34. Menjadikan Sila Sebagai Dasar 以戒为本

Menjadikan Sila Sebagai Dasar

Hari ini Master akan membahas, “Sila adalah dasar Bodhisattva”. Setiap orang yang hidup di dunia ini harus menaati sila, sama seperti kita yang hidup di dunia ini pun harus patuh pada hukum. Apabila seorang praktisi Buddhis tidak tahu untuk menaati sila, maka orang ini hidup di dunia ini bagaikan tidak menaati hukum, dia pasti akan melakukan kejahatan. Jika seorang praktisi Buddhis tidak menaati sila, dia juga pasti akan berbuat dosa, yakni melanggar hukum alam yin dan hukum alam yang, nantinya dia pasti akan masuk ke Neraka. Oleh karena itu, setiap praktisi Buddhis harus menaati sila, karena sila adalah akar dasar untuk meneladani Bodhisattva.

Kita semua harus memahami bahwa sila amat sangat penting, jangan sembarangan merusaknya. Di dalam pikiranmu harus ada sila seperti ini. Apakah yang disebut sebagai sila? Walaupun Master sekarang tidak menerapkan aturan yang jelas kepada kalian, tidak mewajibkan kalian untuk menaati lima sila, akan tetapi kalian harus ingat: sila yang kalian jalani harus lebih banyak daripada lima sila, jika kalian tidak mampu menaati sila, maka lambat laun kalian akan dicemari oleh Alam Manusia. Biasanya Master sudah membahas begitu banyak teori-teori Buddhis dan dasar-dasar menekuni Dharma, apa tujuannya? Yaitu supaya kalian masing-masing bisa menjalankan sila baik-baik. “Sila” yang saya sebut di sini tidak hanya lima sila, di antaranya termasuk kalian tidak boleh marah-marah, tidak boleh memarahi orang lain, perilaku dan sikap sehari-hari harus seperti Bodhisattva, tidak boleh mengatakan lelucon-lelucon yang tidak senonoh… semua ini bukankah sila yang Master katakan kepada kalian? Dalam bersikap dan berperilaku harus serius – jangan membohongi orang lain, jangan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan, bukankah ini adalah sila? Menghadapi masalah apapun harus mampu mengakui kesalahan sendiri, jangan mengira diri sendiri benar, bukankah ini adalah sila? Saya tidak perlu mengatakannya satu demi satu untuk kalian taati, karena saya ingin kalian belajar baik-baik, kalian harus bisa menekuni Dharma secara alami dari kehidupan sehari-hari. Menaati sila harus bisa dilatih sampai menjadi suatu refleks alami dalam menjalankan sila, bukannya memaksakan diri sendiri untuk melaksanakannya satu demi satu.

 

Sebagai seorang praktisi Buddhis, segala aturan yang harus ditaati oleh semua makhluk juga merupakan sesuatu yang seharusnya kita taati. Dengan kata lain, semua sila dan peraturan yang seharusnya ditaati oleh orang-orang, merupakan suatu keharusan bagi kita para praktisi Buddhis untuk terlebih dahulu menaatinya. Apakah boleh menjelekkan orang lain? Apakah boleh mencuri? Apakah boleh merampas? Apakah boleh membual? Apakah kalian bisa melaksanakannya? Oleh karena itu, kita sekarang hidup di dunia ini, segala kesusahan, penderitaan, kesulitan, kegagalan yang kita alami, sesungguhnya disebabkan karena kita tidak menaati sila. Apabila kita memahami bahwa tidak boleh iri hati pada orang lain, bukankah ini berarti sedang menjalankan sila? Jika kita memahami bahwa tidak boleh membenci orang lain, mana mungkin kamu akan dibenci orang lain? Kalau kamu memahami bahwa “Saya tidak boleh tamak”, maka mana mungkin kamu akan memiliki kerisauan? Justru karena kamu serakah, lalu tidak bisa mendapatkannya, membuatmu menjadi risau; karena kamu benci, karena kamu tidak mengerti prinsip untuk menjadi orang yang baik dan benar, membuatmu dibenci orang lain. Sesungguhnya, kamu tahu bagaimana prinsip menjadi orang yang baik dan benar, akan tetapi kamu sendiri tidak bisa menerapkannya dengan baik, maka ini menyebabkan lebih banyak orang membencimu, membuat banyak hal terjadi pada dirimu. Oleh karena itu, “sila” – berpantang, ini sangat penting. Dengan menaati sila, kita tidak akan menciptakan berbagai macam karma. Seseorang yang menaati sila tidak akan menciptakan karma buruk, sedangkan seseorang melakukan karma buruk, karena dia tidak menjalankan sila. Jika hari ini kamu tidak bicara sembarangan, bukankah berarti kamu tidak menciptakan karma ucapan? Bila kamu tidak sembarangan melakukan sesuatu hal, bukankah berarti kamu telah menjaga karma perilakumu? Hari ini ada orang yang memberitahu saya, seorang anak orang terkemuka, ayahnya adalah seorang profesor universitas,  sedangkan putrinya ini di Australia hidup layaknya pelacur, hari ini dengan yang ini, besok dengan yang itu, dia benar-benar sudah mempermalukan orang tuanya. Coba kalian pikirkan, karena tidak menaati sila, maka anak perempuan ini baru bisa melakukan karma buruk seperti itu.

