Menyesuaikan Jodoh terhadap Keadaan yang Baik dan Keadaan yang Sulit; Melihat Kebenaran tentang Kemunculan dan Kemusnahan Jodoh (Bagian 1) 随缘顺境逆境 看破缘起缘灭(上)

Seminar Dharma Singapura, 7 Maret 2014

Menyesuaikan Jodoh terhadap Keadaan yang Baik dan Keadaan yang Sulit; Melihat Kebenaran tentang Kemunculan dan Kemusnahan Jodoh (Bagian 1)

Terima kasih kepada Guan Shi Yin Pu Sa Yang Maha Welas Asih dan Maha Penyayang. Terima kasih kepada Naga Langit Pelindung Dharma, pintu Dharma berkembang luas, welas asih memurnikan teratai, sehingga semua makhluk kembali ke sifat semulanya, menemukan diri mereka sendiri dan jati diri mereka yang sebenarnya, serta menemukan kembali tujuan hidup, terbebas dari penderitaan dan memperoleh kebahagiaan. Kekeringan di Malaysia dalam beberapa bulan terakhir telah menyebabkan tanaman layu. Kali ini pembabaran Dharma di Malaysia dan Singapura, atas berkat Guan Shi Yin Pu Sa yang Maha Welas Asih dan Maha Penyayang, setelah seminar Dharma, Guan Shi Yin Pu Sa menurunkan hujan, memenuhi Malaysia dengan sukacita Dharma.


Terima kasih kepada semua biksu atas bantuannya dan dukungan teman-teman se-Dharma di Singapura dan di seluruh dunia, sehingga kita bisa menjalin jodoh baik secara luas di Singapura. Jika ingin memiliki jodoh Kebuddhaan, pertama-tama harus memiliki jodoh dengan sesama. Hari ini, begitu banyak teman se-Dharma dan praktisi Buddhis berkumpul bersama, ini adalah memiliki jodoh dengan semua makhluk. Bagaimana bisa menjalin jodoh baik secara luas? Tidak menyakiti siapa pun, baru bisa menjalin jodoh baik secara luas. Kebencian selamanya tidak akan bisa menguraikan kebencian. Hanya welas asih yang bisa menguraikan kebencian, ini adalah kebenaran abadi. Menggunakan welas asih untuk menguraikan segala perselisihan di dunia, inilah prinsip kebenaran Buddha. Jangan menimbulkan masalah pada diri kita sendiri karena kebodohan diri sendiri, dan jangan membuat diri sendiri menderita karena kebodohan makhluk hidup. Orang lain sering melakukan kesalahan, tetapi yang menderita bukan dia, melainkan diri kita sendiri. Memaafkan orang lain berarti memaafkan diri sendiri. Praktisi Buddhis harus mengerti untuk memaafkan, karena memaafkan orang lain berarti meningkatkan diri sendiri. Sejak kecil kita telah belajar untuk bersikap ramah. Setelah kita belajar Buddha Dharma, kita harus mengerti untuk bersikap toleran dan harmonis, baru bisa mencapai hati yang tanpa keegoisan, maka segala sesuatu di dunia ini akan terlihat indah.

Jika seseorang hidup di dunia ini selalu merasa tidak puas terhadap orang ini atau orang itu, maka akan mendatangkan penderitaan bagi dirinya. Saat ini, terdapat satu juta orang di dunia meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya, dalam setiap 40 detik terdapat satu orang memilih untuk bunuh diri. Sebenarnya, 99% orang sangat takut mati, tetapi mengapa mereka memilih untuk bunuh diri? Karena mereka kehilangan rasional dan jiwa kebijaksanaan, mengundang iblis impulsif. Ketika seseorang bersikap impulsif, pikiran iblis akan merasukinya. Orang yang dikendalikan oleh pikiran iblis akan kehilangan akal sehat; Ketika seseorang tidak mengerti dan merasa sengsara setiap hari, itu berarti sifat dasarnya terhalang oleh keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Ketika dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dia akan menyimpan dendam di dalam hatinya, sangat bodoh sekali, sehingga akan merasa pesimis, kecewa, depresi, dan cemas karena sesuatu yang tidak berjalan sesuai keinginannya. Ketika energi negatif ini terakumulasi dalam hati seseorang dalam jangka panjang dan meluas tanpa batas, maka akan berkembang menjadi keputusasaan yang menyeluruh, menciptakan dorongan destruktif yang sulit dikendalikan, seperti sumbu yang memicu kehancuran diri. Sulit bagi seorang dokter untuk menyembuhkan orang yang sekarat, dan sulit bagi Sang Buddha untuk menyelamatkan makhluk yang tak berjodoh, jadi harus menjadi makhluk yang berjodoh dengan Buddha.

