13. Tidak Melawan Jodoh, Pembinaan ke Dalam
Coba kalian pikirkan, ada berapa banyak masalah yang harus Master hadapi setiap hari? Dari masalah di Alam Surga, Alam Manusia, bahkan Alam Akhirat, setiap hari berubah, dan Master harus memperhatikannya. Jangan mengira, jika beberapa murid dari kalian ini bersikap lebih baik, lalu Master bisa tidak sibuk. Kalian harus tahu, apakah yang kalian sibukkan seumur hidup ini? Nyawa seseorang pada akhirnya jadi milik siapa? Bagaimana datangnya? Lalu akan pergi ke manakah dia? Jika kalian hanya melalui hidup ini dalam kebingungan dan ketidaktahuan, maka sampai matipun masih tidak tahu bagaimana kalian bisa hidup begini. Apabila seseorang tidak membina dirinya dengan baik, maka dia akan meninggal begitu saja, dan masih mengira dirinya memiliki masa depan yang indah sekali. Oleh karena itu, kalian harus bisa berpikir dan memandang suatu permasalahan dengan lebih jelas, segeralah menekuni dan mempraktikkan Dharma, jangan hidup dalam ketidakjelasan dan kebingungan.
Hari ini Master akan membahas tentang “pembinaan ke dalam”. Membina pikiran harus membina ke dalam. Apa maksudnya dengan membina ke dalam? Yakni dengan menyelaraskan motif dan niat kita dalam mengenal Ajaran Buddha Dharma. Apakah motif dari mengenal Dharma? Ini seperti kalian sekarang, ada banyak orang yang datang menyembah pada Buddha, ada yang demi memiliki tubuh yang sehat, umur yang lebih panjang, namun ada juga yang karena memiliki masalah dalam keluarga. Akan tetapi jika kamu memiliki motif yang tidak baik dalam menekuni Dharma, maka Bodhisattva tidak akan menolongnya, karena tidak memiliki respon spiritual terhadap Bodhisattva. Oleh karena itu, kalian harus membina pikiran baik-baik. Bila demi suatu tujuan tertentu lalu membina pikiran dalam Dharma, ini berarti motifmu tidak murni, dan Bodhisattva juga tidak bisa menolongnya, karena pada dasarnya saat dia memohon kepada Buddha, sudah ada karma buruk di tubuhnya. Tetapi ada juga orang yang menekuni Dharma tanpa motif, tidak memiliki permohonan apapun, hanya saja dia memang ingin menekuni Dharma, begitu orang lain memperkenalkan Dharma kepadanya, dia langsung tertarik, berarti orang-orang seperti ini memang berjodoh dengan Buddha Dharma. Namun, sebagian besar orang justru karena mengalami penderitaan, keluarga tertimpa musibah, baru mulai mengenal Pintu Dharma ini. Oleh karena itu, menekuni Dharma yang pertama adalah harus menyelaraskan atau menyesuaikan motif dan niat kita dalam mengenal Ajaran Buddha Dharma, dengan kata lain motif dan tekad dalam bersembahyang kepada para Buddha. Jika kalian tidak memiliki tekad, dan hanya tahu mengenal Dharma di permukaannya saja, sesungguhnya bagaikan sebuah bayangan yang sedang mempraktikkan Dharma. Dengan kata lain, bukanlah dirimu yang pada saat menyembah Buddha, melainkan hanya sebuah bayangan yang menyembah Buddha.
Ketika seseorang tidak memiliki hati yang tulus atau murni, maka walaupun dia bersembah sujud, tetap saja hanyalah sebuah bayangan, bukan perwujudan nyata dari sifat dasar dirinya sendiri, oleh karena itu disebut sebagai “menyerupai Dharma”. Yang artinya, sepertinya kamu sedang menekuni Dharma, sepertinya sedang mengenal Dharma, sepertinya kamu sedang melafalkan paritta, juga sepertinya sedang menyembah Buddha, namun sesungguhnya kamu tidak membina ke dalam pikiran, kamu tidak memiliki ketulusan hati, inilah yang disebut dengan “menyerupai Dharma”, sepertinya sangat mirip, namun bukan yang sesungguhnya. Contohnya ketika satu orang berjalan kemari, dia salah sangka dan mengira itu adalah temannya, namun nyatanya itu bukan temannya, inilah yang disebut dengan menyerupai, karena dia bukan yang sesungguhnya. Jika kita tidak sungguh-sungguh menekuni dan mempraktikkan Ajaran Buddha Dharma, maka semuanya itu palsu, tidak bisa dipungkiri. Jika kamu tidak tulus menekuni Dharma, maka itu hanyalah suatu kepalsuan, sedangkan lawan dari palsu adalah asli. Oleh karena itu, kita harus memiliki motif yang bersih dan murni, seperti hari ini saya sangat bersih, saya ingin bersembahyang pada Guan Shi Yin Pu Sa dengan baik.
