Sedikit Keinginan dan Tiada Pengejaran, Terbebaskan dan Melepaskan, Selamanya Terlepas dari Reinkarnasi (Bagian 1) 少欲无求 解脱放下 永脱轮回(上)

Seminar Dharma Kuala Lumpur, 2 Maret 2014

Sedikit Keinginan dan Tiada Pengejaran, Terbebaskan dan Melepaskan, Selamanya Terlepas dari Reinkarnasi (Bagian 1)

Terima kasih kepada Guan Shi Yin Pu Sa Yang Maha Welas Asih dan Maha Penyayang dan Naga Langit Pelindung Dharma. Karma dan jodoh yang luar biasa berubah menjadi jodoh Kebuddhaan yang luar biasa, membuat teratai Xin Ling Fa Men bermekaran di mana-mana di Malaysia! Terima kasih Guan Shi Yin Pu Sa. Terima kasih kepada semua biksu terkemuka dan teman-teman se-Dharma dari 23 negara di seluruh dunia, termasuk Eropa, Amerika, Tiongkok, Hong Kong, Makau, Taiwan, Jepang, dan Thailand. Semuanya berkumpul bersama untuk merasakan makna sebenarnya dari ajaran Buddha Dharma di dunia, untuk mencapai pembebasan, pencerahan, dan kebebasan dari penderitaan dan memperoleh kebahagiaan.


Ada sebuah studi majalah terkenal di Jerman menunjukkan bahwa terdapat 780.000 orang meninggal akibat gempa bumi dalam sepuluh tahun. 3 juta orang meninggal karena kelaparan setiap tahun. Lebih dari 1 miliar orang tidak memiliki air bersih untuk diminum. Jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 124.000 orang setiap tahun di seluruh dunia. Di antaranya ada banyak pejalan kaki yang tertabrak mati oleh orang lain saat sedang berjalan, setiap tahunnya mencapai 270.000 orang. Kita bisa duduk di sini hari ini dan mendengarkan Dharma, ini merupakan hasil pembinaan selama banyak kehidupan. Sang Buddha berkata bahwa kepuasan adalah konsep terbaik untuk mengatasi kerisauan. Berpuaslah kalian semua!


Tidak ada satu hal pun di dunia ini yang terjadi tanpa alasan, bukan kebetulan. Setiap hal yang terjadi pasti ada alasannya. Ini adalah hukum dasar alam semesta. Takdir manusia juga berjalan mengikuti hukum ini. Inilah Hukum Karma (Sebab dan Akibat) dalam ajaran Buddha Dharma. Pemikiran, ucapan, dan perilaku manusia semuanya merupakan sebab dan akan menghasilkan akibat yang relevan. Baik buruknya benih sebab secara langsung mempengaruhi dan menimbulkan akibat dari hal apapun yang kita lakukan. Oleh karena itu, kita harus menanam benih sebab yang baik. Jika kamu menciptakan benih sebab baik dan jahat, sebenarnya semua itu diciptakan oleh pikiran. Menciptakan benih sebab baik atau jahat, itu adalah keputusan dari diri sendiri. Orang yang ingin mengamalkan kebaikan dan kebajikan, dia harus memperhatikan setiap pikiran dan kesadaran yang dimilikinya, yaitu semua niat yang muncul dalam pikiran. Memperhatikan akibat apa yang ditimbulkan oleh niat pikiran itu kepada kita. Apa yang dimaksud dengan membina pikiran? Membina pikiran adalah untuk memperbaiki kesalahan yang kita lakukan di masa lalu. Dulu kita serakah, tetapi sekarang kita mengerti untuk merelakan. Dulu kita benci, tetapi sekarang kita mengerti untuk mencintai. Dulu kita sangat bodoh, tetapi sekarang kita belajar Buddha Dharma dan memperoleh kebijaksanaan, sehingga hidup dan takdir kita akan mulai berubah. Oleh karena itu, cara paling mudah untuk membina pikiran adalah dengan memulainya dari diri sendiri. Setiap orang harus mengubah temperamen dan perilaku buruk diri sendiri. Ini adalah awal dari pembinaan pikiran yang sebenarnya.


