidak mau mendengarnya, walaupun dia tidak mengatakannya, namun hatinya sudah merasa tidak senang, dalam pikirannya akan terlahir suatu pemikiran, maka sesungguhnya kamu sudah mencelakakan dia dengan membuatnya menciptakan karma buruk melalui pikiran, dalam hati dia membencimu, kemudian dia bicara sembarangan, maka ini berarti kamu sudah menciptakan karma buruk yang lebih besar. Dia melakukan karma buruk, kamu juga melakukan karma buruk, oleh karena itu, jangan membabarkan Dharma kepada orang yang jodohnya belum tiba, kita tidak berdaya. Bahkan Buddha dan Bodhisattva sekalipun tidak bisa menyelamatkan jiwa semua makhluk, terlebih lagi kita sebagai manusia biasa? Kalian hanya bisa memilih buah-buah yang sudah matang untuk dipetik, tidak boleh memetik buah-buahan yang belum matang, prinsipnya sama saja. Ada sebagian orang yang sama sekali tidak terbuka pikirannya, jika kamu membicarakan Dharma kepadanya, kemudian dia malah akan memarahimu, dan kamu kembali menciptakan karma buruk. Karena mereka masih belum memiliki akar kebaikan dan pahala kebajikan yang mencukupi, ini seperti seseorang yang masih belum bisa makan kenyang dan tidak memiliki pakaian yang cukup menghangatkan, kemudian kamu berkata kepadanya: Bagaimana jika kamu keluarkan sebagian uangmu untuk investasi? Dia tidak memiliki jodoh ini, bagaimana dia bisa berpartisipasi dalam investasi ini? Benar tidak? Ini namanya melihat jodoh, lagipula jodohnya harus mencukupi, kamu baru bisa menolongnya.
Selain itu, jika karma orang ini masih belum matang, kamu tidak boleh mengatakan tentang kebenaran alam dharma ini secara langsung kepadanya, dengan kata lain, ketika orang ini tidak memahami apapun, maka kamu tidak boleh memberitahunya tentang kebenaran dunia ini. Contoh, banyak orang yang merasa puas dengan kehidupannya, selain itu mereka juga merasa kalau hidup ini sangat menyenangkan, sepanjang hari minum minuman keras dan makan daging, menari dan bernyanyi, merasa dirinya punya banyak uang. Jika saat ini kamu mengatakan kepada mereka: bila kalian terus terpuruk seperti ini, maka tidak akan bisa naik ke Alam Surga, tidak bisa pergi ke Alam Sukhavati, akan terjerumus dalam tumimbal lahir enam alam, merasakan penderitaan yang tiada habisnya. Mungkin mereka akan segera menampar muka kamu, dan mengatakan kalau kamu tidak waras. Ini karena jodoh mereka masih belum tiba, oleh karena itu, kita tidak boleh mengatakan kebenaran dari alam Dharma ini kepada orang-orang yang belum matang jodohnya, mengatakan kebenaran yang sesungguhnya dari dunia ini, rupa dunia ini yang sesungguhnya, karena dunia ini tidak kekal, apapun tidak bisa terbawa lahir dan dibawa mati, inilah kebenaran yang sesungguhnya.
Karena jodoh mereka belum tiba, maka tidak bisa terlahir suatu kedamaian dan kesabaran di dalam pikirannya. Contoh, seorang bos yang sedikit kaya, hari ini ingin berinvestasi, besok berpikir untuk melakukan ini, lalu berpikir untuk melakukan itu, setiap hari berpikir terus-menerus, setiap hari mengambil resiko, maka selamanya mereka tidak akan merasakan kedamaian (keselamatan). Ingatlah, tidak peduli apapun yang dilakukan, diri sendiri harus selamat dan damai, harus bisa bersabar, keselamatan adalah pahala, jangan pernah serakah, karena asal serakah pasti akan memunculkan bahaya. Selamanya kita harus selalu memiliki sebuat hati yang damai dan selamat, tidak peduli dalam mengerjakan apapun, bisa berhasil atau tidak, kita harus bersabar, belajar untuk bersikap tidak masalah, dan menyesuaikan segalanya dengan jodoh.
Mempelajari Ajaran Buddha Dharma harus melatih kesadaran spiritual, harus menghilangkan ketamakan, kebencian, dan kebodohan spiritual, tetap tenang dalam menghadapi situasi apapun. Orang-orang yang memiliki jodoh baru bisa diselamatkan jiwanya, ketekunan sendiri ditambah dengan berkat kekuatan dari Master, pembinaan kalian baru bisa membuahkan hasil, baru bisa berhasil. Jika Master sekuat tenaga memberikan berkat, namun kamu tidak melafalkan paritta, maka tetap tidak bisa mengubah nidanamu. Jika orang yang mendengarkan Ajaran Buddha Dharma tidak memiliki akar kebaikan yang mencukupi, yakni tidak memiliki akar kebaikan yang sangat baik, tidak memiliki pahala kebajikan yang sangat baik, maka orang-orang itu akan memfitnah kamu, menjelek-jelekkan kamu, menciptakan halangan karma buruk terhadap misi Bodhisattva di masa depan, dengan kata lain menimbulkan halangan karma buruk terhadap misi pembabaran Dharma Bodhisattva sekarang dan di masa depan nanti di dunia ini. Contoh, orang-orang yang jodohnya belum matang, maka didiamkan terlebih dahulu, tunggu sampai Master yang menyadarkan mereka, maka ini akan lebih sempurna. Karena jika kalian yang memperkenalkan Dharma kepada mereka, dan mereka tidak percaya, sebaliknya malah sangat membenci kalian, mereka akan merasa “Xin Ling Fa Men bagaimana dan bagaimana …”, maka sewaktu Master membabarkan Dharma kepada mereka, di dalam hati mereka sudah terdapat suatu halangan, ini akan menciptakan halangan karma buruk, karena sudah ada satu kesan awal, “Saya tidak senang, saya tidak mau mendengarnya”, sebenarnya saat kamu memperkenalkan Dharma kepadanya, kamu telah menyentuh karmanya, dia sebenarnya tidak percaya, namun kamu yang memaksanya untuk percaya, maka ini membuat halangan berubah menjadi halangan karma buruk. Saya akan melanjutkan bahasan ini di pertemuan berikutnya.