 

Sila bagaikan Bodhisattva tinggal di atas kepala kita. Orang yang menaati sila, maka di kepalanya bagaikan ada seorang Bodhisattva yang mengawasinya, dia tidak akan berani berbuat sembarangan. Bodhisattva setiap saat berada di kepala kita, setiap waktu melindungi kita, juga setiap saat mengawasi kita. Seseorang yang melakukan apapun yang diinginkannya, melakukan hal-hal yang melampaui batas kewajaran sesuka hatinya, mengatakan apapun yang ingin dikatakannya, apakah ini yang namanya menaati sila? Terhadap banyak hal di dunia ini, bukan berarti kamu bisa mengatakan apapun yang ingin kamu katakan. Karena apa yang kamu katakan mungkin bisa membuatmu kehilangan nyawa, atau jika kamu mengatakannya mungkin bisa menyebabkan kehancuran keluarga yang tidak bisa diperbaiki lagi. Apakah kamu bisa mengatakan semuanya ketika sedang bertengkar? Kamu tidak bisa mengatakan apapun. Berbicara sembarangan ketika bertengkar, akan menjadi bibit penyebab keretakan rumah tanggamu pada saat ini dan di masa depan. Hanya dengan menjaga mulut (ucapan), pemikiran, dan tubuh (perilaku) kita dengan baik, tidak boleh melakukan karma buruk.

 

Karma membunuh adalah ketika muncul kebencian dalam dirimu lalu menyebabkan dirimu membunuh makhluk yang bernyawa. Dengan kata lain, jika orang ini memiliki karma membunuh, maka dia pasti didominasi dengan kebencian. Misalnya, ada orang yang pada mulanya mau membunuh ayam, dia tidak berani membunuhnya, alhasil ayah dan ibunya memaksanya untuk membunuh. Ketika dia menangkap ayam tersebut, si ayam sedang meronta-ronta, secara tidak hati-hati sayap si ayam atau paruh si ayam melukai tangannya, begitu dia merasakan sakit lalu muncul kebencian, dan mengayuhkan pisau segera membesatnya. Oleh karena itu, kebencian paling mudah melahirkan pemikiran untuk membunuh. Sewaktu seseorang membenci orang lain, maka sesungguhnya orang ini sangat berbahaya. Dia mungkin bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa diterima oleh orang-orang, atau hal-hal yang tidak disadari oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, begitu kebencian muncul dalam diri seseorang, maka pemikiran untuk membunuh dalam dirinya pun mulai terbentuk. Saat seseorang merasa benci, walaupun pada mulanya dia tidak ingin membunuh orang tersebut, akan tetapi di dalam pikirannya sudah terbentuk satu niat untuk membunuh, sedangkan niat-niat ini seiring dengan berjalannya waktu semakin lama akan berakar semakin dalam di dalam hatinya. Contoh sederhana: misalnya ada sebilah pisau di dekat kulitmu, jika tidak menggerakkannya, menurut kamu, ini bahaya atau tidak? Jika sebilah pisau yang tajam tanpa selongsongnya, kamu setiap hari membawanya pun akan mendatangkan marabahaya bagi dirimu. Oleh karena itu, ketika seseorang memiliki kebencian, itu sama seperti ada sebilah pisau di hatimu. Maka orang-orang sering mengatakan, “Sebilah pisau di atas kata hati”, itu adalah kaligrafi dari huruf “ren” – yang berarti bersabar. Banyak orang yang tidak mampu bersabar, logikanya sama seperti ini.