Seorang umat bertanya kepada guru Zen: “Saya dilahirkan dengan sifat pemarah, saya tidak tahu bagaimana memperbaikinya.” Guru Zen berkata: “Mohon kamu keluarkan sifat buruk pemarahmu yang kamu miliki sejak lahir, saya akan membantumu memperbaikinya.” Umat itu berkata: “Tidak bisa, Guru Zen. Saya tidak memilikinya sekarang, tetapi ketika sesuatu terjadi, sifat alami saya yang pemarah itu akan mulai muncul, dan kemudian saya tidak dapat mengendalikan emosi diri.” Guru Zen berkata: “Jika kamu menjadi pemarah dalam kondisi tertentu dan tidak terus-menerus, itu berarti kamu tidak dilahirkan dengan sifat pemarah, tetapi kamu menciptakannya sendiri ketika kamu bertengkar dengan orang lain. Mengapa kamu mengatakan itu bawaan lahir? Mengapa kamu harus menyalahkan kesalahan ini kepada orang tuamu? Ini tidak adil. “Yang paling ditakuti oleh praktisi Buddhis adalah menggunakan alasan apa pun untuk memberi kesempatan pada dirinya sendiri untuk mengendur. Ini adalah awal dari dirimu menyerah untuk menekuni Dharma. Oleh karena itu, jika kamu ingin berhasil dalam menekuni Dharma, jangan memberi alasan apa pun pada dirimu sendiri, dan juga jangan memberi kesempatan pada diri sendiri untuk menjadi lemah. Dengan begitu, kamu baru bisa maju dengan berani dan tidak pernah mundur dalam menekuni Buddha Dharma.


Hidup itu adalah perlombaan lari maraton, berlomba kesabaran, ketekunan, dan kegigihan. Kita harus berlindung pada diri sendiri, memperbaiki kepribadian diri. Kita harus menghilangkan kekotoran, kekacauan, kerisauan, kekhawatiran dan kejelekan pikiran. Kita harus membuat hati kita baik dan murni. Kita harus berpikiran terbuka dan mengabdikan hidup kita yang terbatas pada dunia spiritual yang tak terbatas. Jangan pernah terjerumus ke dalam kehampaan dan kebosanan dunia, perebutan yang tiada akhir, serta tipuan dan perdebatan dunia, ini akan segera menguras habis hidup kita. Makna hidup kita adalah untuk mencapai pencerahan. Tujuan hidup kita adalah untuk mencapai pembebasan.


Jika kita tidak memikirkan kerisauan, maka kerisauan akan meninggalkan kita. Jika kita tidak mendengarkan kerisauan,  melihat kerisauan, maka kerisauan akan meninggalkan kita, dan selamanya tidak akan ada kerisauan. Jika kamu yakin bahwa dirimu adalah Buddha masa depan, maka kamu akan mengubah kebiasaan burukmu dan memperlakukan dirimu sebagai Bodhisattva di dunia, dan kamu pasti tidak berani melakukan perbuatan buruk. Jika kamu berpikir untuk menekuni Dharma dan menjadi Buddha setiap hari, maka kamu akan melangkah maju untuk mengamalkan perbuatan baik. Orang yang sering membantu orang lain adalah welas asih, adalah membantu diri kita sendiri.


