24. Memiliki Pikiran yang Adil Tidak Egois, Pikiran Tanpa Halangan Tiada Hambatan
Kita harus mencapai pencerahan kebijaksanaan Tathagata – ru lai. Apakah yang dimaksud kebijaksanaan Tathagata? Seperti yang lalu, yang paling awal, sesuatu yang memang ada, dinamakan “ru lai”. “Mencapai pencerahan”, yakni sesuatu yang memang ada pada diri kita, kebijaksanaan yang memang sesungguhnya ada, adalah sifat Kebuddhaan dan pikiran (hati) Buddha. Apakah kalian memiliki kebijaksanaan? Oleh karena itu, Master mengatakan kepada kalian, sifat diri tidak berubah. Apakah yang dimaksud dengan “sifat diri tidak berubah”? Dengan kata lain, sifat dasar kita sendiri selamanya tidak berubah. Saya adalah orang yang baik hati, saya adalah orang yang memiliki hati nurani; saya ini bukan orang yang suka membicarakan kejelekan orang lain, maka saya harus mempertahankannya (sifat ini); saya ini bukan orang yang suka memarahi orang lain, saya juga harus mempertahankannya; saya ini tidak suka mencuri barang milik orang lain, saya akan mempertahankannya; saya ini orang yang suka melakukan kebajikan, saya akan terus melakukannya – inilah yang dimaksud dengan sifat dasar yang tidak berubah. Ketika masih kecil, kita semua pernah mengalaminya: baru saja melakukan satu kebaikan, lalu di pinggir kita ada satu teman yang menyindir, “Aduh, hebat sekali, kamu mau jadi teladan ya”, setelah itu kamu langsung tidak mau melakukan kebaikan lagi. Oleh karena itu, pada banyak anak perempuan di grup pemuda-pemudi, saya berpesan, jangan menyindir orang lain, jangan suka menyerang orang lain (dengan ucapan), karena ini akan menyakiti potensi kesadaran dirimu sendiri dan orang lain. Satu sindiran yang kamu ucapkan dengan tidak sengaja, pasti akan melukai potensi kesadaranmu. Seperti kalian ini, ada sebagian orang tidak tahan uji. Master menunjuknya sebagai penanggung jawab, namun dia sendiri sering merasa dirinya tidak pantas, tidak percaya diri, jika menghadapi sedikit masalah, segera “Aduh, saya bukan pimpinan, saya bukan penanggung jawab”, jika ada orang yang mengkritiknya, dia akan berkata “Aduh, bukan saya bukan saya… saya tidak mau tahu ah…”, “Yang ini saya tidak tahu …”, orang seperti ini termasuk orang yang tidak percaya diri, oleh karena itu sifat dasarnya juga tidak stabil. Tentu saja, dia tidak akan menyakiti orang lain, namun sesungguhnya dia yang melukai dirinya sendiri, dia telah menyakiti dirinya sendiri. Jika dalam membabarkan Ajaran Buddha Dharma, Master sama seperti kalian, tidak mau menyinggung orang lain, dalam setiap hal selalu “tidak, tidak ….”, mana mungkin Master bisa membabarkan Dharma sampai hari ini? Sampai hari ini, saya bersikap dan berperilaku benar, tidak menolak memikul tanggung jawab. Jika hari ini kamu tidak berani membawa murid-murid pergi menyebarkan Dharma, tidak berani berbicara di hadapan orang-orang, begitu melihat orang lain segera bersembunyi, tidak berani menegakkan kepala, mata juga tidak berani melihat, maka sesungguhnya kamu sedang mencampakkan kepercayaan dirimu, melepaskan Ajaran Buddha Dharma, dengan begitu kamu sudah menciptakan jarak dengan orang lain. Apabila dirimu sendiri tidak percaya diri, maka kamu harus memperbaikinya, bertahanlah, bukankah semuanya akan berlalu? Seumur hidup sampai saat ini, Master sering mengintrospeksi diri: berapa banyak kesalahan yang telah saya lakukan? Saya sangat menyesal, sewaktu muda, kesadaran saya belum sepenuhnya terbuka, sekarang saya baru tahu, dari mana saya dulu berasal, dan apa tujuan saya datang ke dunia ini. Saya juga sering berpikir, sulit sekali untuk membuka kesadaran spiritual seseorang, akan tetapi saya harus memerangi iblis di hati saya, harus berjuang mengatasi kesulitan, apapun yang terjadi, saya harus tetap bertahan untuk menolong semua makhluk.
