16. Tidak Memaksakan Jodoh, Tidak Memikirkan Kebaikan, Juga Tidak Memikirkan Kejahatan
Tiada kesalahan maupun kejahatan dalam pikiran kita. Segala hal yang terjadi di dunia ini pada dasarnya tercipta karena adanya hukum karma, oleh karena itu jangan ada pemikiran bahwa sesuatu hal itu benar maupun salah, hilangkan pemikiran buruk, maka tidak akan ada jodoh buruk. “Tiada kesalahan”, apa maksudnya? “Tiada” berarti saya tidak mengatakan apapun, hal ini bukan masalah, hal ini tidak boleh saya lakukan. Arti kata “kesalahan” adalah celaan atau kecaman, sedangkan di sini merujuk pada arti yang lain, yakni bagi saya masalah-masalah itu tidak ada apa-apanya. Tiada kesalahan juga tiada kejahatan, berarti yang ada dalam pikiran hanyalah hal-hal yang bersih, tiada pemikiran buruk apapun, maka tentu saja tiada yang salah. Oleh karena itu, kita harus menghilangkan perasaan iri hati, yang dinamakan sebagai tiada kecemburuan. Kemudian kita juga perlu meniadakan ketamakan dan kebencian. Ketamakan, kebencian, dan kebodohan, mengapa di sini unsur “kebodohan” dihilangkan? Karena dua kata ini “ketamakan dan kebencian” lebih penting daripada “kebodohan”. Karena ketamakan bisa mencelakakan orang lain, kebencian pun bisa mencelakakan orang lain, namun jika memiliki kebodohan, paling-paling dia adalah orang yang terganggu jiwanya, karena melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Seperti, kamu tidak seharusnya tamak, tidak seharusnya memikirkan hal itu, memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya itu adalah kebodohan, menginginkan dan mengejar hal-hal yang tidak bisa dimiliki, itulah kebodohan. Ingin menang lotere, bukankah itu adalah suatu kebodohan? Tidak punya uang namun berkhayal menjadi kaya raya, bukankah itu adalah suatu kebodohan? Oleh karena itu, kita harus bisa meniadakan malapetaka dan bencana. Apa maksudnya? Dengan kata lain, dalam hidup ini, kita harus membina diri dengan baik, agar bisa terhindar dari malapetaka, terhindar dari hal-hal yang bisa menyakiti kita, sampai tidak ada lagi bencana maupun malapetaka.
Tiada ketamakan dan kebencian, tiada kecemburuan, tiada ketidakbenaran dan kejahatan, kita harus bisa melihat rupa jodoh. Apakah yang dimaksud dengan “rupa jodoh” – “yuan xiang”? “Yuan” di sini berasal dari kata “yuanfen” atau jodoh, sedangkan “xiang” berarti yang terlihat. Kamu harus bisa melihat bahwa segala hal di dunia ini adalah jodoh, ini yang disebut sebagai rupa jodoh. Rupa jodoh adalah kebaikan dan kejahatan dalam hati kita (pandangan kita). Karena kamu sudah mengetahui jodoh ini, maka akan membaginya menjadi dua macam jodoh, yang pertama adalah jodoh baik, dan yang satunya lagi adalah jodoh buruk. Rupa jodoh adalah kamu mampu melihat wujud rupa sesungguhnya dari jodoh ini. Sesungguhnya, rupa jodoh adalah rupa kesadaran spiritual. Apakah rupa kesadaran spiritual? Itu adalah tingkat kesadaran spiritual. Tingkat kesadaran spiritual seseorang sangat penting, jika orang ini tidak memiliki kesadaran spiritual, maka dia akan tertimpa kesialan. Karena tingkat kesadaran spiritual kamu tidak tinggi, maka kamu baru bisa bersikeras untuk membalikkan masalah ini, masih menjelaskan dan membicarakannya, kalau begitu kamu pasti tidak akan mendapatkan hasil yang baik. Banyak orang yang suka berbicara, namun bicara sampai pada akhirnya, orang lain berkata kepadanya: “Kita bicara di pengadilan saja, kamu jangan lagi bicara dengan saya.” Oleh karena itu, saat kalian melakukan kesalahan, apa yang Master katakan kepada kalian? “Kamu tidak perlu menjelaskan apa-apa kepada saya, kamu