42. Menguraikan Hakikat Kehidupan, Melenyapkan Nafsu Keinginan Duniawi
Kita harus bisa menghilangkan perselisihan, pertengkaran, persaingan, sindiran dan cemooh yang tidak ada hentinya di dunia ini. Karena semua sindiran dan cemooh, perselisihan dan pertengkaran di dunia ini tidak ada hentinya, dengan kata lain, dia selamanya tidak pernah berhenti. Kita manusia memiliki kemampuan seperti apa sampai bisa melawan arus? Kita manusia memiliki kehebatan seperti apa sampai bisa bergerak melawan aliran arus? Setiap orang memiliki kebiasaan buruk, selain itu juga memiliki sifat keras kepala. Dengan kata lain, kita setiap orang memiliki banyak kebiasaan yang tidak baik, selain itu kebiasaan-kebiasaan ini dipenuhi dengan sifat keras kepala. Apa yang dimaksud dengan sifat keras kepala? Yaitu tidak mudah diubah. Master mengajarkan kalian untuk menanamkan Buddha dan Bodhisattva di dalam pikiran kalian, harus ditanam mendalam sampai mengakar kuat, dengan demikian, kalian baru bisa menangkis semua kerisauan di dunia ini. Kita harus bisa membangun sebuah tembok di dalam pikiran kita, kita harus bisa mengendalikan jiwa kita. Lalu, apakah “tembok” ini? Jika Master hanya berkata seperti itu, kalian mungkin tidak mengerti, Master akan memberi kalian satu contoh sederhana, supaya kalian bisa segera mengerti, misalnya saya memiliki sebuah tembok, “tembok” ini adalah sila – konsentrasi – kebijaksanaan, tembok ini adalah mengendalikan ketamakan – kebencian – kebodohan, tembok ini adalah “saya tidak membenci orang lain”. Oleh karena itu, ketika banyak hal yang menyebalkan muncul keluar, kamu bisa dengan cepat menangkisnya; saat orang lain menggunakan uang untuk menggodamu, maka kamu pun bisa dengan cepat menangkisnya. Mengerti? Hari ini, kamu – Tuan Zhou percaya kepada Guan Shi Yin Pu Sa, maka “tembok” ini sudah mengakar di dalam pikiranmu, jadi tidak peduli apapun yang dikatakan orang lain, asalkan kamu teringat akan Guan Shi Yin Pu Sa, kamu pasti bisa hidup. Jika memang sudah waktunya dirimu pergi, kamu pun akan pergi. Kamu harus memiliki “tembok” ini, mengerti?
Kalian harus ingat, tidak boleh menutupi prajna yang memang ada sebelumnya. Kalian semua mengetahui apa “prajna” itu, Master pernah membahasnya dengan kalian, itu adalah kebijaksanaan Buddha dan Bodhisattva. Kita tidak boleh menyelubungi prajna ini, karena ini adalah sifat dasar manusia. Lalu dalam keadaan seperti apa, seseorang kehilangan kebijaksanaannya? Prajnanya terselubungi? Yakni ketika kamu sedang memiliki ketamakan – kebencian – kebodohan, kemudian ditambah dengan kesombongan dan kecurigaan. Apakah “kesombongan” itu? Itu adalah sifat angkuh. Apa itu “kecurigaan”? Itu adalah sifat curiga – tidak percaya. Saat kamu mencurigai orang lain, maka kebijaksanaan diri sendiri akan hilang. Master pernah menceritakan kepada kalian, dalam drama Shakespeare ada seorang tokoh yang bernama Othello, dia sangat mencintai istrinya, namun pada akhirnya karena dia mencurigai istrinya, dia malah membunuh istrinya. Jika seseorang terlalu curiga kepada orang lain, maka dia bisa membunuh orang tersebut, juga bisa membunuh dirinya sendiri. Seseorang yang sombong bisa membuatnya menolak semua jodoh baik yang mendatanginya, maka semua ini dinamakan sebagai ketamakan, kebencian, kebodohan, kesombongan, dan kecurigaan.