Harus memandang penting mempelajari Buddha dan mempelajari Dharma, dengan kata lain, kalian harus menghadapi hal ini dengan tekun dan serius. Mempelajari Buddha sama dengan meneladani Bodhisattva, sedangkan mempelajari Dharma adalah belajar ajaran Buddha Dharma. Buddha dan Dharma adalah dua definisi yang berbeda. Mempelajari atau meneladani Bodhisattva, yang dipelajari adalah Maha Welas Asih menyelamatkan semua makhluk; mempelajari ajaran Buddha Dharma, berarti harus bisa menghilangkan ketamakan, kebencian, kebodohan, kesombongan, dan kecurigaan, harus menjalankan sepuluh jalan kebajikan, dan jangan menjalankan sepuluh jalan kejahatan, semua ini adalah ajaran Buddha Dharma. Kita harus memandang penting mempelajari Buddha dan mempelajari Dharma, jangan memandangnya sebagai ilmu pengetahuan dan informasi biasa dalam memahaminya, melainkan harus membina diri ke dalamnya, memahaminya secara mendalam.
Kita harus bisa mendengar ajaran Buddha Dharma. Yakni ketika kamu mendengar, melihat, dan mengenal ajaran Buddha Dharma, mentalitasmu tidak boleh meremehkannya dan menjadi sombong. Seperti saat Master mengajar kalian, “Oh, saya sudah pernah mendengarnya”, “Oh, saya sudah pernah mempelajarinya”, ini namanya meremehkan dan menjadi sombong. Walaupun sudah pernah mendengarnya, namun apakah kamu mengerti? Sudah pernah dibahas, apakah kamu bisa memahaminya? Ajaran Buddha Dharma adalah filsafat, namun lebih mendalam daripada filsafat, oleh karena itu, setiap kali mendengarnya maka setiap kali akan merasakan hal yang berbeda, dia bisa membuat seseorang dalam setiap keadaan tertentu memiliki pemahaman yang berbeda terhadap ajaran Buddha Dharma. Contoh sederhana, pemahaman terhadap “ketamakan” saat dirimu punya uang dan ketika tidak punya uang, ini adalah dua kaidah yang berbeda. Saya karena tidak punya uang makanya harus bisa mendapatkan uang, itu namanya “tamak”; kalau begitu, sekarang saya sudah punya uang, saya masih ingin terus “mendapatkan”, itu juga adalah tamak, akan tetapi ketamakan setelah punya uang akan lebih parah. Oleh karena itu, saat memahami setiap alinea maupun setiap kalimat dalam ajaran Buddha Dharma pasti akan berbeda. Maka, saya perlu kalian memahami baik-baik prinsip-prinsip kebenaran ajaran Buddha Dharma yang setiap kali Master bahas dengan kalian, harus bisa memikirkan ajaran Buddha Dharma ke tingkat yang lebih dalam, jika memang benar-benar tidak bisa mendapatkan koneksi dengan ajaran Buddha Dharma, maka harus bisa menggunakan ketenangan pikiran dan kebaikan hati untuk mengendalikan pemikiran buruk diri sendiri. Apa yang dimaksud dengan “benar-benar tidak bisa terhubung dengan ajaran Buddha Dharma”? Yaitu saat hal-hal yang kamu lakukan benar-benar tidak sesuai dengan aturan dan Dharma, maka harus menggunakan pikiran yang tenang, pikiran yang memahami dengan jernih, sesungguhnya adalah menggunakan kebaikan hati dan kebersihan pikiran sendiri untuk menghilangkan pikiran yang tidak bersih. Pikiran yang tidak bersih merujuk pada “pikiran yang tamak, niat buruk, dan pemikiran buruk”. Kalau begitu, apakah pemikiran yang tidak baik juga tidak buruk? Itu adalah ketiadaan niat. Ketika saya dalam melakukan suatu hal tertentu, tidak jahat juga tidak baik, dengan kata lain, saya tidak memiliki pemikiran apa pun, hal ini pada dasarnya adalah suatu pikiran yang bersih. Saya tidak tamak, juga tidak merasa harus bisa membuat barang milik orang lain menjadi milik sendiri, tidak memiliki pemikiran seperti ini, berarti tidak jahat juga tidak baik, ini yang disebut dengan “tiada niat”.
