Menekuni Dharma Harus Bisa Bertoleransi
Hari ini Master akan membahas tentang “toleransi”. Seseorang harus bisa bertoleransi. Apakah itu toleransi? Toleransi adalah sebuah pusaka, apabila seseorang bisa menggunakan pusaka ini dengan baik, maka dia bisa menghapus banyak kerisauan di dunia ini. Kekurangan manusia adalah tidak bisa menoleransi semua makhluk. Kamu tidak bisa memaafkan orang lain, maka sesungguhnya akan muncul kerisauan pada dirimu. Oleh karena itu, toleransi harus tak berbatas dan tak berujung. Dengan kata lain, ketika hati seseorang mampu memaafkan orang lain, bukan hanya suatu hal atau suatu waktu yang khusus, melainkan harus toleransi yang tak berbatas dan tak berujung. Contoh sederhana: terhadap anak sendiri, mengapa kalian bisa begitu toleransi? Sedangkan terhadap suami atau istri sendiri, tetangga, orang-orang di tempat kerja dan di kantor, mengapa kalian sulit untuk bertoleransi? Bahkan kalian tidak bisa menoleransi orang yang menyerobot jalur mobilmu di jalan raya. Oleh karena itu, toleransi harus tak berbatas dan tak berujung, karena segala benda-benda di dunia ini, dia bagaikan sebuah kekosongan, sedangkan kekosongan ini adalah palsu, adalah kosong. Kalau begitu, berarti kamu marah-marah pada hal-hal yang kosong ini, benda-benda yang palsu ini, kamu tidak bisa menoleransi mereka, tidak bisa memaafkannya, kamu masih cemburu padanya, maka kamu seperti meniupkan sebuah gelembung sabun di dunia ini, kamu ingin menangkap gelembung ini, namun dia akan lenyap dengan cepat. Oleh karena itu, kita harus bisa menaungi segala fenomena. Dengan kata lain, hidup di dunia ini, kita yang hidup di tengah kepalsuan yang kosong, terhadap segala fenomena, kamu harus bisa menoleransinya.
Hari ini orang lain memberimu makanan lebih banyak, memberi dia makanan lebih sedikit, hari ini orang ini senang, besok orang itu tidak senang, dan lain-lain, semua ini harus ditoleransi, oleh sebab itu, disebut sebagai “puluhan ribu fenomena – segala fenomena”? Apa yang disebut sebagai “segala fenomena”? Ini adalah perumpamaan yang bagaikan sepuluh ribu fenomena. Orang yang bertoleransi, apa maksudnya? Jika orang ini bisa menoleransi orang lain, berarti ia adalah orang yang tersadarkan; jika orang ini bisa memaafkan orang lain, maka orang ini adalah orang yang tersadarkan. Banyak orang hidup di dunia ini seumur hidup tidak mampu menoleransi orang lain, oleh karena itu, seumur hidupnya, dia tidak bisa menjadi orang yang tersadarkan. Kalian sekarang belajar dengan Master sampai hari ini, bisa atau tidak menoleransi orang lain? Ada orang yang bahkan terhadap suaminya sendiri juga tidak bisa menoleransi, terhadap anaknya sendiri juga tidak bisa menoleransi, terhadap segala hal yang dilakukannya, dia pun tidak bisa menoleransi. Menurutmu, apakah dia termasuk orang yang tersadarkan? Kita harus mendisiplinkan diri sendiri, dengan kata lain, menerapkan sila pada diri sendiri dengan sangat disiplin. Yang tidak seharusnya saya lakukan, maka sama sekali tidak boleh dilakukan; yang tidak seharusnya saya pikirkan, maka sama sekali tidak boleh dipikirkan, diri sendiri harus menjalankan sila dengan sangat disiplin. Kita harus memperlakukan orang lain dengan lebih toleran, yakni memperlakukan orang lain harus dengan lebih baik dan lebih sabar, terhadap semua makhluk harus bisa lebih toleran. Asalkan bisa menyelamatkan semua makhluk, maka kita harus bisa melepaskan diri sendiri. Semua orang yang bisa melepaskan dirinya sendiri, berarti orang ini bisa menolong semua makhluk. Jika orang ini sangat egois, tidak bisa menoleransi orang lain, lalu bagaimana dia bisa menyelamatkan semua makhluk?