Sifat alami tidak berubah, bukan berarti meminta kamu untuk tidak berbicara. Ada banyak orang yang mengatakan, jika ingin “sifat diri tidak berubah”, maka saya tidak akan berbicara lagi, dengan begitu hati saya tidak akan tergerak. Juga bukan berarti tidak melakukan apapun, namun meminta kalian untuk senantiasa memiliki pemikiran yang baik. Dengan kata lain, setiap hari memperlakukan orang lain dengan pemikiran baik. Setiap hari berpikir, apa yang seharusnya bisa saya lakukan untuk orang lain, setiap hari memikirkan apa saja hal-hal yang masih belum saya kerjakan dengan baik, setiap hari berpikir apakah saya seharusnya bersikap lebih baik terhadap orang lain. Pikirkan putramu, suamimu, atau istrimu … sudah berapa banyak kesalahan yang telah saya lakukan? Apakah saya masih mau terus begini, membawa perasaan bersalah, kebencian, dan kerisauan seumur hidup ini sampai akhir hayat? Ada banyak orang yang seumur hidupnya masih melakukan banyak hal-hal kotor, dan hal-hal ini akan menjadi penyebab dia menjelang ajalnya tidak bisa meninggal dengan tenang bahkan menderita sampai mati. Karena tunggu sampai saat seseorang menjelang ajalnya, dia akan mengingat kembali semua kejadian-kejadian yang dilaluinya, dan pada saat itu dia akan menjadi sangat baik hati, karena dia tahu, dia sudah mau pergi. Pada saat itu, dia akan menderita dan membenci dirinya sendiri: “Mengapa saya melakukan hal-hal sampah seperti ini?” Sesungguhnya sekarang, kalian semua sudah menjadi “tong sampah”. Tahukah kalian, ada berapa banyak sampah di dalam pikiranmu? Semuanya harus dibersihkan!
Harus berperilaku bersih, yakni perilaku dan sikap harus bersih – baik. Harus memiliki sifat diri yang tenang dan teguh, tidak tergoyahkan. Harus memiliki batin yang bebas – yakni apa yang sekarang kalian pikirkan dalam hati, maka kalian bisa melakukannya, itu berarti memiliki batin yang bebas. Jika sekarang kalian memikirkan sesuatu namun kalian tidak bisa melakukannya, berarti batin kalian tidak bebas. Misalnya, begitu kamu terpikirkan orang ini, “Aduh, menyebalkan sekali, masih menelepon saya.” Dalam hatimu mulai merasa tidak bebas dan nyaman. Kamu berpikir sedang hari raya, susah payah bisa merasa senang sedikit dan bisa santai beberapa hari, namun begitu terpikirkan: “Aduh, anak ini mengapa temperamennya buruk sekali? Sebenarnya ingin mengajaknya pergi main, namun kalau sifatnya seperti ini tidak akan mungkin bisa bersama-sama dengan orang lain.” Ya sudah, kerisauan kembali datang. Sebentar terpikirkan menantu, sebentar lagi terpikirkan anak, kapan kamu bisa menyelesaikan kerisauan-kerisauan ini? Kapan pikiranmu bisa bersih? Oleh karena itu, batin harus bisa bebas. Pikiran bagaikan air yang mengalir dengan bebas. Pikiran harus tiada hambatan dan halangan, baru bisa disebut sebagai pikiran tenang tiada halangan. Pikiran kalian tidak boleh ada hambatan dan halangan.