Kita harus mempelajari ajaran Buddha Dharma secara mendalam, yang maksudnya bersamaan dengan praktik yang dilakukan diri sendiri, bersamaan dengan praktik kehidupan diri sendiri dalam mempelajari Buddha Dharma, dengan belajar seperti itu, maka hasil yang dirasakan pasti akan berbeda. Misalnya hari ini Master menerawang totem dan memberitahumu, harus menjaga kesehatan tubuh, harus hati-hati dengan pinggang kamu. Saat pinggangmu masih belum sakit, tentu kamu tidak akan memperhatikan pinggang dirimu sendiri, juga tidak akan terlalu berhati-hati. Namun begitu pinggangmu sakit, pada saat itu Master kembali berkata kepadamu: “Saya sudah dari awal memberitahu kamu kalau pinggangmu akan sakit.” Dirimu berkata: “Benar.” Namun dirimu sudah sakit seperti ini, apakah perasaanmu akan sama? Ini yang dinamakan “mendalam”. Oleh karena itu, ketika kamu sedang tidak mengalami kesulitan dan saat mengalami kesulitan, lalu kamu memohon kepada Bodhisattva, apakah perasaannya bisa sama?
Kita harus memiliki “kebijaksanaan seluas lautan”. Kepandaian dan kebijaksanaan seseorang harus seperti lautan yang dalam dan luas. Manusia terkadang saat melakukan sesuatu selalu mengatakan: “Aduh, mengapa hal ini tidak terpikirkan oleh saya? Aduh, seharusnya saya bisa memikirkannya lebih awal.” Ini berarti kebijaksanaanmu ini tidak berkembang, selain itu tidak terlahir kebijaksanaan. Seperti sekarang ada orang yang berkata: “Mengapa saya tidak lebih awal menekuni Pintu Dharma Master?” Banyak orang yang sampai ajalnya masih tidak tahu, ada orang yang setelah meninggal baru tahu, maka saat itu sudah terlambat.
Kita biasanya sewaktu bertutur kata, saat sedang “menanam bibit karma”, tetap bisa tidak hati-hati. Jika “bibit karma” kalian tidak ditanam dengan baik, maka “buah karma” kalian pasti tidak bagus. Kalian selamanya jangan mengira diri sendiri tidak bisa melihat Bodhisattva, Tuhan, lalu boleh membohongi diri sendiri. Oleh karena itu, saat berbicara harus benar sesuai dengan kenyataan, dalam mengerjakan sesuatu juga harus benar dan sesuai kenyataan, kalau begitu Bodhisattva pasti akan menunjukkan kesaktiannya. Akan tetapi kebodohan manusia yang terbesar adalah seringkali mengira diri sendiri sangat pintar, di sini memohon pada Bodhisattva, lalu di sana berbohong pada Bodhisattva, itu sudah pasti bodohnya sampai ke dasar. Mengapa permohonan Master selalu terkabul? Karena Master hanya akan berbicara jujur – kata-kata yang benar kepada Guan Shi Yin Pu Sa, tidak berbohong. Oleh karena itu, jangan pernah mengira diri sendiri bisa sembarangan membohongi Dewa dan Buddha.
Dalam meniti jalan pembinaan Bodhi, kita harus bisa menghilangkan halangan iblis yang bisa membuat kita melawan jodoh dan diri sendiri. Dengan kata lain, dalam perjalanan belajar untuk menjadi Bodhisattva, kita harus bisa menghilangkan perilaku bersikeras melawan “jodoh”. Sudah jelas tidak mampu melakukan hal ini, namun saya bersikeras untuk melakukannya, ini namanya “melawan jodoh”. Maka, kita harus menunggu sampai jodoh ini datang baru melakukannya; jika tidak berjodoh namun bersikeras melawan jodoh ini, maka kamu pasti akan tertimpa kesialan. Misalnya, saya sangat tidak suka orang ini, akan tetapi kamu bersikeras meminta saya “melawan jodoh” ini menyukainya, maka saya pasti akan sangat bersusah hati; sudah jelas kamu dan dia memiliki jodoh buruk yang sangat dalam, belakangan ini masih tidak bisa diuraikan, akan tetapi kamu bersikeras untuk menguraikannya, maka hasil akhirnya akan semakin buruk; hari ini kamu tidak punya uang, namun tetap bersikeras menggunakan uang, maka pada akhirnya pasti akan menjadi tidak punya uang sama sekali – ini namanya “melawan jodoh”, dia akan membawa halangan iblis dalam pikiranmu. Karena kamu bersikeras melawan “jodoh”, maka akan terlahir “halangan iblis” dalam hatimu. Bersikeras melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan, bukankah halangan iblis akan datang? Master beritahu kalian, sebuah {Kitab Tripitaka} ada di dalam kehidupan kita, setiap hari ada banyak orang yang menulis di blog, semuanya menceritakan tentang pengalamannya sendiri. Yang Master katakan adalah kejadian-kejadian nyata di dunia ini, yang Master katakan semuanya adalah kenyataan, maka baru bisa ada begitu banyak orang yang mempercayainya. Orang-orang yang egois dan memikirkan keuntungannya sendiri, yang hanya memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan orang lain, pada akhirnya dirinya sendiri yang akan tertimpa kesialan. Oleh karena itu, berjalan di jalan pembinaan Bodhi, kita harus bisa menghilangkan “melawan jodoh” dan halangan iblis dalam pikiran sendiri, harus bisa bertekad untuk mengubahnya.
