Seminar Dharma Master Lu di Malaysia – Maret 2013 (Bagian 1)

Singkirkan Kerisauan, Temukan Sifat Kebuddhaan -- 抛开烦恼 寻找佛性 (1)

Penuh sukacita Dharma! Terima kasih kepada Naga Langit Pelindung Dharma, Guan Shi Yin Pu Sa, dan para Bodhisattva welas asih. Kita menekuni Dharma dan membina pikiran, kita merasa bahagia seperti di surga, bersama teman se-Dharma setiap hari, ibarat bersama dengan calon Buddha kita, sangat bahagia. Hati orang-orang baik, tidak ada konflik kepentingan, perselisihan antar sesama. Ini adalah di surga! Jadi, baik-baiklah membina diri.

Bodhisattva hidup demi semua makhluk, baru bisa menjadi Bodhisattva. Hari ini  suasana damai, dunia surgawi. Kita di Malaysia mempunyai jodoh yang baik untuk bisa bersama semua orang dan merayakannya bersama di Malaysia. Bunga teratai bermekaran di langit dan dunia. Para murid Buddha kita berkumpul bersama untuk memohon Bodhisattva welas asih memberkati, agar kita bersama-sama merasakan manfaat Dharma, memenuhi dunia ini dengan cinta kasih, membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan memperoleh kebahagiaan. Seminar Dharma kemarin sangat istimewa, penuh sukacita Dharma. Hari ini Master akan berusaha sekuat tenaga untuk melihatkan totem kepada kalian lagi.

Untuk menyelamatkan semua makhluk, banyak teman se-Dharma, biksu dan relawan datang ke Malaysia hanya untuk bersama-sama merasakan manfaat Dharma. Kita semua harus baik-baik memberikan pengorbanan kita. Setiap orang harus mengendalikan kehidupannya sendiri dan memanfaatkan takdirnya dengan baik. Kita sebagai praktisi Buddhis harus belajar menggerakkan takdir dan mengubah takdir kita sendiri. Kita harus memahami bahwa takdir itu istimewa. Praktisi Buddhis harus mengetahui takdir, memahami takdir, baru bisa menggerakkan takdir. Takdir ada di tangan diri kita sendiri. Ketika kamu terus melakukan perbuatan buruk, takdirmu akan terpuruk. Dalam takdir mengandung waktu, keberuntungan dan aura. Tidak peduli baik atau buruk, kita harus menerimanya. Hari ini bertakdir buruk itu adalah ulahmu sendiri. Hari ini bertakdir baik itu juga adalah ulahmu sendiri. Pertama-tama, kita harus memahami karma dan jodoh, harus menyesuaikan jodoh. Kita harus tahu bahwa menderita itu adalah dosa diri kita sendiri. Kita harus memiliki keberanian untuk memperkuat keyakinan dan melakukannya sesuai jodoh. Ketika menderita, kita harus tahu bahwa itu adalah kesalahan diri saya sendiri, harus mampu menanggung penderitaan. Orang yang bunuh diri itu karena dia tidak dapat menahan tekanan yang dibawa oleh takdir dan merasa bahwa saya tidak seharusnya memiliki hal-hal tersebut. Sebenarnya, itu semua adalah diri sendiri yang menanam sebab dan mendapatkan akibatnya sendiri, jika bukan karma di kehidupan ini maka adalah karma di kehidupan sebelumnya. Jadi, harus menghadapi hidup dengan berani.

Praktisi Buddhis selamanya harus memahami takdir, tidak peduli baik atau buruk, harus menerimanya. Hari ini telah menikah dan keluarga tidak harmonis, saya harus menerimanya. Tidak dapat mengubah orang lain, maka saya harus mengubah diri saya sendiri. Mulai sekarang, saya akan melafalkan paritta untuk membantunya berubah menjadi seorang praktisi Buddhis. Banyak orang yang suaminya tidak membina diri dan menentangnya untuk menekuni Dharma. Rekan-rekan  se-Dharma ini selalu teguh pada keyakinannya dan melafalkan paritta dengan sungguh-sungguh. Sekarang suaminya telah berubah, tidak hanya mendukungnya untuk menekuni Dharma, tetapi suaminya juga telah mulai menekuni Dharma dan membina pikiran.