Kita harus meneladani Bodhisattva, bukan berarti kalian tidak boleh memiliki pemikiran, melainkan harus memiliki pemikiran, yakni dalam pikiranmu harus memiliki banyak pemikiran. Apabila Bodhisattva dalam hati tidak memikirkan semua makhluk, bagaimana mungkin turun ke dunia menolong orang-orang? Jika dalam pikiran Bodhisattva tidak memikirkan makhluk-makhluk yang menderita, tidak berpikir untuk menyelamatkan semua makhluk, bagaimana mungkin Bodhisattva bisa menjadi Bodhisattva? Pemikiran pasti harus ada, namun ini adalah pemikiran yang tak terbatas, karena ini adalah pemikiran yang tiada halangan dan tanpa hambatan. Dengan kata lain, pemikiran yang muncul pada Bodhisattva tidak akan menyakiti siapapun. Bodhisattva hanya memikirkan semua makhluk, ingin membantu semua makhluk, ini adalah pemikiran Bodhisattva. Jika hari ini saya ingin menolong kamu terbebas dari lautan penderitaan, saya tidak menginginkan balasan apapun, saya tidak memiliki pemikiran apapun yang menginginkan bantuanmu, maka kamu ini baru bisa maju, ini baru adalah pemikiran Bodhisattva. Mengapa disebut tak terbatas? Karena luas dan tak terbatas adalah welas asih. Welas asih adalah Maha Welas Asih, sedangkan Maha Welas Asih sangatlah luas. Pemikiran yang memiliki halangan akan membuat pikiranmu menjadi sangat sempit. Hari ini saya membantunya mengerjakan suatu hal, tetapi saya tidak tahu apakah lain kali dia juga akan membantu saya melakukan suatu hal? Ketika setelah kamu melakukan hal ini, maka hatimu akan terasa sangat sedih. Dulu ada banyak orang yang begitu. Anaknya di rumah sangat banyak, saat orang lain mengundangnya menghadiri pesta pernikahan, dia tidak merasa takut. “Orang lain beranak tunggal, saya hanya memberi satu angpao – amplop merah. Sedangkan saya memiliki empat anak, nantinya saya bisa mengundangmu empat kali, kamu harus memberi saya empat angpao.” Ini namanya pemikiran yang picik. Kalian sendiri coba pikirkan baik-baik, apakah dulu kalian memiliki pemikiran seperti ini? Ini bukannya Master tegas. Apakah ada “sampah” di hati kalian? Begitu banyak sampah mengapa masih tidak mau dibersihkan? Misalnya setiap Sabtu malam ada berapa banyak orang yang tidak membina diri baik-baik, akan berpikir “Saya hari ini datang membawa satu macam sayur, namun berapa banyak sayur yang bisa saya makan?” Ini namanya pemikiran yang picik. Kalian orang dari grup muda-mudi apakah pernah berpikir untuk membantu orang lain? Apakah kalian pernah berpikir menggunakan uang sendiri untuk membelikan makanan untuk orang lain? Sepanjang hari memakan makanan orang lain merasa senang. Sesungguhnya, saat otak kalian berpikir untuk makan makanan orang lain, berpikir untuk mengambil keuntungan dari orang lain, berarti ada “kebocoran” dalam pikiranmu, maka jasa kebajikanmu pun akan bocor. Jasa kebajikan tidak boleh memiliki kebocoran.