Ada orang terkaya kedua di Malaysia, bernama Ananda Krishnan, ia memiliki kekayaan US$8,1 miliar. Putra satu -satunya meninggalkan semua kejayaan dan kekayaannya 18 tahun lalu, memasuki pintu Dharma dan menjadi biksu. Hidup mengasingkan diri di hutan di Thailand. Nama sucinya adalah Ajahn Siripanyo. Ketika media mengetahui bahwa dia adalah putra satu-satunya orang terkaya kedua di Malaysia, rasio klik-tayang video pembabaran Dharma di Internet melonjak. Dia demi  menemukan makna hidup yang sebenarnya, dia meninggalkan bisnis keluarganya dan mengikuti ajaran Buddha, menjadi seorang biksu. Ibunya adalah orang Thailand, ia pernah bersekolah di Inggris dan bekerja di bidang jurnalisme, ia baru berusia 20-an tahun ketika menjadi biksu. Ini adalah versi modern dari kisah Buddha Sakyamuni yang menganggap kekayaan keluarga sebagai awan yang mengambang, dan menajalani hidup menyelamatkan semua makhluk. Ini adalah teladan bagi kita praktisi Buddhis untuk menganggap dunia sebagai ketiadaan, dengan demikian baru bisa menemukan jati diri kita di dalam hati. Jika kamu ingin memiliki kekayaan, kamu harus memiliki kekayaan spiritual di dalam hatimu. Jika ingin mempunyai kebebasan yang sesungguhnya, harus memperbaiki diri dari dalam lubuk hati. Yang diperoleh setelah kepuasan adalah kepemilikian. Kepemilikan hanya bisa diperoleh secara spiritual, tidak pernah dalam bentuk keinginan materi. Jika kita memiliki hati yang welas asih dan baik hati, maka kita akan memiliki segalanya. Hanya dengan meninggalkan kerisauan baru bisa memiliki kebahagiaan.


Kita menekuni ajaran Buddha dan Dharma itu benar dan nyata, karena hidup ini singkat, jadi kita tidak perlu menyimpan kebencian dan ketidakadilan di dalam hati dan sering menyakiti diri kita. Master dapat melihat sumber penyakit dan kekecewaan serta kegagalan kalian, tentu bukan faktor eksternal, melainkan karena jiwa kalian kurang kebijaksanaan dan terikat oleh emosi, kerisauan, dan keinginan materi duniawi.


Jika ingin memiliki kebijaksanaan harus memahami tiga konsep. Konsep yang pertama adalah pemikiran harus benar. Konsep yang kedua adalah ucapan harus baik. Konsep yang ketiga adalah harus bertindak yang benar dan berperilaku adil. Ada sebuah desa di gurun pasir, untuk memasuki kota, harus melewati gurun ini. Orang-orang di desa ini sering tersesat, jadi dengan menancapkan ranting di gurun pasir, maka bisa melihat jalan. Namun, sering ada angin dan pasir yang membuat patah semangat orang-orang di sana. Jadi, orang-orang di desa memberi tahu semua orang, ketika kamu berjalan melewati gurun ini, kamu harus meninggikan ranting pohon agar orang lain dapat melihat jalan dengan jelas. Ada seorang pengusaha melewati tempat ini, dia sangat egois dan tidak mendengarkan nasihat. Dia berpikir bahwa dia sudah melewati jalan ini dan tidak akan kembali lagi, jadi dia malas untuk mencabut rantingnya. Di tengah jalan, angin kencang bertiup dan pasir beterbangan menutupi langit. Hari sudah malam, jadi dia harus kembali, tetapi dia tidak bisa lagi menemukan ranting yang terkubur pasir. Dia sangat menyesal, lapar dan kedinginan, dan pada akhirnya mati di gurun pasir. Jika seseorang tidak dapat menoleransi jalan bagi orang lain di dalam hatinya, dia ditakdirkan untuk memutuskan jalan keluar untuk dirinya sendiri.


Praktisi Buddhis harus bertoleransi, harus memberi ruang kepada orang lain, harus mengerti untuk memahami dan memaafkan orang lain. Pikiran praktisi Buddhis harus luas seperti laut, bagaikan lautan yang bisa menaungi ratusan anak sungai, seperti laut yang selalu berada di titik terendah. Moralitas praktisi Buddhis adalah yang paling penting, karena moralitas adalah landasan sebagai seorang manusia. Jika landasan tersebut rusak, semua pengetahuan dan keterampilan akan sia-sia. Bagaimana pikiran bisa tenang? Yakin pada ajaran Buddha Dharma dan mengutamakan  welas asih, maka tidak akan ada ruang untuk rasa takut. Hanya dengan demikian hati baru bisa tenang, perasaan baru bisa konsentrasi, dan pikiran baru bisa bebas dari halangan, inilah “tiada halangan di hati .” Hanya pikiran terbebas dari halangan, maka baru bisa melewati semua kesulitan. Melewati semua kesulitan, baru bisa terbebas dari penderitaan dan memperoleh kebahagiaan.