Di dunia ini, kita harus menerima balasan karma yang ditimbulkan oleh setiap situasi di dunia. Kita harus menggunakan hati kita untuk mengendalikan semua kondisi pikiran kita. Gunakan hati yang menenangkan diri untuk mengendalikan supaya pikiran tidak berubah mengikuti lingkungan. Karena pikiran kita mudah terpengaruhi oleh perkataan orang lain. Awalnya kamu memiliki pendapat yang baik tentang seseorang, tetapi tiba-tiba satu orang datang dan berkata, “Orang ini sangat menyebalkan. Dia menjelek-jelekkan kamu di belakangmu.” Kamu langsung membencinya,  hatimu berubah. Jadi, seorang praktisi Buddhis sejati harus memiliki hati yang baik. Pertama-tama, dengarkan apa yang dia katakan tentang saya — Emm, masuk akal, saya punya masalah ini. Jika saya tidak punya masalah ini dan dia membicarakan saya, itu mungkin saya salah dengar, belum tentu dia yang membicarakan saya, atau dia diadu domba oleh orang lain? Hati tidak bergerak, maka pikiran tidak akan bergerak, akarnya akan semakin kuat. Orang yang pikirannya tidak berubah mengikuti perubahan lingkungan, dia adalah seorang praktisi Buddhis.

Meninggalkan segala rupa disebut Tathagata. Segala hal yang terkondisi dan berwujud adalah kosong, palsu, dan Tathagata, artinya pada dasarnya itu adalah tidak ada. Dalam menekuni Dharma dan membina pikiran, kita harus  melepaskan diri. Segala hal yang kalian lihat, rumah dan anak-anak, semuanya adalah kosong, hanya ada satu hal yang dapat kalian bawa pergi, yaitu jiwa kebijaksanaan kalian. Kita membina pikiran, kita harus mengubah takdir. Jika setelah sekian lama membina diri tetapi tidak bisa mengubah takdir, itu berarti karmamu sangat berat, kamu belum membina diri dengan baik. Orang yang benar-benar membina dirinya dengan baik pasti bisa mengubah takdirnya! Segala hal di dunia ini tidak memiliki masa lalu atau masa depan, semuanya dimulai dari kesadaran. Ketika kamu tercerahkan dan mengerti, kamu akan benar-benar memperolehnya. Jika kamu tidak mengerti, tidak tercerahkan, masih terjebak oleh cinta, kekayaan, dan ketenaran, itu berarti kamu masih berada dalam kabut. Orang yang benar-benar bisa berpikir terbuka dan melepaskan adalah orang yang benar-benar memiliki potensi kesadaran. Berharap semua orang dapat menghilangkan rasa iri hati, kebencian, dan kerisauan diri sendiri, harus memiliki hati yang alami, yaitu hati Buddha.

Sangat sulit bagi banyak orang untuk memperbaiki kekurangan mereka. Orang yang baru belajar Buddha Dharma  berpikir dirinya memahami segalanya. Seorang biksu mengunjungi guru-guru terkenal di mana-mana. Suatu hari, dia pergi ke Kuil Xiangguo untuk mengunjungi biksu senior Duyuan. Untuk mengungkapkan pencerahannya, dia dengan bangga berkata, “Pikiran, Buddha, dan semua makhluk, semuanya adalah kosong. Tampak kesadaran yang sebenarnya pada dasarnya adalah kosong.” Jadi tidak ada yang suci, tidak ada yang fana, tidak ada kemurnian, tidak ada cinta…” Dia berbicara dengan lancar. Duyuan tidak berkata apa-apa. Tiba-tiba dia mengambil pipa yang sedang dia hisap dan mengetuknya “bang”. Biksu itu berkata, “Mengapa kamu memukul saya?” Biksu Duyuan berkata, “Bukankah kamu sudah kosong semuanya? Bagaimana kamu bisa memiliki temperamen yang begitu besar?” Masalah terbesar bagi praktisi Buddhis adalah sangat pandai dalam berbicara, tetapi tidak dapat bertahan ketika menghadapi hal-hal tertentu.  Bertengkar dengan suami.  Suaminya memarahinya, dia tidak menganggapnya serius pada awalnya, “Saya belajar Buddha Dharma, tingkat kesadaran saya tinggi. Saya tidak akan bertengkar denganmu lagi. Tidak peduli bagaimanapun kamu memarahi saya, saya tidak akan memedulikanmu. Saya melafalkan paritta.” Kemudian,  suaminya memarahinya dan memarahinya lagi. Pada akhirnya, dia tidak bisa menahan lagi dan berkata, “Saya beri tahu kamu, saya memperlakukanmu sebagai halangan karma buruk!” Apakah ini tingkat kesadaran yang tinggi? Jangan katakan bahwa dia adalah murid Master Lu, bahkan  telah mempermalukan  Master. Oleh karena itu, membina pikiran harus bertekun. Seorang teman se-Dharma bertengkar dengan suami dan berkata kepadanya, “Kamu adalah iblis! Master Lu datang ke dunia tidak hanya untuk menyelamatkan semua makhluk, tetapi juga untuk melawan iblis! Saya akan memukulmu!”