Harus memiliki sebuah pikiran yang adil tidak egois, memiliki pikiran yang tanpa halangan dan tiada hambatan, harus mengembangkan bodhicitta. Tidak egois berarti mau membantu orang lain; adil berarti tidak memihak dan tidak berat sebelah; tiada halangan dan hambatan berarti tidak ada halangan, bisa melakukan apapun yang ingin dilakukan, tidak perlu berpikir, “Saya berbuat seperti ini terlalu egois, saya harus berbuat seperti itu”; memiliki bodhicitta berarti sepanjang hari harus terhubungkan dengan pikiran Bodhisattva. Inilah tiga pikiran yang Master bahas dengan kalian. Pikiran yang berwelas asih kepada semua makhluk adalah pikiran keempat. Pikiran yang sesungguhnya, adalah segala pemikiran dan niat yang muncul, seluruhnya adalah pikiran Bodhisattva. Apa yang dimaksud dengan, “segala pemikiran dan niat yang muncul, seluruhnya adalah pikiran Bodhisattva?” Yakni memikirkan masalah apapun, semuanya menggunakan cara berpikir Bodhisattva, segala pemikiran yang muncul adalah pemikiran Bodhisattva, itu baru namanya segala pemikiran dan niat yang muncul adalah Bodhisattva. Seorang praktisi Buddhis harus memahami bagaimana bersikap dan berperilaku di dunia ini. Jika ingin mengetahui seorang praktisi Buddhis bagaimana menjadi orang yang baik di dunia ini, maka harus mengikuti aturan etika di dunia fana ini. Dengan kata lain, kita sebagai praktisi Buddhis hari ini memiliki kesadaran spiritual, kita datang ke dunia ini harus mengikuti etika dan moral dalam bersikap dan berperilaku sebagai manusia. Misalnya hari ini kamu adalah seorang manusia, berarti kamu harus memiliki sopan santun; hari ini kalian adalah manusia, maka harus membersihkan tempat tinggal kalian; hari ini kalian adalah manusia, maka harus bisa melayani orang lain, menjaga anak, menjaga rumah tangga, menjaga teman; hari ini kalian adalah manusia, maka tidak boleh menyakiti orang lain, tidak boleh iri pada orang lain, tidak boleh memarahi orang lain, tidak boleh membenci… semua ini adalah prinsip moral etika. Apakah kalian bisa melaksanakannya? Karena kita harus mengumpulkan berkah pahala kebajikan sampai pada akhirnya baru bisa pergi ke Surga, karena semakin banyak berkah pahala yang terkumpul bisa berubah menjadi jasa kebajikan. Orang yang memiliki pahala kebajikan yang semakin besar sesungguhnya begitu membina pikirannya, maka ia bisa berubah menjadi jasa kebajikan, dia baru bisa pergi ke Surga. Sibuk sepanjang hidup, tahukah kalian tujuan akhir manusia? Bukankah membina diri untuk mencapai buah pembinaan yang benar? Sedangkan buah pembinaan yang benar ini bisa membuatmu pergi ke Alam Sukhavati, pergi ke Empat Alam Brahma, terbebas dari tumimbal lahir di enam alam, pergi ke tingkat kesadaran spiritual yang tertinggi.
