Seminar Dharma Master Lu di Malaysia – Maret 2013

Menyadari Kehidupan dengan Kebijaksanaan Prajna, Pikiran Buddha Selalu Menetap -- 以般若智慧 觉悟人生 佛心常住

Kita dalam menekuni Dharma dan sebagai manusia harus belajar memandang dunia dengan pemikiran Buddha, jangan terlalu peduli terhadap hal apa pun. Kita harus pahami, menjadi manusia jangan membuang-buang waktu pada hal yang tidak bisa diselesaikan. Belajar Buddha Dharma jangan terlalu mementingkan gengsi, jangan terlalu mementingkan ketenaran dan kekayaan, jangan terlalu curiga dan khawatir, jangan salah menafsirkan maksud orang lain, jangan menggambarkan suatu fakta secara berlebihan (hiperbola), dan jangan menciptakan kesan palsu yang menyakiti diri sendiri. Kita harus mengerti untuk bersikap toleran, bermurah hati, dan menaungi semuanya. Orang yang tidak memiliki jiwa yang luas dengan mudah menunjukkan kecenderungan menuju kehidupan yang biasa-biasa saja. Perwujudan welas asih adalah salah satu landasan terpenting dalam menekuni Buddha Dharma.

 

Ketika Sang Buddha masih hidup, seorang Brahmana memegang dua karangan bunga di tangannya untuk memberi penghormatan kepada Sang Buddha. Sang Buddha menyuruh Brahmana untuk melepaskannya, dan Brahmana melepaskan satu karangan bunga. Sang Buddha berkata untuk melepaskannya lagi, dan Brahmana melepaskan karangan bunga yang satu lagi. Sang Buddha masih berkata: Kamu melepaskanlah. Brahmana itu berkata: Tangan saya sudah kosong, mengapa masih harus melepaskannya? Sang Buddha berkata: Yang diminta untuk dilepaskan adalah enam akar indria, enam kekotoran duniawi, dan enam kesadaran. Walaupun tanganmu telah melepaskan, namun hatimu belum melepaskannya. Jadi kita sekarang hidup di dunia ini, dari permukaan kita tampaknya sudah berpikiran terbuka, namun kenyataannya hati kita belum melepaskan sama sekali, masih terus menyakiti perasaan kita. Praktisi Buddhis yang sesungguhnya harus melepaskan, harus menyelaraskan mentalitas diri sendiri.

 

Mentalitas seseorang menentukan nasib orang tersebut. Banyak orang mengatakan bahwa mentalitas baik maka nasib akan baik, mentalitas buruk maka nasib akan buruk. Dari sudut pandang Buddhis, jika seseorang terlalu perhitungan dan iri terhadap orang lain, dia akan menerima rasa cemburu dan balasan yang setimpal. Jika kamu ingin hidup bahagia, kamu harus membahagiakan orang lain terlebih dahulu, kamu baru bisa mendapatkan kebahagiaan. Kehidupan nyata sangatlah kejam. Kita harus belajar menundukkan kepala untuk menunjukkan kelemahan dan merendahkan gengsi serta martabat. Menundukkan kepala adalah suatu bentuk kebijaksanaan dan keberanian. Ketika kita berjalan-jalan dan bermain di gua, kita harus menundukkan kepala ketika di bagian rendah, kita bisa berdiri tegak ketika kita di tempat tinggi. Ketika kita harus membungkuk, maka kita harus membungkuk. Kesulitan yang kamu atasi adalah tingkat suci. Ketika kamu melewati kesulitan demi kesulitan dalam hidup, maka kamu akan memiliki alam suci. Alam suci ini adalah surga di hatimu. Sembilan dari sepuluh, hidup tidak akan memuaskan, tidak peduli berhasil atau tidaknya kemarin, keberhasilan dan kegagalan masa lalu akan menjadi masa lalu dan sejarah, dan tidak bisa menjadi akhir dari kehidupan. Lepaskan kemelekatan dan kerisauan. Belajar Buddha Dharma adalah mengubah hidup di saat ini!

