18. Kebaikan dan Kejahatan Pada Hakikatnya Merupakan Bagian dari Karma 善恶本来即属因果

18. Kebaikan dan Kejahatan Pada Hakikatnya Merupakan Bagian dari Karma

Hari ini Master akan membahas tentang kemelekatan dengan kalian. Dalam kemelekatan terbagi menjadi beberapa macam. Ada sebagian orang pun bisa memiliki kemelekatan terhadap kebaikan dan kejahatan. Sesungguhnya, kemelekatan tidak hanya merujuk pada kemelekatan terhadap kejahatan, juga bisa merupakan kemelekatan terhadap kebaikan. Contoh sederhana: kamu yang melahirkan anak, maka sudah seharusnya kamu menjaga anakmu. Akan tetapi dirimu terus-menerus baik terhadap anak, terus memberi makan kepada anak, sampai pada akhirnya anak menjadi gemuk, apakah yang kamu lakukan ini juga demi kebaikan anak? Saat anak merasa lapar, dia sendiri bisa makan. Justru karena kamu melekat – bersikeras berpendapat bahwa banyak makan bagus bagi kesehatan tubuh anak kecil, bisa membuatnya gemuk, makanya kamu terus memberinya makan, sampai pada akhirnya membuat lambung anak membesar, dan menyebabkan dia menjadi ingin makan tiada hentinya, alhasil anakmu menjadi orang yang sangat gemuk. Harus memahami prinsip kebenaran ini. Misalnya, ada banyak orang yang berjudi, dia sudah kalah uangnya, akan tetapi setelah kalah pun, dia melekat – bersikeras bahwa uang ini harus saya menangkan kembali, “Coba lihat, hanya selisih sedikit saja, kurang satu angka saja, saya bisa segera memenangkannya kembali”. Dia berpikir demikian. Dalam keadaan seperti ini, banyak orang akan melekat – menjadi keras kepala. Selain itu, ada juga kemelekatan terhadap kejahatan atau keburukan. Misalnya, saya sangat membenci dia, saya benci sekali kepadanya. Orang lain menasihati saya, “Jangan benci lagi, kalian begini karena jodoh buruk dari kehidupan sebelumnya”. “Saya tidak peduli. Seumur hidup, dia memperlakukan saya begini, saya pun harus begitu terhadapnya.” Ini namanya kemelekatan yang tidak baik, yakni terus-menerus menggunakan pemikiran buruk, ucapan yang buruk, kata-kata yang buruk, lalu membuat diri sendiri berubah menjadi orang yang sangat keras kepala. Sesungguhnya, ini berarti tidak bisa berpikiran terbuka, tidak bisa berpikir melampauinya, ini yang dinamakan kemelekatan – keras kepala.