Kita harus bisa menghilangkan belenggu enam nafsu keinginan duniawi, baru bisa mencapai buah kesucian yang sempurna. Karena nafsu keinginan akan berlapis-lapis membelenggu kamu, membuat dirimu tidak henti-hentinya jatuh ke tengah perubahan-perubahan duniawi. Karena keletihan duniawi, penderitaan duniawi, kerisauan duniawi, sesungguhnya terbentuk karena tujuh perasaan dan enam nafsu keinginanmu. Oleh karena itu, asalkan kamu bisa mengendalikan belenggu enam nafsu keinginganmu sendiri, kamu baru bisa memperoleh buah kesucian yang sempurna. Harus bisa menghilangkan enam nafsu keinginan, setelah menghilangkannya, jiwamu baru bisa “tersembuhkan – pulih” sepenuhnya. Oleh karena itu, kamu harus menyembuhkan nafsu keinginan jiwamu secara total, kamu baru bisa sepenuhnya membuang kerisauanmu, sepenuhnya terbebaskan dari tumimbal lahir di enam alam. Oleh karena itu, kedisiplinan diri semakin sempurna, maka pencapaianmu akan semakin tinggi, juga berarti buah kesucian pembinaan diri akan menjadi semakin tinggi. Tidak melanggar karma, tidak menciptakan karma, membina diri dengan jujur dan tulus. Kita para praktisi Buddhis harus bersungguh-sungguh dan tulus dalam membina diri. Sesungguhnya yang Master beritahukan kepada kalian tidak hanya ketulusan dalam ketulusan hati, namun dalam bersikap dan dalam mengerjakan apapun, selama masih hidup di dunia ini, kita harus memperlakukan orang lain dengan tulus. Oleh karena itu, Konfusius terus mengajarkan orang-orang, lebih baik dikhianati orang lain, namun jangan sampai saya yang mengkhianati orang lain. Kamu boleh memperlakukan saya dengan buruk, kamu boleh membohongi saya, memarahi, atau memukul saya, akan tetapi saya tidak boleh membohongi kamu, saya tidak boleh melakukan apapun yang tidak baik terhadapmu. Ini yang dinamakan, “lebih baik dikhianati orang lain, namun jangan sampai saya yang mengkhianati orang lain”.
Master beritahu kalian, kita harus bisa menunjukkan kebaikan dari karakter asli sendiri. Apa yang dimaksud dengan “menunjukkan kebaikan dari karakter asli sendiri”? karena setiap orang memiliki sifat dasar yang baik di hatinya. Misalnya, kita tahu apa yang benar dan apa yang salah, ini adalah kebaikan dari sifat dasar. Menghadapi orang lain, kita harus bisa menunjukkan kebaikan dari sifat dasar ini. Contoh sederhana: jika pada tubuhmu ada giok yang bagus, emerald yang indah, giok putih, batu akik… semuanya tersembunyi pada tubuhmu sendiri. Saat kamu menunjukkannya kepada orang lain, kamu akan menunjukkan hal yang terbaik dari dirimu kepada orang lain. Orang lain akan berkata: “Wah! Kamu punya benda-benda seperti ini? Kamu hebat sekali!” Dengan kata lain, orang yang satu berhubungan dengan orang yang lain, kita harus menunjukkan sisi yang terbaik dari diri sendiri kepada orang lain, sedangkan sisi ini adalah hati nuranimu. Sisi ini adalah saya tidak pernah menyakiti orang lain, saya tidak pernah memarahi orang lain, saya tidak pernah memukul orang lain, saya tidak pernah mencuri, saya tidak pernah merampas, saya tidak berbohong, saya tidak minum minuman keras… semua ini adalah sisi kebaikan hati seseorang. Sekarang, saya ingin kalian bisa menerima hal-hal ini. Dengan kata lain, ketika kamu pergi ke rumah orang lain untuk menghadiri pesta atau perayaan Natal, kamu tidak boleh menunjukkan sisi diri sendiri yang kotor kepada orang lain. Misalnya, baru pulang kerja di mana sekujur tubuh bau keringat, mengenakan pakaian kusut dan tidak bagus, wajah berantakan, harus mandi dengan bersih, berpakaian rapi, tunjukkan sisi yang terbaik kepada orang lain, sedangkan sisi yang terbaik ini adalah sifat dasar dirimu, hati nuranimu