Kita jangan membanding dengan orang lain, tetapi harus membanding dengan diri sendiri, karena membandingkan dengan orang lain akan membuat diri sendiri tidak akan bahagia. Jika membandingkan dengan diri sendiri, maka dapat melihat bahwa dirimu sedang membuat kemajuan setiap hari, kamu akan sangat bahagia. Orang yang ingin menyelamatkan orang lain sama dengan menebarkan cahaya Buddha ke dalam hati mereka. Oleh karena itu, harus membuat hati diri sendiri penuh dengan sinar mentari, barulah bisa menebarkan sinar mentari ke seluruh dunia.


Kekurangan orang adalah egois. Terkadang kita takut dengan penderitaan di dunia dan mundur. Ada seorang pemuda yang menjalankan bisnis kapas bersama orang lain. Setelah pembelian pertamanya, dia menghadapi badai yang belum pernah terjadi selama sepuluh tahun. Gudang kapas seluas puluhan ribu ton mengalami kerugian besar karena jamur dan lumut. Setelah kembali ke rumah, restoran orang tuanya mengalami kebakaran dan keluarganya menjadi miskin. Orang tuanya meninggal satu per satu karena kesedihan. Dia pergi ke pasar untuk meramal, dan peramal mengatakan kepadanya, “Kamu ditakdirkan untuk tidak bisa menjadi kaya dalam hidupmu.” Dia benar-benar kecewa dan tidak melakukan apa pun. Pada akhirnya, dia bosan dengan dunia ini dan bunuh diri dengan melompat ke sungai. Namun dia diselamatkan oleh orang lain. Dia menceritakan kemalangannya kepada orang itu. Orang itu menasihatinya untuk menemui Guru Zen di kuil. Dia bertanya: “Guru Zen, apakah bisa menghindari takdir?” “Guru Zen berkata:” Takdir ditentukan oleh diri sendiri. Berbuat baik akan mendapatkan kebaikan dan berbuat jahat akan menderita.” Guru Zen memegang seikat buah anggur di tangannya dan bertanya kepadanya, “Tolong beritahu saya apakah buah anggur ini utuh atau tidak?” Dia berkata: “Jika saya katakan ini utuh, Anda, guru Zen yang agung, akan menghancurkan buah anggur itu. Jika saya mengatakan bahwa anggur itu tidak utuh, Anda tidak perlu menghancurkannya.” Guru Zen berkata: “Kamu benar. Takdir seperti anggur ini, ada di tangan kita.” Pemuda itu bersemangat kembali, mulai dari awal, berjualan di pasar. Kemudian, bisnisnya semakin besar. Ini adalah kisah nyata. Berharap kita semua praktisi Buddhis selamanya tidak pernah putus asa, karena yang kita miliki adalah hari esok, bukan masa lalu dan kemarin.


Takdir tidak dapat diprediksi dan rumit. Terkadang kesuksesan dan kegagalan akan saling bermunculan. Kita boleh mengetahui takdir kita, tetapi kita tidak boleh membiarkan takdir mengatur kita. Kita tidak boleh menyerah pada diri sendiri karena kemalangan. Belajar Buddha Dharma adalah untuk mengubah takdir. Ketika sukses, jangan menganggap diri sendiri sebagai raksasa; ketika gagal, jangan menganggap diri sendiri sebagai kurcaci. Dengan begitu, kamu akan bisa mengendalikan dirimu, dan menguasai hidupmu.