 

Selanjutnya Master akan membahas, kita harus memiliki welas asih yang sangat besar baru bisa menguraikan kebencian di dalam pikiranmu, selain itu kita harus bisa “mentransendensikan” kebencian ini. Seseorang hidup di dunia ini harus bisa “transendensi”. Apakah transendensi itu? Mentransendensikan orang lain berarti membuat orang lain menjadi lebih baik, yakni dengan membantunya melampaui atau terbebas dari penderitaannya. Kita hidup di dunia ini sesungguhnya adalah untuk mentransendensikan orang-orang. Saat kita mampu mengajar satu orang sampai menjadi baik, ini pun disebut sebagai transendensi. Mengubah satu orang yang jahat lalu sekarang menjadi orang yang baik, bukankah ini juga transendensi? Kita harus bisa “membasuh” hati-pikiran diri sendiri sampai menjadi bersih, yakni kita harus sering membersihkan pikiran sendiri, jangan biarkan pikiran sendiri ternodai dengan hal-hal yang tidak baik, ini juga merupakan transendensi. Transendensi terkadang juga berarti membantu orang lain melampaui diri sendiri. Seperti banyak orang di antara kita yang tercemari oleh kebencian, maka kita tidak bisa “menyekanya” sampai bersih lagi. Misalnya, hari ini kalian bersikap buruk terhadap orang tertentu, jika kemudian ingin baik kepadanya lagi, ini akan sangat sulit. Karena kamu tidak menyukainya, karena dia pernah membuatmu tidak senang, jadi kamu sangat sulit untuk memaafkannya. Ini semua merupakan pemikiran yang tidak baik yang tertumpuk dalam pikiran kita, bagaikan sebilah pisau yang menancap di hatimu, jika tidak hati-hati, ia bisa melukai hatimu.

Karma membunuh memiliki dua macam balasan karma. Apabila orang yang sering melakukan karma membunuh, pertama – pendek umur, kedua – sakit. Jika seseorang sering sakit-sakitan dan berumur pendek, itu karena di kehidupan sebelumnya dia pernah melakukan karma membunuh. Dengan kata lain, jika orang ini sekarang berumur pendek, kesehatan tubuhnya sangat buruk, maka di kehidupan sebelumnya dia pasti memiliki karma membunuh. Coba pikirkan, membunuh ayam, membunuh bebek, membunuh lipas, membunuh semut… bukankah merupakan pembunuhan? Oleh karena itu, orang yang melakukan karma membunuh akan berumur pendek. Sama halnya, jika orang ini menghadapi berbagai ketidaklancaran, misalnya kehilangan harta benda, ini berhubungan dengan tindak pencabulan yang dilakukannya di kehidupan sebelumnya. Jika di kehidupan ini, orang ini dalam masalah apapun tidak lancar, baru saja memiliki sedikit uang langsung hilang, baru saja terjadi hal baik lalu segera hilang, maka orang ini di kehidupan sebelumnya pasti pernah melakukan hal-hal yang tidak senonoh. Oleh karena itu, seseorang yang sangat cabul, harta kekayaannya tidak akan bisa bertahan lama, saat dia terlahir kembali, dia akan sering mengalami halangan bencana asmara. Jika seseorang yang lebih bersih dalam aspek ini, maka keuangannya akan lebih stabil; jika seseorang yang baru saja memiliki sedikit uang lalu bersikap sembarangan dalam hubungan pria dan wanita, mengira diri sendiri memiliki banyak uang, namun tanpa diketahuinya, uangnya akan segera hilang.  