Oleh karena itu, Master beritahu kalian, karena kamu menunjukkan “kilauan” – kebaikan dari sifat dasarmu, maka kamu bisa melihat rupa awal yang sesungguhnya. Karena kamu menunjukkan sisi bersih dari dirimu kepada orang lain, maka sesungguhnya kamu akan mendapatkan satu sisi yang bersih. Contoh sederhana: kamu bersiap pergi ke rumah orang lain untuk mengikuti pesta, kamu berdandan dengan bersih, berpakaian rapi, sebenarnya kamu pergi demi dia, namun dari cermin kamu bisa melihat dirimu sendiri, “Aduh, ternyata saya begitu bersih, saya juga sangat cantik. Hari ini baju yang saya kenakan ini sangat indah.” Bukankah pada saat yang sama kamu mendapatkan rupamu yang semula? Karena saat kamu membantu orang lain, kamu adalah Bodhisattva, maka kamu bisa merasakan kalau “Saya adalah Bodhisattva”. Jika kamu tidak melakukan apa yang dilakukan Bodhisattva, kamu tidak membantu orang lain, bagaimana mungkin kamu bisa merasakan kalau dirimu sendiri adalah Bodhisattva? Hari ini saat kamu memarahi orang lain, apakah terpikir kalau kamu adalah Bodhisattva? Hari ini saat kamu memarahi orang lain, maka kamu adalah seorang berandal, orang picik, yang tidak tahu malu, orang yang keji kejam, orang yang jahat. Sesederhana itu saja. Oleh karena itu, Master memberitahu kalian harus bisa memahami pikiran dan menemukan sifat dasar, kalimat ini selalu saya katakan setiap kali memberikan wejangan kepada kalian. Harus bisa memahami pikiran sendiri, memahami apa yang dilakukan diri sendiri, ini berarti sudah tersadarkan. Memahami pikiran dan menemukan sifat dasar sendiri adalah tersadarkan. Bisa melihat hati nurani sendiri dan melakukan segala sesuatunya dengan jelas dan bersih, ini yang disebut dengan memahami pikiran dan menemukan sifat dasar.
Memperluas jalinan jodoh baik. Karena jika kamu bisa memperluas jalinan jodoh baik, maka kamu akan bisa mengikis dosa karma buruk. Banyak orang di Dong Fang Tai tidak mau menerima telepon, takut bisa mengundang sedikit dosa karma buruk pada dirinya sendiri. Sesungguhnya, apa yang kamu dapatkan dengan apa yang kamu berikan (pengorbananmu) tidak bisa sebanding. Contoh sederhana: hari ini Master menyelamatkan begitu banyak makhluk hidup, apakah saya akan menanggung karma mereka? Saya akan turut menanggung sedikit. Menurut kamu, lebih banyak yang Master dapatkan atau yang Master kehilangan? Memangnya Master demi diri sendiri, takut saat menyelamatkan orang lain, karena takut dosa karma buruk sebagian orang datang ke tubuh saya sendiri, jadi saya tidak menyelamatkan mereka? Lalu apa yang bisa saya dapatkan? Meskipun saya tidak kehilangan 10%, namun saya akan kehilangan 90% nya. Hari ini saya menolong orang lain, maka saya akan memperoleh 90%, dan kehilangan 10%. Coba kalian pikirkan, mana yang lebih baik? Oleh karena itu, banyak orang yang tidak mau menerima telepon, tidak mau membantu orang lain, tidak mau memperkenalkan Dharma kepada orang lain, karena takut dosa karma buruk orang lain mendatangi diri sendiri, takut mengundang arwah asing, maka pada saat yang sama, kamu akan kehilangan jasa kebajikan. Ada orang yang sering berkata, “Aduh, arwah asing ini, arwah asing itu …” Kamu harus ingat, saat dirimu sedang berperang melawan iblis, saat kamu sedang membantu orang lain, ketahuilah ada Naga Langit dan Pelindung Dharma, serta Bodhisattva yang memberkatimu. Pada saat itu berapa banyak yang kamu dapatkan? Walaupun orang jahat ini bisa memukulmu, tetapi kamu yang benar, pada akhirnya saat kamu mengalahkannya, tahukah