 

Belajar Buddha Dharma itu menderita, tetapi tidak belajar Buddha Dharma akan lebih menderita. Orang yang belajar Buddha Dharma dapat mengubah penderitaannya sendiri, sedangkan orang yang tidak belajar Buddha Dharma akan menderita seumur hidupnya. Oleh karena itu, kita harus mengerti untuk melepaskan beban kehidupan, agar kita bisa memiliki hari esok yang cerah dan indah. Seorang insinyur komputer yang saya kenal berkata kepada Master: “Master, selalu ada orang di perusahaan saya yang membuat masalah dengan saya. Mereka tidak menyukai saya, selalu memarahi saya, memfitnah saya. Apa yang harus saya lakukan?” Saya mengatakan kepadanya: “Pertama-tama, kamu harus mengendalikan diri untuk tidak membenci orang lain, tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang lain; kedua, jika seseorang memberimu hadiah dan kamu tidak menerimanya, hadiah ini akan menjadi milik siapa?” Dia berkata: “Hadiah ini seharusnya milik orang yang memberikannya kepada saya.” Saya berkata, “Jika dia mencaci-makimu dan menyindirmu, kamu menolak menerimanya, bukankah itu sama dengan mencaci-maki dan menyindir dirinya sendiri?”

 

Kita harus memiliki kebijaksanaan. Kerisauan hidup itu ibarat ombak laut yang silih berganti. Begitu satu kerisauan teratasi, kerisauan berikutnya akan mulai lagi. Hidup memang seperti ini, bergerak maju gelombang demi gelombang, tidak pernah berakhir. Praktisi Buddhis harus belajar menerobos angin dan ombak, menerobos gelombang kerisauan tanpa terlibat, itu barulah orang bijak. Praktisi Buddhis tidak takut terhadap kerisauan apa pun di dunia.

Kita praktisi Buddhis harus memahami bahwa Buddha tidak menjauhi manusia, tetapi manusia menjauhi Buddha. Artinya, Buddha dan Bodhisattva tidak pernah meninggalkan makhluk hidup, namun kita yang meninggalkan Buddha dan Bodhisattva. Buddha dan Bodhisattva ada di dalam hati kita, kita tidak memohon kepada-Nya. Buddha dan Bodhisattva ada di kuil, kita tidak memohon kepada-Nya. Kita mati-matian mengejar hal-hal duniawi, membuat hati kita semakin jauh dari Buddha. Jika kita memiliki Buddha di dalam hati, kita akan memiliki Buddha.

 

Orang yang sesat menabur sebab dan menunggu akibat. Orang yang sesat, yaitu orang yang kebingungan. Ketika terjadi sesuatu di rumah, dia baru pergi ke kuil untuk memohon kepada dewa dan menyembah Buddha, bukankah ini adalah menabur sebab dan menunggu akibat? “Mengapa saya sudah memohon tetapi belum membaik,  belum diterima di sekolah menengah elit?…” Karena dia adalah orang yang sesat, makhluk yang bingung. Orang yang tersadarkan adalah orang yang tercerahkan. Orang yang tersadarkan memahami keadaan pikiran. Orang yang sesat melekat pada suatu hal dan mempertahankannya untuk dirinya sendiri. Orang yang kebingungan mempunyai beberapa harta, dia mengira rumah itu milikku, istri adalah milikku, dan anak-anak adalah milikku. Pikirkanlah, rumah, istri, dan anak belum tentu adalah milikmu. Segala hal yang kamu miliki di dunia ini adalah bersifat sangat singkat. Kamu dapat memilikinya hari ini dan bisa kehilangannya besok. Jika kamu berpikir hal yang kamu miliki selamanya adalah milikmu, kenyataannya kamu telah kehilangannya. Banyak orang berpikir: Istri ini milik saya, saya bisa memarahinya dan memukulnya. Suatu hari ketika dia meninggalkanmu, maka kamu akan kehilangannya. Orang yang tersadarkan, prajna ada di hadapannya. Prajna adalah kebijaksanaan kita. Segala hubungan perasaan manusia di dunia yang membuat orang sedih dan bahagia itu ibarat sebuah jaring, semakin dalam perasaan terhadap seseorang, semakin besar jaring yang dirajut, sehingga akan terjerumus ke dalam jaring cinta. Jaring cinta yang dirajut pada akhirnya akan mengurung dirimu dan membuatmu tidak bisa terlepas darinya. Kita mengejar harta kekayaan setiap hari, itu berarti kita sedang merajut jaring kekayaan. Yang membuat kita sedih adalah diri kita sendiri, dan yang membuat kita risau juga adalah diri kita sendiri. Semua hubungan perasaan di dunia, kakak beradik, orang tua, dan sahabat semuanya, pasti bertemu satu sama lain hanya karena jodoh, tetapi disebabkan oleh karma tetap. Segalanya adalah akibat dari jodoh kita. Jangan kira itu milikmu. Hanya ada jodoh yang dapat menciptakan sebab, dan menciptakan sebab baru akan mempunyai akibat. Jika ingin menghentikan akibat, maka jangan menciptakan sebab. Orang yang tidak mau menciptakan sebab harus menyesuaikan jodoh dan tidak melekat padanya, maka tidak akan ada jodoh buruk.