Keserakahan manusia sudah masuk ke dalam sifat dasar, sehingga keserakahan manusia selalu ada di dalam hati setiap orang. (Master akan menceritakan sebuah lelucon tentang keserakahan) Di Taiwan, ada seorang bupati yang karena dipecat jabatannya, dia terus-menerus marah dan menjadi vegetatif. Setelah diperiksa di rumah sakit, dan memberi tahu keluarganya: “Kalian beri tahu kepada gubernur untuk memulihkan jabatannya kembali, maka dia akan bangun.” Sang istri berpikir, jika pengangkatan jabatan kembali, mengapa tidak mengangkatnya menjadi gubernur agar dia bahagia, jadi dia langsung berkata, “Bisakah mengangkatnya menjadi gubernur?” Tanpa diduga, bupati vegetatif itu tiba-tiba duduk dan berdiri, haha tertawa dan meninggal. Dokter menghela nafas dan berkata: “Tidak mengikuti nasihat dokter, meningkatkan dosis sendiri, akibat tanggung sendiri.”


Hidup itu adalah soal aritmatika, ada penambahan dan pengurangan dalam hidup. Dalam hidup kita harus menambah kekuatan akhlak mulia kita, kemudian menambah harta kekayaan, welas asih, dan kasih sayang terhadap sesama. Kita harus mengurangi materiil yang berlebihan, nafsu keinginan yang serakah, beban pikiran, kerisauan dan kekhawatiran, serta mengatur maju dan mundurnya dalam hidup. Penambahan adalah pertumbuhan. Pengurangan adalah semacam kedewasaan. Ada kemajuan dan kemunduran dalam hidup. Kesabaran adalah mundur, ketekunan adalah maju.


Setiap hari membicarakan tentang sebab dan akibat. Tahukah kalian di mana sebab dan akibat itu? Benih sebab adalah disebabkan oleh pikiran luar yang berbuat jahat ditambah dengan pikiran-pikiran yang salah. Hal yang tidak seharusnya dipikirkan kamu memikirkannya setiap hari. Ketika pikiranmu bergerak maka akan mulai menciptakan karma. Khayalan yang kontradiktif, kemelekatan, dan kerisauan dari pikiran luar itu bagaikan sel-sel jahat di dalam tubuh, menyebabkan reinkarnasi dan menimbulkan pandangan tidak benar. Jika tidak melihat sesuatu dengan benar, maka akan menciptakan karma, karena benih sebab akan mendapatkan buah akibat. Jika ingin terlepas dari sebab akibat, kamu harus memahami bahwa diri sendiri yang melakukan diri sendiri yang paham, yakni hal apapun yang kamu lakukan, kamu harus memahaminya. Karena kita ingin terbebas secara alami, jadi kita tidak boleh melekat pada hal-hal di dunia. Untuk bisa terbebas, kita harus menggunakan pikiran dan sifat kita. Pikiran dan sifat memiliki potensi kesadaran. Segala hal yang kita lakukan, kita harus memahami dalam hati kita apakah hal itu benar atau salah. Jika kita ingin terbebaskan, kita tidak boleh melahirkan dan tidak menciptakan—tidak melahirkan benar dan salah, tidak menciptakan sebab dan akibat.


Manusia hidup di dunia ini, sebenarnya tidak ada hal apa pun di dunia ini, hanya diri sendiri yang mencari masalah. Kerisauan setiap orang disebabkan oleh karma barunya masing-masing, jangan melekat untuk mengejarnya. Pikiran benar diri sendiri akan selalu berpikir: Apa yang diperebutkan akan hilang di masa depan. Bahkan tubuh fisik kita sendiri di dunia ini tidak bisa bertahan lama, lalu mengapa kita harus mengejarnya? Potensi kesadaran muncul secara bertahap, tiada perebutan dan kemelekatan, barulah potensi kesadaran kita mulai bangkit secara perlahan. Memahami dalam pikiran berarti memiliki pikiran yang jernih, dan memahami dalam pikiran adalah prasyarat untuk memiliki potensi kesadaran, karena hanya mereka yang memiliki pikiran jernih (memahami segalanya) yang dapat menemukan sifat dasar.