Kebaikan dan kejahatan sesungguhnya mengandung kemelekatan di dalamnya, semuanya tidak baik. Mengapa kemelekatan yang baik dan yang jahat semuanya tidak baik? Sederhana saja, karena saat kamu memiliki pemikiran baik, kamu terus berpikir untuk melakukan suatu hal, kamu merasa saya melakukannya dengan kebaikan hati, sesungguhnya kemelekatan ini menyebabkan kebaikan hatimu ini menjadi tidak sempurna. Suatu hal yang baik, jika sudah melewati batas, dia juga disebut sebagai kemelekatan; suatu hal yang tidak baik, jika melewati batas, juga disebut sebagai kemelekatan. “Kamu ini orangnya terlalu begini …” itu berarti sudah melewati batas, sudah kelewatan, jika berlebihan juga tidak baik. Oleh karena itu, kalian semua harus memahami prinsip kebenaran ini. Makna dari kemelekatan adalah sudah melewati batas – berlebihan, “Saya harus begini, saya harus begitu ..” Terhadap suatu hal yang baik, saya lakukan dengan wajar; terhadap suatu hal yang buruk, saya pun tidak boleh berlebihan, dengan begitu kamu selamanya tidak akan kelewatan dalam melakukan segala hal. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan orang-orang Tiongkok, yakni “Jalan Tengah”. Baik terhadap ibu, ayah, maupun anak, kita tidak boleh berlebihan; terhadap suatu hal yang buruk, juga tidak boleh berlebihan. Jika orang tua kita sendiri memperlakukan kita dengan tidak baik pun, kita juga jangan berlebihan membenci mereka, karena mereka pun memiliki kesulitannya sendiri. Atasan memperlakukanmu dengan buruk, juga karena atasan kamu memiliki persoalannya sendiri. Terhadap masalah apapun yang terjadi di dunia ini, mereka memiliki kesusahannya sendiri. Jadi apa yang perlu dipermasalahkan? Tidak usah dipedulikan. Jika bisa berpikiran terbuka, tidak menganggap sebagai masalah, maka tidak akan apa-apa. Apabila tidak bisa berpikiran terbuka, kamu melekat terhadap banyak hal – seperti, saya harus melakukan hal ini. Contoh sederhana, kamu mengatakan, “Saya harus bisa pergi ke Alam Sukhavati”, apakah kamu bisa pergi ke sana? Sekarang kamu melepaskan segalanya, “Saya ingin pergi ke Alam Sukhavati”, lalu bagaimana dengan keluargamu? Bagaimana dengan anakmu? Bagaimana dengan orang tuamu? Terhadap segala hal yang kamu miliki, di saat belum waktunya kamu meninggalkan dunia ini, kamu dengan keras kepala mengatakan, “Saya ingin pergi ke Alam Sukhavati”, tidak peduli bisa pergi ke sana atau tidak, ini juga merupakan kemelekatan.

Ada sebagian besar orang tua yang memiliki sifat yang sangat keras kepala, dan ini bisa diturunkan kepada anak-anaknya. Jika orang tua dipenuhi dengan ketidaktahuan dan kebodohan, maka anaknya juga akan memiliki kebodohan dan ketidaktahuan. Jika sifat kita sendiri begitu keras kepala, mana mungkin anak kita tidak keras kepala?  Saat anak menunjukkan betapa keras wataknya,“Mengapa kamu seperti ini?” Bukankah ini karena sifat keras kepala dirimu sendiri, makanya anakmu baru bisa begitu? Bukankah ini yang disebut dengan balasan karma? Oleh karena itu, jangan melekat pada apa yang baik dan apa yang jahat, karena kemelekatan ini akan menyakitimu seumur hidup, karena kemelekatan ini akan membuatmu semakin menjauh dari prinsip kebenaran Buddha Dharma. Karena kamu tidak mengerti tentang teori agama Buddha, kamu tidak memahami bagaimana penerapan Ajaran Buddha Dharma yang sesungguhnya. 

