22. Metode Terbaik Melafalkan Paritta Adalah “Ketulusan”, Membina Pengendalian Pikiran Adalah “Kemurnian” 念佛妙法是“诚”,意念修养是“纯”

22. Metode Terbaik Melafalkan Paritta Adalah “Ketulusan”, Membina Pengendalian Pikiran Adalah “Kemurnian”

Selanjutnya, saya akan membahas tentang, membabarkan Dharma harus setara, kesetaraan ini seperti saya membabarkannya kepada Anda, lalu Anda membabarkannya kepada dia, dengan kata lain pembabaran Dharma di antara orang yang satu dengan yang lain itu mutlak setara, keyakinan dan pemahaman yang dibabarkan juga setara. Akan tetapi, jika orang ini bahkan tidak mempercayai Bodhisattva, bagaimana mungkin Anda bisa setara dengannya? Maksud setara di sini seperti, Anda dan saya memiliki karakter yang setara, Anda dan saya memiliki kemampuan pemahaman yang setara, Anda dan saya juga memiliki konsep pemikiran yang setara, apa yang Anda yakini sama dengan apa yang saya percaya, kepercayaan, keyakinan, konsep pemikiran kita setara, maka Anda baru bisa membabarkan Dharma kepada orang tersebut. Ketika sudah terdapat kesetaraan, ada satu kata yaitu “memberi secara diam-diam”, yakni berkorban secara diam-diam, saat menolong orang lain kita akan berkorban secara diam-diam, dengan kata lain memberikan ketulusan dan niat hati Anda secara diam-diam, inilah yang dinamakan dengan kesetaraan dalam pembabaran Dharma yang sesungguhnya.

Ketika sudah mendapatkan (mengenal) Ajaran Buddha Dharma, kita baru bisa membahas tentang tingkat kesadaran spiritual perorangan, kesadaran spiritual Anda hanya bisa ditingkatkan melalui mempraktikkan ajaran Buddha dan melafalkan paritta. Setelah kesadaran spiritual meningkat, kita baru bisa terbebas dari kerisauan. Jika Anda setiap hari memikirkan kerisauan, maka pikiran Anda akan dipenuhi dengan kerisauan, karena kerisauan ini terlahir dari pemikiran Anda sendiri. Ada banyak orang yang belum memiliki kerisauan namun sudah mulai memikirkan kerisauan. Apabila Anda sepanjang hari memikirkan kerisauan, maka kerisauan itu pun akan “memikirkan” Anda dan menghampiri Anda. Setelah pikiran kita dipenuhi dengan kerisauan, maka kita tidak akan bisa tenang. Coba kalian pikir, bila seseorang tidak bisa menenangkan dirinya, bagaimana mungkin dia bisa membabarkan Dharma? Kesetaraan adalah kesetaraan pandangan, kesetaraan wawasan, yakni semua orang memiliki pandangan pengetahuan dan wawasan yang setara, dengan kata lain pikiran orang yang satu dengan yang lain semuanya setara, hanya pada saat pikiran Anda dengan pikirannya semuanya setara, Anda baru bisa membabarkan Dharma, baru bisa menerima Dharma.

Halangan karma buruk pada tubuh seseorang sudah terbentuk dari karma-karma yang menumpuk dari kehidupan sebelumnya, begitu ada orang yang “menyulutnya”, maka dia akan segera “meledak” – teraktivasi. Jika kita mengumpamakan halangan karma buruk sebagai bubuk mesiu, karena halangan karma buruk terdapat pada tubuh setiap orang, selain itu sudah tersimpan banyak sekali faktor yang membahayakan di dalamnya, maka “percikan api” sekecil apapun akan menyebabkan halangan karma buruk ini mencuat keluar. Jika yang terdapat dalam tubuh Anda adalah elemen-elemen yang bersih, maka disulut seperti apapun, juga tidak akan meledak. Contohnya, setiap hari Anda ingin menjadi orang kaya, akan tetapi Anda sendiri tidak memiliki faktor dasar untuk mewujudkan hal ini, maka Anda tidak akan bisa menjadi orang kaya. Apabila tubuh Anda dipenuhi dengan faktor-faktor yang tidak baik, maka begitu orang lain mengkritik Anda, bisa segera berpengaruh buruk pada diri Anda. Oleh karena itu, dari dulu sampai sekarang dikatakan, perkataan yang baik tidak akan terwujud, perkataan buruk pasti akan terjadi.