Kemelekatan hari ini akan menyebabkan penderitaan di hari esok, jadi kita harus menjauhkan kemelekatan dari diri kita. Manusia adalah kombinasi dari tubuh yang terbatas dan jiwa yang tidak terbatas. Tubuh kita terbatas karena umurnya, tetapi jiwa kita itu tak terbatas. Manusia sendiri adalah tubuh yang kontradiktif. Mengapa jiwa dapat bertahan lama, sedangkan tubuh tidak tidak bisa bertahan lama? Pada dasarnya orang-orang akan tertekan dan bingung dalam kontradiksi, menggunakan tubuh yang terbatas untuk memenuhi nafsu keinginan spiritual yang tak terbatas, dan seringkali membawa penderitaan yang tidak terbatas pada orang-orang. Tubuh punya waktu tetapi nafsu keinginan tidak. Jika kita tidak bisa mencapai nafsu keinginan, maka akan menderita. Manusia tidak boleh hidup demi nafsu keinginan. Manusia harus terbebas dari keinginan, meninggalkan keinginan dan memperoleh kebahagiaan. Jika orang tidak mendapatkan yang diinginkan, dia pasti akan menderita, jadi jangan berpikir untuk mendapatkan, jangan berebut. Akibat perebutan adalah penderitaan. Tidak berebut berarti toleransi dan kerukunan. Praktisi Buddhis harus memahami untuk tidak berebut, tidak merampas, tidak serakah, dan tidak memohon, memiliki ketenangan pikiran serta pemahaman di dalam hati, barulah bisa mencapai empat kata yang tidak dapat dicapai oleh banyak orang di dunia saat ini “ping an shi fu — keselamatan adalah berkah”.

Ada sebuah perusahaan besar yang merekrut seorang pengemudi. Setelah melalui banyak putaran penyaringan, hanya tersisa tiga pesaing dengan keterampilan mengemudi terbaik. Penguji bertanya kepada mereka: “Ada sepotong emas di tepi tebing. Kalian bertiga berkendara untuk mendapatkannya. Menurut kalian seberapa jauh jaraknya kamu bisa mendapatkan emas itu tanpa jatuh dari tebing? “Pengemudi pertama berkata:” Saya berhenti pada jarak dua meter, dan bisa mendapatkannya. ” Pengemudi kedua berkata dengan penuh percaya diri “Saya bisa mendapatkan emas itu di setengah meter dari tebing.” Pengemudi ketiga berkata: “Saya akan berusaha menjauh dari tebing, semakin jauh semakin baik.” Alhasil, pengemudi ketiga yang diterima. Kita tidak boleh tergoda atau melawan godaan. Kita harus menjauhi godaan di dunia ini. Hanya dengan menjauhi godaan kita baru tidak akan tergoda.

Bersikaplah toleran terhadap orang-orang yang berbeda pendapat denganmu. Banyak orang tidak bisa menerima pendapat orang lain. Ketika dia bertanya kepada orang lain, dia sudah mempunyai pemikiran dan pendapatnya sendiri di benaknya, seperti sebuah ruangan yang penuh dengan orang, orang lain ingin masuk pun tidak bisa lagi. Praktisi Buddhis harus menyingkirkan opini-opini buruk dan pikiran-pikiran yang mengganggu di dalam hati mereka, dan menjaga pikiran sendiri tetap bersih dan kosong setiap saat. Hanya ketika pikiran bersih dan kosong barulah dapat menerima pendapat orang lain. Jika ingin kehidupan sendiri berjalan lebih baik, maka harus lebih banyak mendengarkan orang lain dan kurangi kemelekatan pada diri sendiri. Jika ingin mengubah orang lain, maka akan sangat menyakitkan. Hal yang paling menyakitkan bagi kita adalah tidak dapat meyakinkan dia, tidak bisa mengubahnya. Merasa mengapa suami tidak dapat memahami saya, mengapa anak-anak tidak dapat memahami saya? Jika ingin mengubah orang lain, maka harus terlebih dahulu mengubah diri sendiri. Hanya ketika mengubah diri sendiri, kamu baru bisa mempunyai kesempatan untuk mengubah orang lain. Sungguh menyakitkan untuk mengubah orang lain, harus belajar bersabar. Lebih menyakitkan lagi untuk memperbaiki diri sendiri, harus lebih bersabar. Mengapa agama Buddha mengatakan bahwa bersabar baru akan bertekun? Karena kita harus bersabar di dunia ini, karena banyak hal yang hanya berhasil jika kita bersabar. Kamu harus bersabar dalam keluargamu, dalam kehidupanmu, dalam pekerjaanmu, dalam hubungan dengan pasanganmu, dan dengan anak-anakmu. Ketika kamu dapat bersabar, tingkat kesadaran spiritualmu akan meningkat. Semakin bersabar, semakin tinggi tingkat kesadaran spiritual. Semakin bersabar kamu akan semakin tekun. Ini membuktikan “kesabaran dan ketekunan” dalam ajaran Buddha Dharma.