Karena kebaikan dan kejahatan itu saling bertolak belakang, tidak mutlak. Apa maksud dari “mutlak” di sini? Contohnya, kamu mengatakan bahwa hal ini baik, maka kamu merasa ini sudah pasti suatu kebaikan. Jika kamu merasa hal ini tidak baik, ini adalah hal yang buruk, lalu kamu menganggap hal ini pasti adalah sesuatu yang jahat. Namun apa yang disebut sebagai hal yang jahat? Hal yang jahat, adalah suatu hal yang kamu anggap merugikanmu, kamu merasa hal ini sudah bertolak belakang dengan logika pada umumnya, kamu merasa hal ini telah menyakitimu, maka kamu akan merasa bahwa hal ini adalah sesuatu yang jahat. Masalahnya, dari sudut manakah dirimu mempertimbangkan masalah ini, benar tidak? Contoh sama yang sederhana, apa yang disebut dengan kejahatan? Apa pula yang disebut dengan kebaikan? Ketika Ibu melotot padamu dan berkata, “Anak perempuan tidak boleh pergi keluar malam-malam”. Lalu menurutmu, apakah yang dia (Ibu) lakukan adalah kejahatan? Dari sudut pandang anak, dia akan merasa, “Anak orang lain boleh pergi main keluar di malam hari, mengapa mama tidak memperbolehkan saya pergi keluar malam? Mata mama sampai melotot begitu besar, galak sekali, ibu seperti ini, saya pun tidak mau”. Sewaktu kalian masih kecil, pasti berpikir begitu. Tetapi tunggu saat kalian sudah dewasa, ketika kalian sendiri sudah punya anak, apakah kalian akan mengizinkan anakmu pergi keluar di malam hari? Karena “kejahatan” ini hanya dilihat dari sudut pandang dirimu sendiri, sewaktu kamu tidak memahami kebenarannya, kamu masih belum mengerti penyebab terjadinya hal ini, maka kamu menganggapnya jahat. Oleh karena itu, segala hal yang kamu pikirkan, semuanya memiliki dua sisi, sesuatu yang baik juga memiliki dua sisi. Ketika seorang dokter hanya bisa membuka resep obat, tanpa peduli pada hidup dan mati pasiennya, apakah ini yang dinamakan dokter yang baik? “Saya sangat baik, saya demi membantumu, ini semua demi kebaikanmu.” Tetapi pada akhirnya, malah membuat pasien itu meninggal, apakah ini yang dinamakan dokter yang baik? Oleh karena itu, kebaikan dan kejahatan, keduanya tidak mutlak. Dan terhadap sesuatu yang tidak mutlak atau tidak pasti, sebaiknya kamu jangan terlalu mengejar dan melekat terhadap hal-hal yang palsu ini, maka kita harus bisa menghilangkan kemelekatan duniawi.

Manusia pada dasarnya adalah setara. Dunia ini pada hakikatnya seperti ada dan seperti tiada, terkadang ada terkadang tidak ada. Seperti keberadaan masalah ini, setelah satu hari berlalu sudah tidak ada lagi. Misalnya, kemarin bertengkar, lalu hari ini berbaikan; hari ini berbaikan, lalu besok bertengkar lagi. Masalah ini sepertinya ada, namun sepertinya juga tiada. Seperti barang-barang di dalam pusat perbelanjaan, sepertinya ada; setelah beberapa hari semuanya terjual habis, maka menjadi tiada; setelah tidak ada, lalu kembali mengisi stok, maka jadi ada lagi; beberapa hari kemudian lalu habis lagi. Beberapa hari sebelumnya bukankah Master mengatakan kepada kalian, bahwa akan terjadi satu gempa bumi besar? Bukankah benar-benar terjadi? Selanjutnya akan terjadi lagi. Apa yang Master katakan kepada kalian, saya tidak perlu pembuktian, saya hanya ingin mengingatkan kalian, bahwa dunia ini selamanya tidak damai – selamanya tidak ada ketenangan, tidak ada satu hari yang damai. Oleh karena itu, jika kamu ingin menemukan satu jalan yang damai dan tenang, hanya dengan membina pikiran dan perilaku dengan baik, hanya dengan membuat diri sendiri berpandangan lebih terbuka, bisa memandang dengan lebih kosong. Saya tidak memiliki apa pun, saya pada dasarnya tidak ada, sepertinya ada sepertinya tiada, terkadang ada terkadang tiada, sedangkan dunia ini pada dasarnya adalah setara. Jika kamu tidak membina pikiran, maka kamu akan sama rata dengan orang lain, saat dilahirkan, semua orang sama rata, walau sudah tua pun tetap setara, setiap orang akan menua; sakit pun setara, setiap orang bisa sakit. Tidak peduli siapa pun kamu, baik sekarang kamu adalah orang kaya maupun orang miskin, atau istri raja sekalipun, atau bahkan raja, semuanya akan mengalami kelahiran, penuaan, sakit, dan kematian. Siapa yang mampu menghindarnya? Ini yang disebut sebagai kesetaraan. Hanya setelah membina pikiran, kamu baru bisa benar-benar berubah. 