tidak perlu melakukan apapun, kamu pulang ke rumah dan pikirkan baik-baik apakah yang kamu lakukan benar atau tidak?” Apa yang perlu dikatakan? Masih ada logikanya? Coba kamu beritahu saya, apakah berbuat kesalahan masih ada logikanya? Seperti satu hal yang sudah sangat kotor, kemudian kembali memberitahukan kekotoran ini kepada orang-orang, mengatakan bahwa hal ini tidak terlalu kotor, sangat bersih, sama saja logikanya. Kamu mencuci mangkuk di rumah, namun mangkuk ini tidak dicuci dengan bersih, lalu kamu sendiri akan berkata, “Tidak kok, saya biasanya mencuci dengan sangat bersih, mengapa hari ini tidak bersih?” Kemudian kembali menyekanya dengan tangan. Bagaimana orang lain memandangmu? Mau bicara apa? Apa yang perlu dikatakan? Misalnya Tante Ma memasak untuk Master, karena kurang berhati-hati, atau satu serangga kecil yang masuk. Master tidak bicara. Tante Ma datang menghampiri dan berkata, “Maaf”, maka hal ini berhenti sampai di sini, namun jika kamu masih bilang kepada saya begini dan begitu, semakin bicara semakin tidak bagus, semakin dijelaskan semakin runyam. Seorang praktisi Buddhis, tidak perlu bicara logika, yang ada hanya karma. Siapa suruh kamu tidak menutupnya dengan baik? Jadi serangga kecil masuk, lalu dimasak untuk disantap orang lain, itu sudah tidak baik. Segala penjelasan yang kamu lakukan, pada akhirnya hanyalah dua kata – tidak baik.
Oleh karena itu, pikiran kita sendiri tidak boleh berantakan, harus memiliki pikiran tanpa halangan. Apakah yang dimaksud dengan pikiran sendiri yang tidak berantakan, dan pikiran sendiri yang tanpa halangan? Dengan kata lain, jangan biarkan pikiran sendiri berantakan, jangan ada kekhawatiran pada pikiran sendiri, jangan ada hambatan. Dalam banyak hal, orang lain masih belum berpikir bagaimana, namun dalam pikiranmu sendiri sudah ada halangan. “Aduh, hal ini boleh dilakukan atau tidak? Kalau saya terus melakukannya seperti ini apakah baik?” Ini namanya ada kekhawatiran, ada halangan. Manusia harus menggunakan kebijaksanaan untuk mengamati pikirannya sendiri dan sifat dasarnya sendiri. Di mana ada kebijaksanaan? Siapa yang memiliki kebijaksanaan di antara kalian? Apakah mampu mempelajari kebijaksanaan Bodhisattva? Kebijaksanaan bukan pura-pura, kebijaksanaan juga bukan tipu-muslihat, kebijaksanaan datang dari pembinaan. Dengan potensi kesadaran untuk menyadarinya, itu baru namanya kebijaksanaan; jika mendengarnya dari perkataan orang lain, itu bukan kebijaksanaan. Banyak orang yang melakukan investasi properti juga begitu, melihat orang lain melakukan bisnis properti lalu meraup keuntungan, maka dia juga ikut melakukannya. Mengumpulkan dana, pada akhirnya bangkrut dan habis hartanya, karena dia mempertaruhkan semuanya ke dalam. Terakhir, melakukan separuh lalu berhenti, karena tidak mampu meneruskan pembangunan, ini dinamakan “rumah separuh jadi”, lalu pada akhirnya kalah semua. Ini yang disebut kebijaksanaan? Apakah kebijaksanaan itu? Kebijaksanaan adalah suatu energi, suatu benda yang memancarkan energi. Jika kamu adalah orang yang tidak memiliki energi, bagaimana mungkin kamu bisa berbanding dengan orang lain? Pengusaha kaya dari Hong Kong Tuan Li bisa membangun terowongan di sini, kamu juga mau ikut membangun? Dia memiliki kekuatan ini, tidak bisa dikatakan kalau dia memiliki kebijaksanaan, namun setidaknya dia memiliki kebijaksanaan dalam suatu aspek tertentu. Mungkin kebijaksanaan ini adalah hasil pembinaannya di kehidupan sebelumnya, maka dia bisa memiliki berkah kebajikan ini, baru bisa menjadi kebijaksanaannya di dunia ini.