 

Ajaran Buddha Dharma mengajarkan kita untuk melepaskan, bukan menyuruh kita untuk melepaskan semuanya, melainkan melepaskan segala hal yang tidak seharusnya kita miliki. Melepaskan memang harus melepaskan, itu tergantung seberapa banyak kamu melepaskannya. Master memberi contoh kepada semua orang: Sebesar apapun tubuh kita, yang kita punya hanyalah sebuah jantung, lemak yang berlebihan akan menekan jantung, maka lemak tersebut harus dilepaskan. Kekayaan yang berlebihan akan menyeret jiwa seseorang. Pengejaran dan khayalan yang berlebihan akan menambah beban hidup seseorang. Kita harus melepaskan keinginan yang berat di dalam hati kita. Kita melepaskan beban-beban yang membebani hidup kita, melepaskan nafsu keinginan yang berat, menghindari tuntutan yang berlebihan, melepaskan kemelekatan dan mengembalikan kepada diri sendirin sebuah langit yang cerah, biru, dan tenang. Inilah mentalitas praktisi Buddhis, mentalitas Bodhisattva di dunia.

 

Ada seseorang yang tidak memahami pembebasan. Dia pergi keluar untuk melakukan urusan, dan setelah berjalan dengan susah payah melewati gunung dan sungai, dia tidak bisa berjalan lagi. Kakinya terpeleset, dia meraih dua dahan dengan kedua tangannya. Dia tidak bisa melihat ke bawah, dan mengira dia berada di jurang yang dalam. Dia meminta Bodhisattva untuk menyelamatkannya. Sang Buddha Sakyamuni muncul, Sang Buddha berkata: Umat Buddha, mohon lepaskan. Lepaskan tangan kirimu, lalu lepaskan tangan kananmu. Kamu akan terbebas dari belenggu. Pria itu memegang dahan dan berkata: Bodhisattva, saya tidak boleh melepaskan tangan kiri saya, lalu melepaskan tangan kanan saya, saya akan jatuh ke dalam jurang, saya tidak melepaskannya. Sang Buddha melihat dia tidak dapat tercerahkan, lalu tersenyum dan pergi. Sebenarnya, orang ini hanya berjarak satu meter dari lembah. Kebenaran ini adalah untuk memberi tahu semua orang, ketika kamu melepaskan kemelekatan dan kerisauan di dalam hati, kamu akan memiliki kebebasan. Saat kamu berpegang teguh pada dahan, kamu akan menghadapi jurang kerisauan dan kehidupan. Oleh karena itu, kita menekuni Dharma dan menjadi manusia, kita harus merelakan. Merelakan baru bisa mendapatkan. Orang yang mau merelakan baru bisa mendapatkan. Hidup adalah di antara merelakan dan mendapatkan.

Hidup adalah hari ini tercerahkan, besok tersadarkan, dan lusa melakukan kesalahan. Hari ini berpikiran terbuka, tidak ada lagi kerisauan, tidak ada lagi persaingan, tidak ada lagi pertengkaran dengan suami dan istri. Setelah seminggu, melupakan segalanya, bertengkar ketika seharusnya bertengkar, terus ribut yang seharusnya diributkan. Hidup ini terus berputar-putar kembali, kita harus membebaskan diri dari perputaran kembali ini. Hal terpenting bagi praktisi Buddhis bukanlah melihat ke masa depan yang jauh dan kabur, namun memanfaatkan saat ini, mengerti apa yang harus dilakukan hari ini. Menjadi manusia harus berperilaku seperti manusia, maka kamu akan hidup di dalam alam manusia; jika kamu berperilaku seperti hantu, kamu akan menjadi hantu di dunia. Jika kamu berbuat jahat di dunia, menyakiti orang lain, dan membunuh makhluk hidup, maka kamu akan menjadi iblis jahat di dunia, adalah alam neraka di dunia.