  Belajar Buddha Dharma bukan sekedar mempelajari teori. Belajar Buddha Dharma harus meneladani penerapan praktis dari Bodhisattva di dunia. Master sangat menghormati biksu karena mereka telah tersadarkan, mereka telah melepaskan segalanya. Mereka mempunyai keluarga tetapi tidak punya keluarga lagi. Mereka telah melepaskan segalanya. Praktisi Buddhis harus belajar melepaskan. Ada lima hal yang harus dilepaskan:

   Pertama, melepaskan tekanan. Lelah atau tidaknya tergantung mentalitasmu. Banyak orang  merasa lelah itu karena hatinya yang lelah. Jika hatimu tidak lelah, kamu tidak akan merasa lelah. Pikirkan betapa banyak relawan yang telah melakukan begitu banyak jasa kebajikan kali ini. Apakah mereka lelah? (Semua menjawab : Tidak lelah) Jadi lelah atau tidaknya seseorang itu tergantung hatinya. Dalam menekuni Dharma di dunia ini, pertama-tama harus melepaskan tekanan. Bahagia maka tidak akan merasa lelah.

Kedua, melepaskan kerisauan. Saat kamu melepaskan kerisauanmu, kebahagiaan akan segera datang. Jadi, harus melepaskan kerisauan. Ketika seseorang mempunyai kerisauan, hatinya gelisah dan pikirannya tidak jernih. Jika ingin bahagia maka harus melupakan kerisauan. Kerisauan dan kerisauan, semakin risau semakin kesal, tidak risau tidak kesal. Yang Master ajarkan kepada kalian semuanya adalah ajaran Buddha Dharma di dunia, belajar menjadi Buddha dulu di dunia.

  Ketiga, melepaskan sikap negatif. Melepaskan suasana hati yang negatif. Setiap orang memiliki saatnya tidak bahagia. Keputusasaan berbelok ke kiri dan harapan berbelok ke kanan. Harapan dan keputusasaan ada pada saat yang bersamaan.  Karena putus asa, maka tidak bisa melihat harapan. Selamanya melihat harapan, maka tidak akan putus asa, juga tidak akan bersikap negatif. Orang yang memiliki mentalitas yang baik selalu merasa ada harapan. Setelah menekuni Dharma, tahu Guan Shi Yin Pu Sa Maha Welas Asih dan Maha Penyayang  melindungi kalian, apakah kalian punya harapan? (Semuanya menjawab: Ada!) Putus asa akan tidak ada. Praktisi Buddhis berada dalam satu niat, sebentar bisa bahagia, sebentar bisa sedih. Harus menyingkirkan kesedihan, karena kamu tidak mempunyai keputusasaan, karena kamu memiliki harapan baru akan bahagia. Apa itu bahagia? Yaitu membuka hati dan menerima harapan dari semua orang barulah benar-benar bahagia. Satu orang bahagia bukan bahagia yang sesungguhnya. Harus semua orang bahagia baru memiliki kebahagiaan yang sesungguhnya. Berapa banyak orang yang keluarganya kaya, kerabat dan teman 5 – 6 orang, bagaimanapun makan bersama juga tidak bahagia, mengapa mengadakan pesta, mengapa mereka mengadakan pertemuan, mengapa harus banyak orang? Karena ramai orang baru akan bahagia. Jadi  terkadang ada sebagian orang yang demi bisa bahagia, mereka rela menghabiskan uang untuk membeli kebahagiaan. Namun, praktisi Buddhis memiliki kerabat dan teman se-Dharma dimana-mana, hati kita pasti akan terbuka.