Kebaikan dan kejahatan pada hakikatnya adalah salah satu jenis karma. Karena saat kamu memperoleh buah karma, kamu merasa dia menjadi baik padamu, sesungguhnya ini adalah bibit karma baik yang kamu tanam, maka membuatmu memperoleh satu buah karma baik. Akan tetapi bibit sebab ini dan buah karma ini, dia pada dasarnya hanyalah salah satu jenis dari kebaikan dan kejahatan, tidak melambangkan baik dan buruk. Masalah ini sangat sederhana, tidak ada yang spesial. Misalnya, kamu baik terhadap orang lain, maka orang lain pun baik pada dirimu, kamu merasa ini adalah suatu bentuk balasan, ini adalah suatu hal yang baik. Sesungguhnya, dia tidak melambangkan perbuatan baik, hanya saja kamu baik kepada orang lain, lalu kamu mendapatkan balasan yang baik, namun tidak melambangkan bahwa hal ini pada dasarnya adalah suatu perbuatan baik, karena dia juga bersifat egois. Kamu baik kepadanya, maka balasan yang dia berikan kepadamu adalah baik. Kamu juga tidak bersikap baik terhadap semua orang di dunia ini bukan? Ini pada dasarnya tidak bisa membuktikan bahwa dia adalah suatu perbuatan baik. Perbuatan baik adalah perbuatan yang bisa membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia, bagi seluruh dunia, bagi semua makhluk hidup.

Kita harus bisa memahami diri sendiri. Seseorang harus bisa memahami dirinya sendiri. Saat hal buruk datang, “Aduh, ini adalah balasan karma saya”. Saat yang baik datang, “Aduh, sesuatu yang baik terjadi pada saya, saya berterima kasih kepada Guan Shi Yin Pu Sa, terima kasih Guan Shi Yin Pu Sa memberikan saya kesempatan untuk mengenal ajaran Buddha Dharma di kehidupan yang lalu dan sekarang”. Banyak orang justru tidak memahami dirinya sendiri. Saat diri sendiri hampir marah, dia pun tidak mengetahuinya, karena ketika seseorang sedang marah, maka otak besarnya akan kehilangan kendali. Saat sedang marah-marah, dia akan mengikuti cara berpikir di luar otak besarnya, karena pada saat ini sudah bukan pemikirannya sendiri lagi. Sedangkan pemikiran di luar otak besar ini, bagaimana bisa muncul? Karena sering melekat, karena kamu pernah berpikir bahwa hal ini memang begini, dan berpendapat bahwa ini benar, kemudian saat kamu kembali melihat masalah ini, kamu akan terpikir kalau masalah ini gawat, lalu semakin dipikirkan akan membuat dirimu menjadi semakin tidak senang. Contoh sederhana, kalian saat mengendarai mobil, sewaktu melewati jalan ini sering terjebak macet, lalu melihat ada satu jalan di pinggir yang bisa dilalui, namun kamu belum pernah melewatinya. Setiap kali kamu berkendara dan melalui pinggir jalan ini, kamu selalu berpikir, “Mungkin jika saya masuk ke jalan ini, saya tidak akan terjebak macet, mungkin bisa maju ke depan”. Setiap kali kamu berkendara, kamu selalu melihat jalan ini, maka di dalam alam bawah sadarmu, akan ada keberadaan jalan ini. Oleh karena itu, jika pada suatu hari, kamu sudah merasa gemas dan kesal, merasa, “Kenapa macet lagi? Saya ambil jalan ini saja”, tidak disangka ternyata begitu masuk, itu adalah sebuah gang buntu, kamu masih harus kembali keluar. Inilah mengapa Master berkata kepada kalian: saat sedang marah, sesungguhnya pemikiranmu sudah memiliki suatu kesadaran yang sama dengan kesadaran dalam keseharianmu, yakni dalam kesadaranmu tersimpan satu pemahaman yang sama. Karena sudah memiliki pemahaman yang sama ini, baru bisa membuat dirimu marah. Contoh sederhana, ada banyak ibu-ibu di antara kalian, hari ini melihat tempat ini kotor, hari ini tidak bicara; besok melihat tempat ini kembali kotor, tetap tidak bicara. Tunggu sampai suatu hari nanti, kamu sudah tidak tahan lagi, karena dia satu kali, dua kali … setiap kali amarahnya terkumpul sedikit demi sedikit. Tunggu sampai amarahnya sudah meluap, maka dia mulai marah-marah, “Mengapa kalian membuat tempat ini menjadi begitu kotor?” Oleh karena itu, kalian harus memahami bahwa, sesungguhnya saat kamu sedang marah, itu adalah suatu bentuk pelampiasan kesadaran yang menumpuk dalam dirimu dalam waktu yang lama, sedangkan kesadaran yang menumpuk dalam jangka waktu lama ini, sesungguhnya sudah merupakan halangan karma buruk, ini seperti yang Master katakan, yakni saat “meledak”. Jika halangan karma buruk teraktivasi, “meledak” bisa berubah menjadi arwah asing, karena sebenarnya arwah asing juga merupakan satu titik “ledakan”.