Tidak melakukan kejahatan. Yakni perbuatan jahat apapun jangan dilakukan, hal-hal yang buruk sama sekali tidak akan saya sentuh. Seseorang janganlah melakukan hal jahat apapun, harus bisa membina perbuatan baik. Sesungguhnya kedua kalimat ini membuktikan perkataan yang kita katakan, “mengamalkan semua kebajikan, tidak melakukan segala kejahatan.” Selain itu, juga tidak boleh melekat – keras kepala. Karena saat seseorang sedang keras kepala, maka sesungguhnya kecerdasan intelektualnya sangat rendah. “Saya harus melakukan hal ini”, “Saya harus bisa membelinya” … maka dia tidak akan bisa melihat segala hal yang tidak menguntungkannya, karena yang dipikirkan dalam otaknya hanya satu masalah, maka dia tidak akan memandang penting unsur-unsur yang lain. Kamu ingin anakmu baik, seperti Tuan Zhou ingin anaknya baik, berusaha keras melafalkan paritta untuknya, berarti kamu sudah keras kepala. Melafalkan paritta sampai bisa keadaan membaik, lalu setelah kembali ke Australia terus bertengkar dengan orang tua. Maka jadi orang jangan keras kepala, yang kita bina adalah kebijaksanaan. Kita harus bisa menghormati atasan, bawahan, jangan ada pemikiran untuk memaksakan jodoh. Terhadap orang yang lebih tua harus hormat, terhadap yang lebih muda harus menyayangi. Master biasanya terhadap murid-murid, terhadap Tante Zhou yang sudah berumur, saya masih sering memapahnya; terhadap yang lebih muda, harus sering mengatakan kekurangan mereka, namun dalam hati tetap sering memperhatikan mereka. Kita harus mempelajari hal-hal ini, bukan memanjakan, namun di bawah disiplin tegas akan terlahir murid yang baik. Harus tegas, maka anak ini baru bisa tumbuh dewasa. Setiap anak adalah seekor kuda liar yang bebas dari tali kendalinya, maka harus diatur dan dididik.
Tidak memaksakan jodoh dalam hati. Apakah yang disebut dengan memaksakan jodoh? Hal yang tidak bisa kamu lakukan, namun jodoh ini saya harus bisa mendapatkannya. Banyak orang mengatakan, “Master Lu, mohon Anda lihat, saya sudah putus dengannya, apakah saya masih bisa berbaikan dengannya? Paritta apa yang harus saya lafalkan supaya bisa berbaikan dengannya?” Ini namanya memaksakan jodoh. Sudah bercerai, namun bersikeras untuk menikah ulang, ini namanya memaksakan jodoh. Karena pada kenyataannya, kalian sudah bercerai, kalian sudah tidak memiliki perasaan, jodoh kalian sudah habis, namun kamu masih ingin baik dengannya, bukankah namanya kamu memaksakan jodoh? Sudah jelas kalau kamu tidak punya uang, namun kamu masih bersikeras mengejar uang, bukankah ini berarti kamu memaksakan jodoh? Jangan melakukan hal yang tidak sanggup dilakukan. Ingatlah, tidak memikirkan kebaikan, juga tidak memikirkan kejahatan. Apa maksudnya? Yakni bahkan kebaikan pun, jangan kita pikirkan. Hari ini saya sudah melakukan sedikit perbuatan baik, “Wah, saya sangat senang, saya sudah melakukan kebaikan”, itu pun namanya kemelekatan. Hal yang buruk, sama sekali jangan dipikirkan. Hari ini kamu membantu orang lain, saya benar-benar senang. Leifeng tidak akan seperti kalian. Leifeng melakukan perbuatan baik tidak pernah memberitahu orang lain. Sesungguhnya dalam sudut pandang tertentu, bisa dikatakan Leifeng adalah orang suci di dunia ini. Yang ada dalam pikirannya adalah orang lain, tidak ada dirinya sendiri. Apakah orang seperti ini akan memaksakan jodoh?