Keempat, manusia memiliki satu tabiat buruk yaitu malas, banyak orang yang sangat malas dan berkata: Saya ingin sekali melafalkan paritta, tetapi saya tidak punya waktu. Saya beri tahu dia: Kamu akan punya waktu. Ketika suatu hari kamu dirawat di rumah sakit, kamu akan punya banyak waktu. Mengapa kamu tidak memasang dupa pada biasanya, ketika bermasalah baru memohon kepada Buddha? Banyak orang tidak bisa melafalkan paritta, setelah masuk rumah sakit, dia menunggu orang lain untuk menjenguknya, saat itu sangat kasihan. Jangan menunggu sudah masuk rumah sakit baru punya waktu. Harus melepaskan kemalasan, dan segera ambil tindakan. Banyak orang berangkat kerja pada jam enam dan bangun untuk melafalkan paritta pada jam empat pagi. Orang yang bekerja lebih keras akan memperoleh lebih banyak. Orang yang semakin memperoleh akan semakin tidak kehilangannya. Orang yang memperoleh lebih banyak akan lebih sedikit kehilangan. Jika kamu merelakan waktu, kamu pasti akan mendapat jasa kebajikan. Merelakan waktu yang kita sia-sia, dan manfaatkannya dalam melakukan jasa kebajikan, terus memperdalam keyakinan diri pada Buddha, terus membantu orang lain dan melakukan jasa kebajikan. Kamu pasti akan mendapatkan apa yang kamu korbankan. Guan Shi Yin Pu Sa pasti akan memberimu dua kali lipat.

   Kelima, melepaskan pikiran sempit diri sendiri. Hati manusia sangat sempit. Semua orang sangat pelit, pergi ke rumah tetangga untuk meminjam minyak wijen atau kecap, beberapa hari kemudian dia akan mencari cara untuk mendapatkannya kembali. Tetangga sangat pandai memasak, meminta saran darinya dan dia bilang, masukkan saja kecap lalu ditumis. Begitu hati berpikiran sempit, tingkat kesadaran spiritual akan menjadi rendah. Jika kamu berpikiran luas maka langit dan bumi akan luas. Jika kamu berpikiran sempit maka langit dan bumi adalah musuhmu. Oleh karena itu, praktisi Buddhis harus berpikiran luas dan terbuka, harus bisa menampung segalanya. Bodhisattva mengatakan bahwa menganggap yang senior sebagai orang tua dan orang muda sebagai junior kamu. Semua orang di dunia ini adalah kerabat dan temanmu, semuanya adalah orang-orang yang harus kamu cintai dan sayangi. Bagaimana bisa berpikiran sempit? Inilah kebijaksanaan Bodhisattva, inilah filsafat.

     Mencintai seseorang yang menyukaimu, itu tidak ada hebatnya, karena dia memang menyukaimu. Mencintai seseorang yang mencintaimu, kamu tidak akan mendapatkan poin. Mencintai seseorang yang tidak menyukaimu, kamu pasti akan mendapat banyak dari hal-hal yang tidak bisa kamu pelajari. Mencintai seseorang yang menyakitimu tanpa alasan, kamu akan belajar seni kehidupan.

   Kita harus selalu memeriksa perilaku kita, setiap tindakan, setiap kata, setiap kalimat, harus bersyukur atas kebijaksanaan Buddha. Hidup dalam dunia fana yang kotor untuk menyelaraskan pikiran kita. Belajar Buddha Dharma benar-benar tidak mudah. Saat orang membicarakanmu, kamu harus mengerti untuk menyelaraskan diri. Saat orang membencimu, kamu harus memberinya cinta. Saat orang iri padamu, kamu harus menunjukkan ketulusanmu. Saat orang memarahimu, membencimu, atau mengganggumu , kamu harus mengerti bahwa dirimu telah melakukan terlalu banyak kesalahan. Menyelaraskan  mentalitas diri sendiri, inilah pemikiran Buddha.