Kalian harus ingat, harus bisa menguraikan hakikat kehidupan. Apa yang dimaksud dengan “menguraikan”? Berarti secara perlahan-lahan menguraikan satu persatu hakikat atau makna kehidupan diri sendiri. Misalnya, coba renungkan, hari ini untuk apa sebenarnya kita hidup di dunia ini? Kita datang ke dunia ini demi apa? Jika pikiranmu sudah terbuka, “Oh, saya datang ke dunia ini demi melahirkan anak, sekarang saya sudah melahirkannya, saya merasa sangat senang. Saya datang ke dunia ini demi berbakti kepada ibu, saya sudah berbakti, saya sangat senang …” Secara perlahan-lahan menguraikannya sendiri. Sedangkan kita sebagai praktisi Buddhis tidak seharusnya menggunakan cara penguraian seperti ini. Kita seharusnya berpikir: kita datang ke dunia ini, kita mengenal ajaran Buddha Dharma, maka kita sudah berpuas hati seumur hidup ini. Saya sudah mengenal ajaran Buddha Dharma, saya bisa menolong kesadaran spiritual orang-orang, saya bisa menjadi seribu tangan dan seribu mata pembantu Bodhisattva, saya sudah puas. Benar tidak? Oleh karena itu, kita harus bisa menguraikan hakikat kehidupan sendiri. Hakikat hidup kita sesungguhnya adalah menjalani hidup dengan baik-baik di dunia ini, setelah habis menjalaninya, lalu saya pergi ke Alam Surga. Setelah mengetahui hakikat atau makna-makna ini, seusai menguraikannya dan memahaminya, kamu akan mendapatkan banyak sukacita. Mengerti? Ketika dirimu sedang menderita, kamu tahu kalau “Saya sedang membayar hutang karma dari kehidupan sebelumnya”, bukankah kamu akan merasa lebih baik? Ketika kamu dipersulit orang lain, renungkan, bahwa “Ini memang sudah seharusnya saya jalani.” Mengapa? Mungkin di kehidupan sebelumnya, saya juga seperti ini mempersulit dirinya. Ini yang namanya menguraikan. Menguraikan hakikat kehidupan. Mengerti? Master beritahu kalian, kita harus bisa membuat sekejap waktu di dunia ini menjadi tidak berarti sama sekali. Apakah “sekejap waktu” di dunia ini? Yakni saat muncul pemikiran buruk dalam pikiran kalian, dalam sekejap waktu menjadi tidak berarti sama sekali. Misalnya, tiba-tiba kamu merasa benci, lalu dalam sekejap pikiran saya terbuka, saya tidak benci lagi; barusan saya masih berpikir untuk mengambil benda yang tidak seharusnya diambil, tiba-tiba saya mengerti, pikiran saya terbuka, saya tidak jadi ambil; barusan masih berpikir untuk tamak, kemudian pikiran saya terbuka, saya tidak tamak lagi; barusan masih berpikir untuk diam-diam melakukan suatu hal, kemudian terpikir bahwa saya tidak boleh curi-curi begini, sekejap waktu ini dalam proses pembelajaran Dharma kamu akan menjadi sama sekali tidak bermakna. Mengerti? Master menjelaskannya secara terbalik, ini namanya konsep pemikiran yang berlawanan.