Ada seorang siswa yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Sekarang semua orang di sekolah mempelajari “Peraturan Murid”. Kita harus berbakti kepada orang tua, harus belajar welas asih, dan harus mempunyai hati yang bersyukur. Siswa ini mempelajari “Peraturan Murid” dan memahami bahwa harus berterima kasih kepada orang tua dan berlutut untuk menyembah orang tuanya, namun kini sangat sedikit anak yang mau berlutut dan menyembah orang tuanya. Malam tahun baru, siswa ini membawa satu piring buah, ingin berlutut kepada orang tuanya untuk berterima kasih atas kebaikan mereka. Melihat begitu banyak orang di rumah, merasa gengsi dan malu. Ia berjalan masuk dan keluar, tidak berani berlutut. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk berlutut dan berkata, “Ibu dan ayah, silakan makan buah.” Ketulusan mengharukan orang-orang. Semua orang tersentuh hatinya oleh ketulusan anak itu. Siswa tersebut mengucapkan beberapa kata terima kasih kepada orang tuanya, terima ksih atas kebaikannya kepada dirinya. Hati yang bersyukur akan membuat batinmu merasa sangat nyaman. Orang tuanya berlinang air mata dan berkata, “Anakku telah kembali lagi.” Sekarang, belajar “Peraturan Murid”, belajar welas asih, dan belajar berbagai ajaran Buddha Dharma harus dimulai dari anak-anak. Xin Ling Fa Men memiliki harapan, karena generasi muda mulai belajar welas asih, belajar peduli terhadap sesama, dan belajar rasa syukur, agar dapat meningkatkan tingkat kesadaran spiritual dirinya sendiri, ajaran Buddha Dharma kita akan memiliki lebih banyak harapan di dunia.

Orang harus belajar menaati sila. Menaati sila itu sangat sulit, terkadang menaati sila membuat diri sendiri sangat menderita. Ketika seseorang menghentikan kebiasaan narkoba, dia berguling-guling di lantai, mencekik lehernya sendiri, dan merasa sangat tidak nyaman. Menaati sila berarti mengendalikan kebiasaan buruk pada diri sendiri. Hari ini saya sombong dan angkuh, memandang rendah orang lain, saya harus menaati sila dan merendahkan diri. Di kala itu, Sang Buddha memimpin para biksu untuk melakukan pindapata adalah bertujuan untuk membina hati mereka, supaya bisa melepaskan diri mereka sendiri. Sebenarnya, para biksu ini sepenuhnya bisa memenuhi kebutuhan diri mereka sendiri. Ini untuk menumbuhkan welas asih semua orang. Ketika mereka mengetuk pintu untuk meminta makanan, orang lain berdana padanya, ini telah menumbuhkan welas asih orang lain; Dia menggunakan mangkuk patta untuk menampung makanan yang diberikan oleh orang lain, ini membuatnya melepaskan kesombongan dan keangkuhannya. Sang Buddha adalah bijaksana, harus melepaskan diri sendiri. Semakin tinggi bulir gandum tumbuh, semakin rendah pucuknya. Kita harus mengerti untuk menaati sila, harus mengerti bagaimana menjalani kehidupan yang baik dalam masyarakat dan menyelamatkan orang dengan baik, harus mulai dari diri kita sendiri dan menaati sila. Harus membuat semua praktisi Buddhis tahu apa itu racun, membuat semua pasien tahu apa itu racun di dunia ini. Menaati sila akan membuatmu menghadapi kenyataan. Tidak peduli bagaimana situasimu berubah, hatimu tidak berubah.

Orang yang membina dirinya dengan baik akan memiliki pandangan yang sederhana terhadap segala hal di dunia. Orang yang semakin membina dirinya dengan baik akan memiliki pandangan yang lebih sederhana terhadap ketenaran dan kekayaan di dunia. Orang yang tidak membina diri dengan baik akan tergerak oleh ketenaran dan kekayaan. Ketika hati luarnya bergerak, maka batinnya akan menjadi kotor. Jika tidak ingin ternodai oleh dunia luar, maka harus menghadapi kenyataan. Bagaimana menghadapi kenyataan? Menyesuaikan jodoh, tidak masalah. Ketidaklancaran hari ini mungkin karena belum berjodoh atau jodoh tidak memadai. Tidak peduli bagaimana keadaan berubah, hati kita tidak berubah. Yang paling penting adalah ketika keadaan yang sulit datang kita harus mengubahnya menjadi keadaan yang baik. Bagaimana seseorang mengubah keadaan yang sulit menjadi keadaan yang baik? Jika istrimu memiliki masalah denganmu, menunjukkan wajah tidak senang kepadamu, selama kamu menyesuaikan jodoh, yaitu mengikutinya. Jika dia tidak bahagia, kamu tidak boleh melawannya, kamu harus melepaskan diri dan biarkan dia bicara. Dalam hati berpikir: Berapa lama kamu bisa bicara? Kamu bisa berbicara berapa lama? Kamu berbicara setengah jam, saya mendengarkan. Kamu berbicara satu jam dan saya mendengarkan. Saya tidak akan menyia-nyiakan waktu saya. Saat kamu berbicara, saya melafalkan paritta, terus mengandalkan Bodhisattva untuk memberkati diri. Ketika keadaan yang sulit datang, saya membina pikiran dan melafalkan paritta untuk mengubahnya menjadi keadaan yang baik. Hari ini kamu marah tapi saya tidak marah, jika saya marah dan sakit, tidak ada yang akan menggantikannya.