Kesetaraan dalam membina Dharma, adalah membina pengendalian jiwa, ketika pemikiran seseorang sudah mencapai suatu tingkatan tertentu, maka akan terlahir suatu elemen, yang disebut sebagai pengendalian diri. Semakin tinggi kesadaran spiritual seseorang, maka dia akan memiliki pengendalian diri yang semakin tinggi. Orang-orang yang suka sembarangan meludah atau sembarangan mengambil barang kepemilikan masyarakat, menurut kalian, apakah mereka memiliki pengendalian diri yang baik? Pengendalian diri mereka sangat rendah, pandangan dan wawasan mereka juga sangat rendah, karena kesadaran spiritual mereka belum sampai, oleh karena itu, mereka beranggapan tidak apa-apa melakukan hal-hal tersebut, orang-orang yang berpandangan seperti ini, juga akan terlahir suatu elemen di dalam pikirannya, dan itu adalah “sampah”.

Sekarang Master akan membahas tentang metode yang baik dalam melafalkan paritta, mengapa sama-sama melafalkan paritta, namun ada sebagian orang yang langsung bisa menerima hasilnya begitu melafal, sementara ada sebagian orang lain yang tidak merasakan hasil apapun? Karena ada metodenya.

Pertama, membina diri meninggalkan keduniawian semuanya didasari oleh ketulusan hati, ketulusan hati bisa mengikis buah karma buruk, mengembangkan akar kebaikan. Kunci utama dalam membina pikiran dan melafalkan paritta adalah ketulusan hati, dasar yang paling penting adalah satu kata – “tulus”, jika seseorang tidak memiliki ketulusan hati, bagaimana mungkin dia bisa melafalkan paritta dan membina pikirannya? Ketulusan hati bisa mengikis buah karma buruk, seseorang yang setulus hati melafalkan paritta, maka begitu ia melafalkan paritta, bisa menghapus banyak sekali buah karma buruknya. Ketika melafalkan paritta, kita harus menggunakan hati yang paling tulus untuk melafalkannya, ini bisa mengembangkan akar kebaikan Anda, dan menambah kebijaksanaan Anda.

Kedua, memadamkan kerisauan dan melupakan jodoh, sepenuh hati fokus dan berpemikiran bersih. Dengan kata lain, ketika sedang melafalkan paritta, kita harus memadamkan seluruh kerisauan dan kekhawatiran, melupakan berbagai macam jodoh, tidak peduli apapun hubungan orang ini dengan Anda, segala jodoh, semuanya harus dilupakan. Dengan begitu, Anda baru bisa mencapai ketulusan hati dan berpemikiran bersih, karena ketika Anda mampu memadamkan kerisauan dan melupakan jodoh, sepenuhnya terhanyut dalam Buddha Dharma, maka Anda akan fokus dan berpemikiran bersih, Anda hanya memiliki satu pemikiran saja, yakni satu pemikiran yang sangat bersih, ini yang dinamakan melafalkan sepenuh hati dan berpemikiran bersih. Kemudian seperti mendengar suara suci, mendengar sendiri suara Buddha Dharma, suara merdu dari Surga, seperti mendengar suara Guan Shi Yin Pu Sa, melihat wajah Guan Shi Yin Pu Sa yang berbicara kepada Anda, sesungguhnya ini adalah mendengarkan langsung suara Bodhisattva.