Jangan biarkan jiwa menjadi hancur. Karena kamu tidak memahami prinsip kebenaran, maka jiwamu baru bisa hancur. Jangan terlena di tengah kesadaran nafsu keinginan sendiri. Apabila kita setiap orang hidup di dunia ini hanya berada di dalam kesadaran nafsu keinginan, maka orang ini akan hidup dengan sangat menderita. Misalnya, hari ini kamu ingin membeli sebuah rumah, ketika dirimu memiliki nafsu keinginan ini, maka kamu akan merasa sangat menderita; ketika kamu mengejar orang ini namun gagal, kamu akan merasa sangat menderita sekali; saat kamu menginginkan uang, namun tidak bisa mendapatkan uang ini, kamu akan sangat menderita sekali; sewaktu kamu ingin menjadi pejabat, namun tidak berhasil, pada saat ini kamu telah terlena di tengah nafsu keinginan. Mengerti? Jangan biarkan diri sendiri terlena di tengah nafsu keinginan. Sedangkan kita sekarang, banyak murid maupun praktisi Buddhis, semuanya terlena di tengah nafsu keinginannya sendiri, semuanya menekuni Dharma dengan tujuan tertentu. Menekuni Dharma dengan tujuan tertentu sama dengan terlena di tengah nafsu keinginan sendiri. Jika kalian memang hebat, maka hari ini menekuni Dharma dan membina diri jangan demi diri sendiri, “Saya memang ingin belajar Dharma”, itu berarti tidak ada nafsu keinginan.
Kita harus bisa membatasi diri sendiri, mengendalikan diri sendiri, harus memperhatikan perkembangan jiwa diri sendiri. Membatasi diri sendiri sangatlah penting, mengendalikan diri sendiri juga sangat penting. Apabila kamu bisa mengendalikan diri sendiri, berarti kamu sudah berhasil; jika kamu mampu membatasi diri sendiri, tandanya kamu juga sudah sukses. Yang tersullit adalah orang yang tidak bisa membatasi dan mengendalikan dirinya sendiri, maka dia tidak akan bisa mencapai keberhasilan. Mengerti? Kita harus bisa memperhatikan perkembangan jiwa sendiri, dengan kata lain setiap saat melihat apa yang diri sendiri pikirkan. Misalnya, secara total, kamu memikirkan 30 hal, sedangkan dari 30 hal ini, apakah hal baik yang kamu pikirkan lebih banyak atau hal buruk? Jika hari ini kamu merasa sangat benci, mengapa anak ini tidak bisa diajari dengan baik? Kamu benci suami ini mengapa begini? Kamu kembali benci, “Saya tidak ingin melakukan hal ini”, dan lain-lain. Apabila kamu merasa senang, karena kamu sudah mengenal ajaran Buddha Dharma; kamu merasa sangat senang karena kamu punya waktu untuk melafalkan paritta, kamu merasa sangat senang … Coba renungkan, apakah dalam pikiranmu, kejahatan lebih besar daripada kebaikan, atau kebaikan lebih besar daripada kejahatan? Dari sini bisa diprediksi akan pergi ke alam mana kamu nantinya. Apabila dari 30 hal ini, kamu membenci 20 hal, lalu merasa senang terhadap 10 hal. Coba kamu hitung sendiri, jika satu hari begini, kalau begitu 365 hari, yang jahat yang semakin besar, atau yang baik yang semakin besar? Dengan begitu, kamu bisa memperhitungkan mana yang lebih banyak, kejahatan atau kebaikan. Jika kamu bisa membuat 30 hal yang kamu pikirkan ini semuanya adalah hal baik, berarti kamu pasti adalah orang yang baik hati. Namun jika hari ini kamu membenci orang ini; membodohi yang itu, menginginkan yang ini, tamak akan yang ini, berarti kamu ini sudah tidak bisa menjadi orang yang baik hati. Mengerti?