apa yang akan kamu dapatkan? Jika menggunakan istilah masa kini, kamu akan mendapatkan pujian dari atasan, mendapatkan bonus, mendapatkan karangan bunga dari semua orang. Namun jika kamu tidak menolong orang lain, kamu takut kepada orang jahat ini, kamu takut saat kamu melawannya bisa dipukul orang jahat, maka kamu akan kehilangan kesempatan ini untuk menolong orang lain, dan kamu selamanya tidak akan bisa naik jabatan menjadi kader, atau dalam istilah sekarang adalah menjadi pimpinan. Jika demikian, berapa banyak kehilanganmu? Kenaikan jabatan, kenaikan gaji, pemberian rumah dinas dan lain-lain, semuanya tidak ada lagi. Apakah ada yang bicara lebih jelas selain yang Master katakan? Apakah kalian masih tidak paham? Harus melakukannya! Meskipun ternoda dengan sedikit dosa karma buruk, tetap harus melakukannya. Karena ketika kamu terkotori dengan dosa karma buruk, lalu kamu memohon kepada Guan Shi Yin Pu Sa, Guan Shi Yin Pu Sa akan memberkati orang-orang yang menyelamatkan semua makhluk. Karena tindakanmu adalah tindakan Bodhisattva, maka Guan Shi Yin Pu Sa pasti akan menolongmu. Jika kamu adalah orang yang egois dan mementingkan keuntungan sendiri, tidak pernah mau menolong orang lain, maka meskipun kamu memohon kepada Bodhisattva, Bodhisattva juga tidak akan menolongmu, karena kamu tidak memiliki jasa kebajikan. Jika menggunakan istilah masa kini, tidak boleh karena tersedak lalu tidak makan. Memangnya karena kamu takut tersedak lalu tidak mau makan nasi? Seorang praktisi Buddhis mana boleh tidak menolong makhluk hidup? Lalu bagaimana bisa mempelajari semangat ajaran Mahayana? Mana ada dokter yang memeriksa orang lain tidak tertular penyakitnya? Sewaktu menolong orang lain mana mungkin tidak ada pengorbanan?
Master akan melanjutkan pembahasan, pembinaan perilaku dan pikiran adalah suatu proses jangka panjang dengan kesulitan besar, namun adalah hal-hal yang sangat bersyukur. Karena saat pembinaanmu sudah mencapai suatu tingkat kesadaran spiritual tertentu, kamu akan memperoleh berkat kekuatan dari Bodhisattva. Biksu Tang melalui 81 kesulitan untuk mengambil Kitab Suci ke India, jika dia menyerah di tengah jalan, menurutmu, apakah dia bisa menjadi Buddha? Coba kalian pikirkan, Guan Shi Yin Pu Sa mengapa tidak membantu Biksu Tang secara langsung pergi ke India mengambil Kitab Suci? Mengapa dia harus mengalami begitu banyak kesulitan? Mengapa Guan Shi Yin Pu Sa tidak membuat Biksu Tang tidak mengalami kesulitan apapun? Karena ini sudah pasti, semua ini yang sudah pasti harus diterimanya. Hanya yang mampu melalui kesulitan yang tersulit, baru bisa menjadi orang yang hebat. Apakah yang disebut sebagai “orang yang hebat” – orang di atas orang lain? Apa yang ada di atas orang? Itu adalah Langit – Surga, yaitu penghuni Surga, berarti kesadaran spiritualmu sudah tidak lagi berada di dunia ini, berdasarkan tingkat kesadaran spiritual Buddha dan Bodhisattva, berarti dia adalah Bodhisattva. Di Surga adalah Dewa, Langit di luar Surga adalah Bodhisattva.
Kalian harus ingat: menekuni Dharma dan membina pikiran adalah proses jangka panjang yang sulit sekali, harus bisa mengendalikan keegoisan diri sendiri, harus bisa mengendalikan kekurangan sendiri, harus bisa bersabar dan tekun memajukan diri, harus bisa mengintrospeksi diri sendiri, harus bisa menyesali dan bertobat atas kesalahan sendiri, harus bisa berwelas asih. Orang seperti ini baru bisa menjadi “orang di atas orang – orang hebat” di dunia ini, sesungguhnya adalah menjadi orang suci yang kesadaran spiritualnya sudah melampaui manusia biasa.