Ketiga, menyelami dan mencapai kebijaksanaan Buddha, bersamaan juga menemukan jalan kebenaran. Dengan kata lain, Anda sudah menyelami dan menguasai kebijaksanaan sampai tingkat Buddha dan Bodhisattva, selain itu Anda juga menemukan jalan (cara) mencapai penerangan sempurna, Anda sudah bisa melafalkan paritta sampai kesadaran spiritual Anda menyatu dengan Bodhisattva, pada saat ini, Anda baru bisa menguasai kebijaksanaan Bodhisattva. Membina pikiran sampai mencapai kesadaran spiritual yang setara dengan Bodhisattva, Anda baru bisa menyelami dan menguasai kebijaksanaan Buddha, dengan sendirinya menemukan jalan kebenaran, dengan sendirinya di sini berarti “berbarengan”, “secara bersamaan”.

Keempat, ketulusan yang tertinggi akan membuat Anda tiba-tiba memahami segalanya. Dengan kata lain, sewaktu Anda melafalkan paritta dengan tulus, pikiran Anda sepenuhnya percaya kepada Buddha dan Bodhisattva, tidak ada pemikiran liar sedikit pun, maka tiba-tiba Anda bisa memahami segalanya, semuanya bisa dimengerti dan masuk akal. Itulah mengapa, dalam mempraktikkan ajaran Buddha, “kesadaran” sangat penting.

Dengan didasari dengan ketulusan hati, menghilangkan buah karma buruk, mengembangkan akar kebaikan; memadamkan kerisauan dan melupakan jodoh, sepenuh hati melafalkan paritta dengan pemikiran yang bersih; menyelami dan menguasai kebijaksanaan Buddha, secara bersamaan menemukan jalan kebenaran; dengan ketulusan yang murni, tiba-tiba menyadari segalanya, inilah metode terbaik dalam melafalkan paritta.

Jika orang yang benar menggunakan metode yang sesat, maka metode sesat itu pun akan menjadi benar. Apabila orang ini adalah orang yang benar, walau dia melakukan hal-hal yang menyimpang dari Pintu Dharmanya, namun yang dikatakannya tetap adalah hal yang benar.  Sedangkan seseorang yang sesat walau menjalankan metode yang benar, maka metode yang benar sekalipun akan menjadi sesat. Bukankah Ajaran Buddha Dharma itu benar? Lalu mengapa bisa tercipta aliran yang sesat? Mengapa bisa muncul iblis yang menyesatkan? Apakah kalian bisa mengerti? Jalan kebenaran yang dijalani oleh seseorang yang sesat bisa berubah menjadi jalan sesat. Kalian harus selalu ingat, menjalani pembinaan diri dalam Dharma harus memiliki perilaku dan tindakan yang benar, ketika Anda sudah tidak berperilaku benar, maka walaupun Dharma yang Anda terapkan adalah ajaran yang benar, namun apa yang Anda katakan tetap adalah hal yang sesat. Contohnya, seseorang yang sesat mempraktikkan Ajaran Dharma yang benar, maka ajaran yang benar juga akan menjadi ajaran yang sesat, karena pikirannya itu sesat, dia membabarkan ajarannya dengan pemikiran yang sesat, dia akan memiliki pemikiran, menggunakan perkataan Bodhisattva untuk menyerang orang lain, dia bisa menggunakan satu demi satu sila Bodhisattva untuk menyudutkan orang lain, maka ini pada dasarnya sudah menyimpang dari Ajaran Buddha Dharma. Dalam mempraktikkan Ajaran Buddha Dharma, kita tidak seharusnya mengatakan keburukan orang lain, terlebih lagi tidak seharusnya kita memanfaatkan sila Bodhisattva untuk menyudutkan orang ini atau orang itu. Sewaktu batin Anda dipenuhi dengan kegelapan, maka walaupun Anda diterangi oleh cahaya, namun batin Anda akan tetap gelap; ketika batin Anda bersinar terang, meskipun Anda berada di dalam kegelapan, namun batin Anda tetap akan bercahaya.