Kita mengatakan, tidak memikirkan kebaikan, juga tidak memikirkan kejahatan. Sesungguhnya, banyak orang tidak memahami perkataan ini. Memangnya Bodhisattva meminta kita bahkan melakukan kebaikan sekalipun tidak boleh dipikirkan? Tidak boleh dipikirkan, karena yang dilakukan sudah menjadi buah karma baik, maka kamu tidak perlu memikirkannya lagi, “Aduh, saya benar-benar senang, hari ini saya melakukan kebaikan.” Sama saja dengan kalian para murid, “Aduh, pada akhirnya saya melakukan satu perbuatan baik hari ini.” Apakah perbuatan baik itu? Begitu memikirkannya, maka akan muncul kebocoran. Jika memang hebat, jangan mengatakan perbuatan baik yang hari ini lakukan, itu baru benar-benar menekuni Dharma. Melakukan perbuatan baik juga jangan memikirkannya, tidak memikirkan kejahatan itu lebih memang seharusnya, kita tidak boleh memikirkan segala hal yang buruk. Kemarin Master memuat beberapa artikel di blog mengenai balasan karma atas perbuatan jahat dan pemikiran jahat setelah menekuni Dharma, ini sangat mengejutkan teman-teman se-Dharma … jangan katakan naik ke Surga, bisa tidak masuk Neraka saja sudah sangat bagus. Tidak ada seorang pun yang mulutnya tidak pernah memaki orang lain di belakang, sudah melakukan begitu banyak perbuatan buruk, sudah memikirkan begitu banyak pemikiran buruk, masih ingin naik ke Surga? Mimpi pun tidak akan bisa naik ke Surga, apalagi yang namanya jiwa asli naik ke atas. Maka kalian harus memahami kebenarannya! Oleh karena itu, kalian harus ingat, harus bisa mengosongkan diri tiada halangan. Mengosongkan diri tiada halangan berarti, memikirkan diri sendiri menjadi lebih kosong, maka tidak akan ada halangan. Misalnya, melupakan diri sendiri, orang lain memarahimu, lalu kamu berkata: “Memarahi siapa? Dia memarahi saya?” Tertawa saja dan tidak ada masalah – kamu sudah tidak memiliki diri sendiri. Ada “Aku” di dalam hati, harus bisa menghilangkan “Aku”, ini yang dinamakan tiada halangan Aku. Tidak ada halangan, berarti tidak ada lagi keakuan.