Oleh karena itu, Master mengajarkan kalian untuk memahami, bahwa kita harus sering melihat jiwa atau pikiran sendiri, memperhatikan perkembangan jiwa diri sendiri, harus bisa kembali ke yang semula, yakni kembali ke awal. Kembali ke yang semula, yakni pikiran kita yang sesungguhnya yang paling semula, kita harus bisa kembali ke tempat itu. Seperti banyak orang saat menulis puisi, sering menuliskan kalau rambutnya sudah memutih, lalu melihat anak-anak kecil dengan polosnya menari dan bernyanyi di taman, begitu inginnya saya kembali ke masa kecil. Inilah kembali ke yang semula. Karena masa kecilmu sudah tidak ada lagi, makanya kamu baru memikirkannya; karena masa kecilmu sudah tidak tercari lagi, makanya kamu baru berpikir untuk mencarinya, ingin mengejarnya. Kita sekarang “yang semula” sudah tidak tercari, sudah tertutupi oleh jiwa yang kotor, terselubungi oleh semua noda kotoran duniawi, oleh karena itu, kita tidak bisa menemukan hati nurani dan sifat dasar diri sendiri. Master pernah melihat sebuah teledrama, yakni tentang pertempuran di perbatasan Tiongkok – Myanmar, pada saat itu tentara Jepang sudah digempur kalah habis-habisan, pada akhirnya hanya tersisa satu orang. Tentara Jepang ini sendirian di pantai menyanyikan lagu Jepang, dia bernyanyi semalaman. Para tentara Tiongkok pun mengepungnya di tempat, mengepung semalaman, juga tidak tega membunuh dia satu orang ini. Karena dia sudah tersudut dan tidak bisa lari lagi, sampai di pinggir pantai pun, dia tetap tidak bisa pulang ke kampung halamannya, maka lagu yang dia nyanyikan semuanya adalah lagu dari kampung halamannya, ini adalah kenangannya, dia sedang mencari hidup masa mudanya, mencari jiwanya yang hilang, terakhir dia pun tumbang. Ketika para tentara Tiongkok pergi menyerbu dan menghampirinya, sesungguhnya sebelum dia mulai bernyanyi, dia sudah menancapkan pisau ke perutnya (hara-kiri), begitulah sambil membiarkan darahnya mengalir keluar, dia bernyanyi semalaman, sampai darahnya habis, dia pun tumbang. Di manakah jati diri semula seorang manusia? Yakni saat dia sudah tersudut dan tidak bisa lari lagi, sudah terpojok di jalan buntu, dia baru berpikir bahwa “Saya ingin mencari diri saya yang semula”. Dengan kata lain, ketika seseorang menjelang ajalnya, baru terpikir olehnya bahwa “Saya ingin mencari kembali kampung halaman saya.” Inilah kalimat pertama yang Master katakan hari ini, “Siapa saya? Ke mana saya akan pergi?” Apakah kalian mengerti?
Seluruh pandangan kita terhadap dunia ini, menyimpang dan keras kepala, tidak ada satu pun yang tidak menyimpang dan keras kepala. Segala hal di dunia ini adalah palsu, semuanya kosong, tidak ada satu pun yang nyata, mengerti? Ini yang pertama. Yang kedua, dia sepertinya nyata namun sesungguhnya tidak. Dengan kata lain, memberitahu kalian supaya jangan mementingkan suatu hal, jangan berpendapat bahwa ini adalah sesuatu yang nyata. Ketahuilah, segala benda yang kamu kenal dan rasakan sendiri di dunia ini, berbeda dengan kenyataannya. Karena kamu berpendapat bahwa banyak hal di dunia ini adalah nyata, sesungguhnya dia adalah palsu. Kebenaran dari benda-benda ini dengan pendapatmu, sepenuhnya bertolak belakang, sama sekali tidak sama. Oleh karena itu, Tuan Zhou, kamu harus berpikir dengan jelas, pelajaran Master malam ini bertujuan untuk membuatmu paham, bahwa segala hal yang kamu pikirkan hari ini, semua yang kamu rasa benar hari ini, bukanlah hal yang sesungguhnya. Kamu harus bisa melihat kebenarannya. Karena benda-benda spiritual bisa pergi, karena sel bisa berubah, sel kanker pun bisa berubah. Jika sekarang ada sesuatu yang tumbuh di liver kamu, adalah bisa diangkat paksa, operasi kamu itu bisa memotongnya, kemudian menjahitnya. Akan tetapi sel ini hanya sementara bersembunyi di lambungmu, maka kamu bisa mengusirnya dengan cara lain. Apabila karena “benda” ini datang ke sini, kemudian kamu mengangkatnya, lalu jika dia pergi ke tempat lain, kemudian kamu kembali mengangkatnya, ini membuat saya teringat sebuah cerita yang pernah saya baca sewaktu kecil. Ada sebuah rumah, terbang masuk seekor lalat, ketika lalat itu hinggap di tembok sini, maka dia melemparkan barang ke sana. Tidak kena lalatnya, namun perabotan rumah tangganya dilempar rusak semua, kemudian lalatnya pun terbang pergi. Dia melihat lalat kembali hinggap di sana, dia kembali mengambil barang dan melemparnya ke sana, tetap tidak kena, si lalat kembali terbang pergi. Dengan kata lain, semua ini adalah fenomena di permukaan saja, bukan perubahan sel yang sesungguhnya. Mengapa kita harus bisa menstabilkan tubuh dan pikiran? Mengapa harus bisa menyelaraskan fisik dan psikologis? Sesungguhnya semua ini bisa dikontrol, bukan berarti bisa dipotong semua. Mengerti?