Sebelum ada saya, siapakah saya? Sewaktu saya belum dilahirkan, siapa itu saya? Ketika saya dilahirkan, saya itu siapa? Tunggu sampai Anda sudah dilahirkan, siapa pula Anda?  Apakah Anda tahu siapa Anda di kehidupan sebelumnya? Siapakah Anda di dua kehidupan yang sebelumnya? Apakah setelah tumbuh dan dewasa, Anda adalah diri Anda? Apakah orang yang menjadi dewasa itu menjadi saya? Apakah itu saya? Saya itu siapa? Masih belum mengerti siapakah diri Anda sendiri? Maka sampai pada akhirnya, sewaktu memejamkan kedua mata dengan samar-samar, siapa itu juga? Ketika hampir meninggal, kedua mata terpejam, saat apapun tidak bisa melihat dengan jelas, siapakah juga Anda? Manusia dari lahir sampai mati, seumur hidupnya hidup dalam ketidakjelasan, kehidupan kita akan segera berakhir, coba pikirkan, perasaan seperti apa ini? Oleh karena itu dikatakan, bahkan diri kita sendiri pun tidak mengetahui siapa jati diri sendiri, manusia datang ke dunia ini adalah tamu sementara yang mampir dengan tergesa-gesa, ia datang dan pergi dengan tergesa-gesa, oleh karena itu, kita harus mencari kebenaran yang nyata.

Seorang praktisi Buddhis harus belajar untuk diam, keheningan adalah jawaban terbaik bagi fitnahan. Ketika orang lain memfitnah Anda, maka jawaban terbaik yang bisa Anda berikan adalah diam. Meneladani Bodhisattva, kita harus bisa berdiam diri, tidak bicara, akan tetapi banyak orang yang tidak bisa berdiam diri, bahkan berdiam diri dalam mempraktikkan ajaran Buddha juga hanya berpura-pura saja, sesungguhnya yang dinamakan berdiam diri dalam mempraktikkan ajaran Buddha adalah dengan menghilangkan jodoh buruk dari dalam hati, keheningan dalam mempraktikkan Dharma sama seperti Bodhisattva, maha welas asih, berhati lapang dan luar biasa tolerir, menyelamatkan semua makhluk menyesuaikan jodohnya. Coba kalian lihat, apakah Bodhisattva itu hening (diam)? Bodhisattva melihat kita dengan sangat jelas, mengetahui segala perilaku dan perbuatan kita setiap orang, walaupun Bodhisattva tidak berbicara, Bodhisattva sangat hening, akan tetapi sangat berwibawa, oleh karena itu kita sebagai manusia juga harus memiliki wibawa, jangan takut akan apa yang dikatakan orang lain, Anda sendiri memiliki wibawa, Anda sendiri harus berdiam diri.

Ada satu pepatah yang berbunyi, “diam adalah emas”, terlalu banyak bicara akan menyebabkan kegagalan yang semakin besar. Kegagalan banyak orang dalam hidupnya seringkali disebabkan oleh ucapannya, banyak orang tidak bisa berdiam diri, setelah mengerjakan sesuatu lalu suka mengumbarnya, tidak peduli hal yang dikerjakannya itu baik maupun buruk, semuanya suka diceritakan pada orang lain. Ingatlah membina pikiran dan melakukan jasa kebajikan dalam mempraktikkan ajaran Buddha, harus dilakukan secara diam-diam, semua orang akan berterima kasih pada Anda.

Kita harus meneladani keheningan Buddha dan Bodhisattva, melatih kekuatan konsentrasi diri sendiri, bisa membuat kita tetap tidak terpengaruh dalam mempraktikkan ajaran Buddha walaupun berada di tengah kekacauan, tidak mundur di tengah kesulitan, akan tetapi ini sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu, kita harus melatih kekuatan konsentrasi diri sendiri, kita harus bisa menenangkan diri sendiri, agar dalam proses praktik ajaran Buddha, sekalipun Anda berada di tengah kekacauan, namun Anda tetap tidak terpengaruh, belajar untuk tidak tergoyahkan, jangan biarkan pikiran kita berubah mengikuti keadaan. Tidak mundur sekalipun walau berada di tengah kesulitan, dengan kata lain, baik di dalam kesulitan maupun kelancaran, pikiran kita tetap stabil, ini adalah salah satu dasar dalam mempraktikkan ajaran Buddha.