 

Praktisi Buddhis memiliki hati yang lapang, penuh welas asih dan menyelamatkan semua makhluk. Kita harus memahami misi kita, menghargai tubuh manusia kita dalam kehidupan ini. Kita datang ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan semua makhluk, agar jiwa kita memperoleh kebebasan, bersama-sama mencapai Empat Alam Brahma. Menyingkirkan semua kerisauan di dunia berarti menjadi Buddha di dunia. Berharap semua orang bisa menjadi Bodhisattva dan Buddha di dunia, bisa hidup lebih lama di dunia ini. Jika ingin hidup lebih lama di dunia ini, maka harus meneladani Buddha dan Bodhisattva, karena Bodhisattva selamanya hidup di dunia ini. Belajar menundukkan kepala di dunia adalah suatu kemampuan. Tinggi badan seseorang adalah lima kaki, namun harus menetapkan langit dan bumi setinggi tiga kaki di dalam hati diri sendiri, harus memandang rendah diri sendiri, maka akan hidup di dunia ini untuk waktu yang lama. Hal apapun yang dilakukan di dunia ini, harus dilakukan secara perlahan dengan menundukkan kepala (merendahkan diri), maka kepalamu tidak akan terbentur, dan hidupmu akan menjadi lebih seru.

 

Mahasiswa di Universitas Harvard sering berkata, “Guru, PR saya terlalu banyak, sama sekali tidak ada waktu untuk mengerjakannya, saya tidak berdaya, tidak punya begitu banyak waktu.” Penemu Benjamin Franklin, yang menerima gelar kehormatan dari Universitas Harvard, berkata kepada mahasiswa ini: Datanglah ke rumah saya dan saya akan memberi tahu kamu satu cara. Siswa itu segera berjalan menuju rumah guru. Franklin membuka pintu, rumahnya berantakan. Franklin berkata: Maaf, kamar saya berantakan. Tolong beri saya waktu satu menit untuk membereskannya. Setelah dia menutup pintu, dia menggunakan waktu satu menit lalu membuka pintu lagi, bagian dalamnya bersih, rapi dan teratur. Pemuda itu berkata dengan aneh: Saya ke sini untuk menanyakan Anda bagaimana cara menghemat waktu. Franklin berkata: Saya sudah menjawab pertanyaanmu, apakah itu masih belum cukup? Siswa itu tiba-tiba menyadari: Profesor, Anda membuat saya memahami kebenaran hidup,  berapa banyak hal yang dapat dilakukan dalam satu menit. kalian menderita setiap hari sekarang. Kalian ingin mengubah diri tetapi tidak punya waktu untuk melafalkan paritta. Waktu itu harus diperas, gunakan waktu yang terbatas ini untuk mengubah hidup, menciptakan sebuah dunia spiritual!

 

Setetes air akan berubah menjadi gurun pada saat yang tepat. Hanya ketika seseorang menyatu dengan Laut Buddha  praktisi Buddhis, barulah dia dapat memperoleh energi. Setetes air di gurun akan segera hilang setelah terkena sinar matahari, ia mendesah: Gurun adalah nerakaku, Kutub Utara adalah surgaku. Es berkata: Es adalah yang paling berharga di gurun, tetapi paling tidak berharga di Kutub Utara. Berharap semua orang memahami satu kebenaran, kita manusia berada di dalam air berlumpur di alam manusia ini, memiliki sifat Kebuddhaan dan mentalitas pemurnian diri dan penyucian diri, itu barulah yang paling berharga. Ketika kelak kita benar-benar kembali ke surga dan kita semua adalah Bodhisattva, maka itu tidak lagi terasa berharga. Oleh karena itu, kita harus menjadikan diri kita berharga di dunia ini. Mari kita bersama-sama menciptakan dunia Buddha di Alam Manusia!

Ada begitu banyak umat hari ini, cahaya Buddha bersinar dimana-mana, penuh sukacita Dharma. Bodhisattva betapa mencintai dan menyayangi semua makhluk. Kita semua makhluk juga mencintai dan menyayangi Bodhisattva. Bodhisattva meminta kita mengubah hidup kita, maka kita harus menciptakan kehidupan yang indah. Berharap semua orang dapat menciptakan dunia Buddha di tengah kerisauan duniawi ini. Mari kita rangkul hari esok. Mari kita merasakan cahaya welas asih Bodhisattva yang menyinari kita, kita selamanya tidak akan kehilangan Bodhisattva dan akan selalu menerima berkah dari Bodhisattva! Terima kasih semuanya.