Jika saya selalu bahagia, saya akan menjadi murni. Selalu tahu untuk berbahagia, pikiran baru akan bersih. Orang yang bisa tertawa tidak akan selalu marah. Orang yang marah itu sering kali merancang untuk merugikan orang lain dan membenci orang lain, merasa dia membenci saya, jadi saya merancang untuk merugikannya. Kalian semua di sini sangat bersih karena kalian semua bahagia. Selalu bahagia dan diri sendiri akan menjadi murni, baru dapat menenangkan sifat diri. Ketika seseorang selalu bahagia dan bersih, maka sifat dasarnya bisa tenang. Selalu sadar, segalanya tidak menjadi masalah, sifat dasarnya memiliki kebijaksanaan. Orang yang selalu tersadarkan dan merasa segalanya tidak menjadi masalah, maka sifat dasarnya memiliki kebijaksanaan. Orang seperti ini memiliki potensi kesadaran, dia selamanya akan memiliki kebijaksanaan. Selalu harmonis, maka melekat, artinya orang yang selalu berpikiran harmonis, maka dia tidak akan melekat (keras kepala). Jabatan di perusahaan itu awalnya adalah milikmu, tetapi direbut oleh orang lain, maka hatimu akan runcing (terluka), karena tidak bahagia, runcing ini akan melukai hatimu. Harus berpikiran harmonis yaitu harus memiliki kebijaksanaan yang sempurna dalam memandang masalah, merasa tidak apa-apa, lain kali giliran saya. Suami tiba-tiba ingin bercerai, dunia runtuh, hal besar sekali. Satu malam menelepon delapan belas panggilan, kakek nenek dan sepupu semuanya diberitahu, “Dia tidak mau saya lagi!” Ternyata itu suaminya mabuk. Keesokan harinya dia berkata, “Saya berbicara karena mabuk, mohon maafkan saya.” Dia tidak bisa menyempurnakan situasi. Oleh karena itu, manusia harus harmonis. Ketika menghadapi kesulitan dan masalah, harus berpikir bahwa hal tersebut akan berbalik kembali, inilah reinkarnasi di dunia.

   Bodhisattva berkata, mengamati nidana (sebab-musabab). Jangan takut dengan sebab-musabab, harus melihat, harus mengamati dengan baik. Gunakan sikap positif untuk melihat nidana dan pembalasan karma, maka mentalitas akan menjadi baik. Mengapa Bodhisattva mengatakan untuk tidak mengamati nidana? Ketika memperkenalkan Dharma kepada orang, jika jodoh orang ini belum memadai, kamu tidak melihat nidana dan tetap ingin menyelamatnya, dia akan memarahimu dan mencegahmu. Ketika jodoh Kebuddhaannya belum sampai, kamu pergi memperkenalkan Dharma kepadanya, itu akan melukai dirimu sendiri, karena akar kebaikan, berkah kebajikan dan jodohnya belum memadai. Jika kamu memberitahu mereka “realitas Alam Dharma”, Alam Manusia disebut “Alam Dharma”; “realitas” adalah rupa yang benar-benar ada. Misalnya, jika orang ini tidak percaya pada agama Buddha, dan kamu memberi tahu dia bahwa kamu telah melihat Guan Shi Yin Pu Sa, memberi tahu dia realitas Alam Dharma, jika nidananya tidak mencukupi, dia akan berbicara sembarangan. Mengapa ada orang yang pandai memperkenalkan Dharma kepada orang, ada pula yang tidak mampu memperkenalkan Dharma kepada orang lain, karena dia tidak pandai mengamati nidana.

Beberapa makhluk hidup memfitnah karena berkah kebajikan dan akar kebaikannya belum memadai; karena dia tidak memiliki berkah keberuntungan, sehingga dia mengatakan ajaran Buddha Dharma tidak baik. Jika orang yang memiliki berkah keberuntungan, dia akan sangat bahagia ketika mengenal Buddha Dharma, yang disebut sukacita Dharma; orang yang tidak memahami Buddha Dharma akan sedih karena ketidaktahuannya, dia menganggap hal-hal yang tidak dapat dilihat oleh mata itu adalah tidak ada. Di kala itu, ada satu murid bertanya kepada Buddha: Kami tidak dapat melihat enam alam reinkarnasi yang Anda katakan,  kami tidak tahu bagaimana memahaminya. Apa yang harus dilakukan? Sang Buddha membawanya ke sebuah ruangan yang sangat gelap, tidak dapat melihat jari-jari yang diulurkan. Sang Buddha berkata: Ada sekop di sudut dinding. Dapatkah kamu melihatnya? Murid itu berkata: Saya tidak dapat melihatnya. Sang Buddha mengambil korek api dan menyalakannya: Dapatkah kamu melihatnya sekarang? Maka itu, apa yang tidak terlihat belum tentu tidak ada! Bisakah kamu melihat udara? Bisakah kamu melihat bakteri? Bisakah kamu melihat angin? Bisakah kamu melihat listrik? Tetapi semuanya ada. Bodhisattva tidak dapat dilihat tetapi ada. Selalu menempatkannya di dalam hati, maka dapat melihatnya, menyentuhnya, dan merasakannya!