Coba kalian semua renungkan sejenak, kalian setiap orang yang menolong orang-orang dalam keluarga sendiri pun tidak menolongnya dengan tangan terbuka. Pintu Dharma yang begitu baik sudah ada di tangan, namun masih ada orang justru tidak mau menolong keluarganya sendiri. Mengapa? Karena kakak ini pernah bersikap buruk terhadap saya, karena kakak ini pernah bertengkar dengan saya, karena ibu pernah dengan tidak sadar menjahati saya … Semua ini menunjukkan kalau dia belum tersadarkan, dia masih belum bisa menoleransi orang lain, dia juga tidak bisa menyelamatkan semua makhluk. Berapa banyak kesalahan yang pernah kita lakukan? Mengapa Bodhisattva bisa begitu menoleransi kita? Oleh karena itu, kalian harus mengerti, kita harus bisa menerima, menoleransi dan memaafkan segalanya. Terhadap segala hal, semua yang ada di dunia ini, semua makhluk yang berperasaan, termasuk binatang, baik jodoh baik maupun jodoh buruk, semuanya harus bisa kita toleransi. Hari ini di keluargamu bertambah satu orang baru, baik orang ini datang untuk menagih hutang karma maupun untuk membayar hutang karma, kamu sebagai seorang ibu, apakah bisa segenap hati memperlakukannya dengan baik? Apakah karena kamu yang melahirkan anak ini, lalu dia datang untuk menagih hutang karma, jadi kamu membuangnya? Ini namanya menerima. Akan tetapi kekurangan manusia adalah bisa menerima diri sendiri, namun tidak bisa menerima orang lain, ini sangat repot, ini adalah kekurangan. Oleh karena itu, baik jodoh baik maupun jodoh buruk, tidak boleh tidak berjodoh. Jadi baik jodoh yang baik maupun jodoh yang buruk, dia pasti berjodoh. Jika orang ini tidak berjodoh denganmu, maka maaf, Buddha dan Bodhisattva kita mengatakan “tidak menolong yang tidak berjodoh”, maka orang ini tidak ada harapan untuk sementara waktu. Anak-anak di rumahmu baik berjodoh buruk denganmu, atau ayah ibumu berjodoh baik denganmu, semuanya bisa kamu selamatkan. Yang paling ditakutkan adalah tidak memiliki jodoh ini, maka kamu pun tidak bisa menyelamatkannya, maka dinamakan “tidak menolong yang tidak berjodoh”.
Kita harus bisa menangkal ketidaktahuan. Apakah yang disebut sebagai “ketidaktahuan”? Master sudah membahasnya banyak kali dengan kalian, yakni pikiran yang tidak memahami prinsip kebenaran. Pikiran orang ini tidak jernih, maka pikirannya pasti kacau-balau. Seseorang yang tidak memahami pikirannya sendiri dan menemukan sifat dasarnya, maka pikirannya pasti kacau-balau, tidak memahami hati nuraninya, menggunakan pikiran jahat, niat buruk, namun tidak memahami apapun, orang seperti ini tidak memahami cara berperilaku dan menjalin relasi dengan orang lain di dunia ini, ini yang disebut sebagai ketidaktahuan. Oleh karena itu, di dalam ini terkandung, cinta, ketamakan, ketidaktahuan, kerisauan. “Cinta”, apakah dunia ini bisa terlepas dari cinta? “Cinta” di sini tidak merujuk pada cinta di antara pasangan, melainkan cinta persahabatan, cinta antara teman sekolah, cinta antara orang tua dengan anak, cinta dari tetua dan guru, cinta di antara rekan kerja di dunia ini … Semua cinta ini, apakah kita bisa meninggalkannya? Seumur hidup, kita tidak akan bisa meninggalkannya. Ada orang yang bekerja di rumah orang lain sebagai pembantu rumah tangga, bosnya ini sangat baik terhadap si tante, dan tante ini juga dengan tulus baik terhadap majikannya, pada akhirnya mereka menikah menjadi suami istri. Ada juga yang seumur hidup baik padanya, karena perasaan cinta yang terlalu dalam. Semua ini adalah suatu “cinta” yang ada di Alam Manusia. Sebelum kata “cinta” ini, perlu ditambahkan satu kata, yang dinamakan sebagai “jodoh cinta”.
Dengan memiliki jodoh ini, kamu baru bisa mencintai; jika tidak ada jodoh ini, kamu tidak akan bisa mencintainya. Oleh karena itu, manusia seumur hidupnya tidak bisa meninggalkan satu kata“cinta”. Kalian mencintai Bodhisattva, apakah juga “cinta”? Mencintai anak, bukankah juga cinta? Mencintai istri, atau mencintai suami, bukankah juga cinta? Bahkan terkadang kalian merasa orang ini terlalu baik terhadap kamu, dalam satu hal dia juga membantumu banyak sekali, kamu pun cinta sekali padanya. Di saat kamu paling susah, jika kamu tinggal sendirian di Australia dan tidak bisa terus tinggal, kamu mencari agen, lalu agen ini berusaha keras membantumu, benar-benar tulus, selain itu tidak menerima sepeser pun uang kamu, sampai pada akhirnya, karena perasaan terima kasih kamu pun mencintainya. Cinta yang paling cepat, yakni pergi dengan grup wisata, bertamasya 8-10 hari. Ada wanita sendirian membawa seorang anak kecil, Master pernah melihat kejadian seperti ini, yang pria membantu dan memperhatikannya dengan seksama, walaupun dikatakan seperti pemandu wisata, namun di dalam 7-8 hari ini, wanita itu jatuh cinta dengan sangat mendalam padanya. Coba kamu pikirkan, bagaimana mungkin seseorang tidak ada cinta? Cinta, semuanya terjadi dalam ketidakjelasan. Cinta yang tidak jelas dinamakan cinta yang membingungkan.