Menekuni Dharma berarti harus menggali sampai sakit akar penyakit diri sendiri. Mengapa “sakit”? Karena jika tidak digali maka kamu tidak akan merasa sakit. Maka disebut mengosongkan diri sendiri dan tiada halangan, disebut tiada jodoh yang dipaksakan, baik itu jodoh baik maupun jodoh buruk, saya tidak menginginkannya. Hari ini jodoh buruk datang, saya pun menghadapinya dengan tenang, tidak menjadi masalah bagi saya, kalau sudah tiba ya sudah, hadapi saja. “Suami saya ini memang berjodoh buruk dengan saya, karena sudah tiba, ya biarkan saja.” “Anak saya memperlakukan saya dengan buruk, saya tidak bisa apa-apa, saya pun tidak memaksa.” Saat ada jodoh baik datang, “Wah, dengar-dengar satu bos besar di Hong Kong adalah saudara kita.” Begitu sampai di desa, katanya datang mengunjungi keluarga, seperti saat Tiongkok baru saja dibuka, ada veteran dari Taiwan yang pulang ke Fujian. “Ya sudah, begitu sampai, saudara dari semua desa berdatangan, saya adalah tante kamu, paman ke sepuluh, kakak sepupu … “ siapapun berdatangan, membuat orang lain kaget dan segera pergi, tidak berani datang lagi. Ini namanya memaksakan jodoh. Sampai pada akhirnya, tidak ada apapun. Sudah berdandan sepanjang hari, bagai pergi menghadiri perjodohan, pada akhirnya orang lain pun tidak jelas saudara dari mana. Sudah berusia lanjut seperti ini, masih ingin memaksakan jodoh, masih tamak, pasti akan menyakiti diri sendiri. Seperti drama lawakan yang diperankan Hou Yaowen, “Dulu saya memiliki tiga gedung perusahaan, pada suatu kebakaran, semuanya dilalap habis; saya memiliki banyak mobil, dan rumah, semuanya sudah dijual …” Jangan memaksakan jodoh dengan orang lain, maka hal seperti ini tidak akan membangkitkan berbagai pemikiran tamak dalam dirimu. Kamu jangan memaksakan jodoh, lepaskan segala jodoh. Oleh karena itu, seorang praktisi Buddhis harus bisa melepas segala jodoh, akan tetapi tidak boleh diam, diam adalah keheningan. Kamu tidak boleh membiarkan diri sendiri sepenuhnya hening, karena seorang praktisi Buddhis harus menyelamatkan semua makhluk, harus memikirkan kekhawatiran orang-orang di seluruh dunia, harus bisa menyelamatkan kesadaran spiritual orang-orang yang sulit diselamatkan.
Banyak orang mengatakan, orang ini sangat sulit disadarkan, bukankah dikatakan, “tidak menolong yang tidak berjodoh”? Benar. Jika orang ini walaupun tidak memiliki jodoh Kebuddhaan yang besar, namun berjodoh dengan dirimu, apakah kamu juga tidak menyelamatkannya? Karena dia belum membina diri dengan baik, lalu kamu tidak menyelamatkannya? Oleh karena itu, kita harus banyak belajar dan banyak bertanya, mengenali sifat dasar diri sendiri. Apa yang dimaksud dengan “mengenali sifat dasar diri sendiri”? Yakni mengenali sifat dasar diri sendiri dan orang lain, mengenal diri saya adalah orang yang seperti apa, dia itu orang yang seperti apa, dengan begitu kamu baru bisa melakukan kebaikan dan menyelamatkan kesadaran spiritual orang lain, membina pikiran dengan baik. Misalnya orang ini mengetahui bahwa hatinya sendiri sering goyah tak menentu, tidak bisa sukses melakukan hal ini maupun hal itu. Banyak orang memiliki kekurangan ini. Jika orang seperti ini mengenali sifat dasar diri sendiri, maka dia seharusnya tahu perlunya menjalankan sila, kemudian membina konsentrasi pikiran. Karena ketika kamu sudah menjalankan sila, kamu baru bisa memusatkan pikiran; jika kamu tidak menjalankan sila, bagaimana mungkin kamu bisa menenangkan diri? Oleh karena itu, jika kita bisa mengetahui kekurangan diri sendiri, maka akan lebih mudah memperbaiki. Setiap kali saya ini suka sembrono, maka saya perlu memeriksa sekali lagi. Saya ini suka menghambur-hamburkan uang, maka dalam dompet jangan menaruh terlalu banyak uang. Mengenali sifat dasar diri sendiri. Saya ini suka melihat wanita, maka jangan melihat, di tempat yang banyak wanitanya, kamu harus menghindarinya. Jika dirimu sendiri tidak sanggup mengekang diri sendiri, berarti sama dengan mencari kerisauan bagi diri sendiri.