Menemukan kelahiran dan kematian, adalah kunci mencapai kesempurnaan di jalan Bodhi. Dengan kata lain, kita hidup di dunia ini, harus bisa menemukan apakah sesungguhnya kelahiran dan kematian itu, sebenarnya itu adalah jalan yang seperti apa? Sesungguhnya kelahiran dan kematian adalah hukum alam yang sangat sederhana, ada kelahiran pasti ada kematian, ada kemunculan pasti ada kelenyapan. Pada hari kamu dilahirkan hingga dirimu bisa memahami lingkunganmu, maka kamu seharusnya menghargai setiap menit dalam kehidupanmu. Memangnya anak kecil tidak bisa terbaring di peti mati? Banyak anak-anak yang meninggal di usia muda, itu karena tidak menghargai. Kita sudah menyia-nyiakan terlalu banyak waktu. Coba kalian pikirkan, hidup sampai hari ini, kalian sudah menyia-nyiakan berapa banyak masa muda, sudah membuang-buang berapa banyak hidup? Sekarang kalian membawa sekujur tubuh yang sakit-sakitan berjalan ke liang kubur, semakin lama semakin dekat, sedangkan semua ini adalah kenyataan, tidak bisa dipungkiri. Ketika kamu tidak memahami kelahiran, bagaimana mungkin bisa mengetahui kematian? Sewaktu kamu melihat orang lain meninggal, maka kamu pasti terpikir akan kelahiran. Yang Master katakan kepada kalian adalah kebenaran. Sama seperti kehidupan kita sekarang, jika kita tidak tahu untuk mengumpulkan jasa kebajikan, maka kita tidak akan memiliki jasa kebajikan, prinsip yang sangat sederhana. Seseorang yang tidak bersedia melakukan perbuatan baik, menurutmu, dia orang baik atau orang jahat? “Baik” dan “jahat” bagaikan sebuah timbangan, sebentar naik sebentar turun. Oleh karena itu, kita harus menjadi orang baik, jangan menjadi orang jahat, dengan begitu kita baru “tidak takut saat ada yang mengetuk pintu tengah malam”, kita baru bisa tidur dengan nyenyak.
Tidak peduli apa pun yang terjadi, Master pasti akan menghadapinya dengan tenang dan terbuka. Karena di dalam hati Master sangat yakin ada satu Buddha dan Bodhisattva, ada satu Guan Shi Yin Pu Sa pada tubuh Master. Master juga mengetahui bahwa alam semesta memiliki kuasa penuh, maka pastinya tidak akan membuat orang yang baik benar-benar menderita, walau menderita pun juga hanya dalam satu jangka waktu tertentu. Seperti saat banyak halangan karma buruk yang menghampiri. Kamu bisa menghilangkannya, akan tetapi tidak berarti membiarkan dia menderita dalam waktu yang lama. Contoh sederhana, pada masa perang dunia kedua, banyak orang menderita, semua orang berpendapat tidak ada kebenaran sejati di dunia ini. Jika pada akhirnya tidak ada Bodhisattva yang berwelas asih, tidak ada sesuatu yang benar yang bisa mengalahkan hal-hal yang sesat, coba kita pikirkan, apakah perang dunia kedua bisa berakhir? Mungkin saja paham fasisme masih menguasai seluruh bumi ini? Oleh karena itu, “jalan kebenaran di dunia ini adalah perubahan”, benar-benar tidak mudah.