Tidak ada seorang pun yang marah tanpa sebab. Jika orang ini tiba-tiba marah, karena dia sudah tidak bisa menahan diri lagi terhadap hal ini, makanya dia baru bisa meluapkannya keluar. Oleh karena itu, jangan mengira diri sendiri marah adalah hal baik. Sesungguhnya, marah-marah seperti sakit saraf gigi, hari ini sedikit sakit, besok sedikit nyeri. Saat tidak minum air panas, giginya tidak sakit, namun tidak lama kemudian tiba-tiba gigi terasa senut-senut; saat minum air dingin, gigi mulai sakit lagi, lalu merasa tidak senang; tidak lama kemudian, lupa minum obat, giginya sakit lagi; tunggu setelah sakit 5-6 kali, gigi mulai bengkak, tidak ada cara lain, hanya bisa dicabut. Oleh karena itu, sama seperti masalah-masalah yang terjadi di dunia ini, semuanya setara. Maka kita harus bisa memutuskan hal-hal yang sudah jelas bisa menjadi penyebab kamu marah di kemudian hari nanti, yang terpenting adalah kamu harus membentuk satu konsep pemikiran baik dalam pikiranmu. Hari ini saya memiliki satu pemikiran buruk, saya harus segera melenyapkannya; hal-hal yang paling mudah membuat saya marah, saya harus mencari satu cara untuk melenyapkannya. Misalnya, suami hari ini kembali merokok, saya segera berpikir, “Aduh, orang ini kenapa begini, saya akan kembali menasihatinya, dia sudah kecanduan, setidaknya supaya dia bisa mengurangi jumlah rokoknya.” Beberapa hari kemudian, kamu kembali melihatnya merokok, lalu kamu ingin marah, “Sudahlah, coba saya pikirkan cara lain untuk bicara padanya.” Jadi saat amarahmu datang, saat itu juga kamu lenyapkan, jangan biarkan dia menumpuk, karena penumpukkan adalah sesuatu yang sangat repot. Sama seperti kamar kalian, tidak ada satu kamar pun yang tidak menumpuk sampai kotor, berantakan, dan buruk, karena kekurangan dari kebanyakan orang adalah tidak rela untuk membuang barang, maka suka menyimpan barang ini di rumah, atau menyimpan barang itu di rumah, pada akhirnya membuatmu susah berjalan di rumah sendiri, ini yang dinamakan penumpukan. Oleh karena itu, jangan biarkan ketidaksenangan di hatimu menumpuk setiap hari, harus segera melupakannya, tidak ada yang perlu ditumpuk. Mengumpulkan kebaikan, menanam bibit karma baik; mengumpulkan kejahatan, menanam bibit karma buruk. Balasan baik maupun buruk, diciptakan oleh manusia sendiri.