Kami juga memiliki konsep yang akan mengubah keadaan yang sulit kamu menjadi keadaan yang baik. Kita selamanya di dunia ini jangan memandang segala hal maupun orang-orang sampai buntu, sehingga bisa menyelaraskan mentalitas kita. Walaupun suamimu memberi tahu kamu bahwa dia ingin bercerai, kamu jangan terlalu sedih, karena besok dia akan berkata, “Saya salah”. Hal-hal akan berubah. Banyak orang tidak bisa melihat masa depan, sehingga mereka akan merasa sedih, cemburu, benci, terjebak di jalan buntu, dan tidak bisa berpikiran terbuka. Hal ini bisa menjadi buruk hari ini, tidak masalah, besok saya bisa mengubahnya menjadi lebih baik, karena kita memiliki ajaran Buddha Dharma di dalam hati kita. Kita memahami kehidupan dan dunia. Bodhisattva berkata bahwa dunia ini tidak kekal. Karena dunia ini tidak kekal, maka kita harus mengikuti perubahannya. Kita tidak hanya mengikuti perubahan, namun kita juga harus mengubah keadaan yang buruk menjadi keadaan yang baik, mengubah ketidakkekalan yang buruk menjadi ketidakkekalan yang baik.

Segala sesuatu di dunia ini adalah ilusi, mendapatkannya adalah ilusi, tidak mendapatkannya juga adalah ilusi. Karena mendapatkannya atau tidak itu adalah ilusi, maka singkirkanlah ilusi di dalam hatimu dan kamu akan mendapatkan Aku yang sesungguhnya. Orang bijak tahu khayalan dan meninggalkannya. Orang yang bijaksana mengetahui bahwa dunia ini adalah ilusi dan akan segera meninggalkannya. Orang bodoh menganggap ilusi sebagai kenyataan. Orang bodoh menganggap semua bayangan dan ilusi di dunia ini adalah nyata. Kita sejak kecil berpikir bahwa rumah kita adalah nyata. Ketika kita masih muda, kita tinggal di rumah bersama orang tua. Kita bertengkar dengan saudara-saudara kita karena tempat tidur yang kecil, mengira akan selamanya tinggal bersama dengan orang tua. Di Australia, anak-anak yang berusia di atas 16 tahun tidak bisa lagi tinggal bersama orang tuanya. Orang tuanya akan berkata: “Kamu sudah berumur 16 tahun. Sudah waktunya kamu mandiri dan sudah waktunya kamu tumbuh dewasa. Kenapa kamu masih melekat pada orang tuamu?” Harus belajar mandiri, harus memahami semua makhluk, tidak serakah terhadap hal-hal yang tidak bertahan lama. Semua ilusi dan bayangan di dunia ini harus dihilangkan. Di manakah kesedihan dan kesakitan yang kita timbulkan pada diri kita sendiri ketika kita masih muda? Kita telah meninggalkanya, berarti telah meninggalkan ilusi, ketika meninggalkan ilusi, kita akan memperoleh kebahagiaan. Orang awam mengubah pikiran mereka tetapi tidak mengubah keadaan mereka. Orang suci mengubah keadaan mereka tetapi tidak pernah mengubah pikiran mereka. Betapapun besarnya hal-hal di Surga dan di bumi, semuanya hanyalah hal-hal kecil. Hanya ada dua hal besar dalam hidup: kelahiran dan kematian. Menekuni Dharma harus terbebas dari kelahiran dan kematian, dan menyerahkan diri kepada Bodhisattva, agar kita bisa terbebas dari kelahiran dan kematian. Kita telah menguasai dua pusaka Dharma terbaik, segala hal di dunia ini adalah palsu, semuanya adalah ilusi, baru bisa membuat kita terbebas dari penderitaan dan memperoleh kebahagiaan, melampaui kelahiran dan kematian.