 

Master hari ini membahas beberapa pengetahuan-pengetahuan umum kepada kalian: benda-benda persembahan untuk Buddha. Benda-benda persembahan untuk Buddha, sebelum dipersembahkan kepada Buddha, sama sekali tidak boleh dimakan. Jika hari ini benda-benda yang kamu beli bertujuan untuk dipersembahakan kepada Bodhisattva, maka sudah ada karma di dalamnya. Jika mulutmu tergoda dan berpikir, “Saya makan satu dulu”, ya sudah, berarti makan benda persembahan untuk Bodhisattva, sudah merupakan pelanggaran dosa. Tahukah dosa apa yang dilanggar? Telah melakukan dosa mencuri. Oleh karena itu, banyak anak-anak muda yang tidak mengetahuinya, sesuatu yang baru saja dipersembahkan ke atas altar, jika kamu berpikir, “Saya sangat ingin memakannya”, berarti kamu sudah tidak benar. Jika kamu melihat buah persembahan ini sangat enak, lalu kamu menurunkannya, berarti kamu sudah melakukan dosa mencuri. Apakah yang disebut sebagai dosa mencuri? Yakni terhadap benda-benda persembahan untuk Bodhisattva, dalam pikiran sendiri, kamu ingin memakannya, dan karenanya kamu menurunkannya, itu namanya mencuri. Misalnya kamu melihat sesuatu yang dibawa orang lain adalah makanan yang kamu suka, lalu kamu segera menurunkannya, berarti kamu sudah melakukan dosa mencuri. Tahukah orang yang melakukan dosa mencuri akan turun ke mana? Sebentar lagi saya akan membahasnya. Karena hal-hal sepele seperti ini, tahukah kalian apa balasan karmanya nanti? Segala benda di ruangan altar Buddha tidak boleh diambil diam-diam, jika mengambil tanpa izin itu berarti sama dengan melakukan pelanggaran mencuri. Kalian mengambil benda-benda di Vihara atau Kuil berarti sama dengan mengambil di hadapan Bodhisattva, mengambil diam-diam di hadapan begitu banyak Dewa Pelindung Dharma semuanya merupakan dosa mencuri.

Mengapa Master membahas hal-hal ini dengan kalian? Tema pertama kita barusan di awal adalah “Sila”. Selanjutnya, Master akan membahas apakah sila itu? Munculnya pemikiran yang tidak benar, semuanya merupakan pelanggaran sila. Terlahir pemikiran nafsu suka-cinta, sama dengan melakukan pelanggaran sila – ketidaksenonohan. Dalam pikiran sendiri, suka yang ini, suka yang itu, lalu mengira orang lain tidak melihatnya, ini adalah nafsu cinta, ini adalah pelanggaran sila – ketidaksenonohan / pencabulan. Suka mengatakan lelucon porno, akibatnya juga sangat berat, juga termasuk ketidaksenonohan. Master beritahu kalian: asalkan murid Master, atau orang yang menekuni Dharma mengikuti Master, tidak peduli kapanpun, tidak boleh mengatakan lelucon-lelucon porno. Tidak hanya di dalam aula altar Buddha, namun kapan pun, di rumah pun juga tidak boleh. Karena mulut kalian yang melafalkan paritta, jiwa kalian yang melafalkan paritta, di atas kalian semua terdapat Dewa Pelindung Dharma, asalkan kalian memiliki pemikiran seperti ini, Dewa Pelindung Dharma pasti akan mencatatnya, dan selanjutnya kamu akan tertimpa kesialan. Mengapa apa yang kamu mohon tidak terkabul, namun permohonan orang lain terkabul? Semua ini ada alasannya. Meskipun kamu telah melakukan banyak jasa kebajikan, akan tetapi kamu masih memiliki kebocoran. Selain itu, Master menetapkan: jika orang lain sedang membicarakan suatu hal, namun orang lain tidak memiliki maksud (tidak senonoh) seperti ini, tetapi tanpa disadari kamu berpikir ke arti yang lain yang tidak baik, kalau sudah terpikirkan, berarti kamu sudah melakukan ketidaksenonohan; jika kamu masih tertawa, maka kamu pasti akan sakit. Saya peringatkan kalian, tidak boleh tertawa. Jika orang lain salah bicara, pertama, kamu tidak boleh memikirkannya (hal-hal porno); kedua, kalau kamu memikirkannya, selain itu kamu tertawa, itu berarti sudah merupakan tindakan kamu, maka selanjutnya kamu karena melanggar sila pasti akan menerima hukuman. Kalian yang masih muda harus mendengarkan baik-baik, ingat harus taat pada sila.