Master beritahu kalian, kalian harus memahami bahwa semakin kalian memahami kebenaran, maka kamu akan merasa dirimu sendiri tidak mengetahui apapun dan bodoh. Sebelum kalian menekuni Dharma, kalian tidak tahu betapa besarnya ketidaktahuan kalian, tidak tahu betapa bodohnya diri kalian, tidak tahu berapa banyak kesalahan yang telah kalian lakukan dulu, sedangkan sekarang kalian pelan-pelan semakin memahami prinsip-prinsip kebenaran ini, maka kalian akan merasa diri kalian sendiri semakin pintar, menyalahkan diri sendiri, itu karena kalian sudah memahami kebenaran. Kalian membenci masa lalu kalian sendiri, menyalahkan diri kalian mengapa melakukan begitu banyak kesalahan? Jika kamu tidak menekuni Dharma, maka keluhanmu ini hanya akan berhenti di tengah perkembangan kepintaran intelektual kamu saja, bukan digunakan di dalam kebijaksanaan prajna ajaran Buddha Dharma. Saya tidak tahu apakah kalian mengerti atau tidak? Dunia ini bagaikan sungai yang kembali ke laut. Sungai pasti akan kembali ke lautan, ini adalah suatu hukum tetap. Kita manusia pada akhirnya akan meninggal, jiwa kita pada suatu hari nanti kalau tidak naik ke atas maka akan turun ke bawah. Pahamilah bahwa, “kembali ke laut” sesungguhnya sama dengan kembali ke awal, sifat dasar yang semula. Oleh karena itu, hidup ini terlalu kecil, seperti kabut yang berlalu dalam sekejap. Hari ini saya mengajak bicara beberapa teman muda-mudi kecil, Master melihat kalian bagaikan melihat semut, melihat kalian berbicara riuh ke sana kemari, merasa kalian seperti semut yang sedang berbicara, sedang sibuk. Jika kalian tidak percaya, suatu hari kalian coba jongkok dan amati kesibukan semut-semut itu di bawah. Memindahkan sebuah korek api, pindah ke sana kemari, membangun sarang sampai selesai. Tunggu di hari berikutnya, dibersihkah oleh petugas kebersihan, semua rumahnya hancur dan hilang. Sama seperti kita manusia, setiap hari sibuk, berbicara, berbincang … Master melihat kalian sangat kasihan, sangat lucu, dan sangat menyedihkan. Mengerti? Ada sebagian orang yang datang ke tempat saya ini, membicarakan yang ini dan yang itu, kasihan sekali, lucu sekali. Saya hanya tersenyum saja. Sama seperti banyak praktisi Buddhis sekarang, kalian menekuni Dharma di sini, harus bisa berwelas asih kepada orang lain, mana boleh terus membicarakan kekurangan orang lain. Orang seperti ini menurut kalian apakah bisa menekuni Dharma dengan baik? Tidak punya kebijaksanaan.