Yang kedua, saya akan membahas tentang “ketamakan” atau keserakahan. Menurut kalian, apakah dunia ini bisa bebas dari ketamakan? Hari ini keadaan saya sudah cukup baik, tetapi saya ingin lebih baik lagi; rumah saya sudah cukup besar, tetapi saya masih ingin yang lebih besar lagi; uang saya sudah cukup banyak, tetapi saya masih menginginkan yang lebih banyak … semua ini adalah ketamakan, setelah tamak maka kamu akan kehilangan pemahaman. Hari ini Master pergi membuka resep, ada seorang dokter yang memberitahu saya, demi uang, ada dokter yang tidak mau menyembuhkan penyakit pasiennya. Orang yang sudah jelas hanya patah tulang kakinya, malah dikatakan kalau pinggangnya tidak bagus. Karena dia setiap hari menginginkan uang, pikirannya dipenuhi dengan uang, sewaktu dia sedang memeriksa penyakit orang lain, malah sambil bermain handphone menanyakan harga saham. Menurutmu, apakah dokter seperti ini bisa menyembuhkan penyakit orang lain? Mendengar hal ini bisa membuat orang-orang merasa sangat kecewa, rasanya orang seperti ini benar-benar tidak bisa tertolong lagi. Demi uang bisa melakukan segalanya. Ini namanya tamak. Setelah tamak, maka akan terlahir ketidaktahuan. Apakah “ketidaktahuan” itu? Ketidaktahuan berarti seseorang yang sudah mulai tidak memahami segalanya. Kemudian, dia akan mulai merasa risau. Jika tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya, bukankah ini akan membuatnya mulai risau? Jika tidak mengerti, bukankah dia akan mulai risau? “Mengapa orang-orang membicarakan saya? Saya merasa tidak senang.” Bukankah ini berarti kamu sudah mulai merasa risau? Oleh karena itu, kalian harus memahami bahwa, toleransi kita tidak bisa dibangun di atas dasar keakuan. Dengan kata lain, jika kamu memaafkan orang lain, namun kamu masih terus memikirkan diri sendiri, maka kamu tidak akan bisa memaafkannya dengan tulus. Contoh sederhana, jika kamu memaafkan dan didasari dengan keakuan, “Saya sudah memaafkan kamu, saya sudah cukup baik kepadamu”, apakah ini namanya memaafkan? Dia merasa dia sudah memaafkan, “Saya tidak memperhitungkan masalah ini denganmu.” Karena di sini ada kata “Aku”, apakah menurutmu, ini termasuk memaafkan? Kamu masih mendasarinya dengan keakuan. Oleh karena itu, sikap toleransi seperti ini bukanlah toleransi berdasar cinta yang universal, bukan cinta yang sama rata bagi semua orang. Ini seperti yang dikatakan oleh Sun Yat Sen, “Cinta untuk semua”, Buddha dan Bodhisattva menyebutnya sebagai “cinta yang universal”. Karena masih ada diri “kamu” yang sangat sempit, jika kamu melihat sesuatu hal dari sudut pandang dirimu sendiri, maka selamanya kamu tidak akan pernah bisa melampaui keakuan dirimu. Dalam permasalahan apapun, kamu akan selalu memikirkannya sendiri terlebih dahulu, kemudian menggunakan pandanganmu untuk menilai orang lain, maka menurutmu, apakah pandangan ini sudah benar? Oleh karena itu, sikap toleransi tidak bisa dibangun di atas keakuan, karena itu bukanlah toleransi yang sesungguhnya. Hati yang toleran atau pemaaf, mudah untuk diucapkan namun sulit untuk dilaksanakan. Setelah bertengkar, setelah dipikir-pikir, sudah maafkan saja dia. Setelah pulang, baru saja kamu berpikir ingin memaafkannya, namun begitu melihat raut wajahnya, seluruh emosi kamu kembali meluap. Ketika dia sedang tidak ada, kamu bisa berpikir: “Sudahlah, saya tidak perlu memperhitungkan masalah ini lagi dengannya, dia juga cukup kasihan.” Begitu pulang dan melihat wajahnya, amarahmu kembali meledak. Memangnya semudah itu memaafkan orang lain? Seumur hidup ini, kalian bisa memaafkan berapa orang? Ada orang yang sampai akhir hayatnya tetap tidak bisa memaafkan orang lain, mana mungkin dia bisa bertoleransi terhadap orang lain?