38. Konsep Pemikiran Dan Kesadaran Spiritual Menekuni Ajaran Buddha Dharma 学佛的理念,学佛的境界

38. Konsep Pemikiran Dan Kesadaran Spiritual Menekuni Ajaran Buddha Dharma

Hari ini akan membahas banyak tentang peraturan dengan semua. Menekuni Ajaran Buddha Dharma sesungguhnya memiliki sangat banyak aturan, jika tidak ada peraturan maka tidak akan ada pencapaian apapun. Master hari ini akan membahas satu per satu dengan kalian. Pertama, seorang praktisi Buddhis saat diri sendiri belum tersadarkan (belum memahami prinsip kebenaran), namun mengira diri sendiri sudah tersadarkan, orang ini sesungguhnya merasa diri sendiri hebat. Setelah seseorang merasa diri hebat, maka akan berubah menjadi tinggi hati, yaitu sombong. Jelas-jelas diri sendiri tidak mengerti, jelas-jelas masih belum menekuni Ajaran Buddha Dharma dengan baik, namun mengira diri sendiri sudah memahami segalanya. Bagaimana asal muasal kekurangan ini? Bisa diketahui dari menjawab surat pertanyaan pendengar. Meminta orang lain melafalkan berapa lembar Xiao Fang Zi, mengajarkan orang lain bagaimana… apakah dirimu sudah mengerti? Kamu memiliki hak apa membantu dia mendoakan arwah asing? Kita semua meminjam kekuatan Dharma Guan Shi Yin Pu Sa untuk membantu mendoakan arwah asing. Apakah karena jasa kebajikan kamu besar? Apakah karena kekuatan spiritual kamu besar? Coba pikirkan, sewaktu kalian tidak mengerti, Master mengkritik kalian, kalian masih tidak senang. Bukankah ini disebut tinggi hati? Coba pikirkan, ada berapa di antara kalian yang memahami? Bukankah kalian adalah “saudara seperguruan senior”? Jika tidak mengerti ya tidak mengerti, jangan berpura-pura mengerti, bila berpura-pura mengerti berarti sudah melakukan dosa. Menyebabkan orang lain memiliki pemahaman yang keliru sesungguhnya sudah memiliki buah karma buruk. Contoh: Kamu sedang berjalan di jalan yang sama sekali tidak kamu kenal, lalu ada orang bertanya kepadamu, dan kamu takut malu, sembarang menunjukkan arah kepada orang lain. Menurut kamu, apakah dirimu berdosa? Dosa memberikan arahan yang salah. Oleh karena itu, Master beri tahu kalian, jika seseorang tidak terbuka kesadaran, maka akan memiliki dosa. Prinsip kebenaran yang harus dia pahami namun dia tidak memahaminya, berarti dia sudah berdosa. Sangat sederhana. Hukum yang seharusnya dipahami, namun dia tidak memahami, bukankah melakukan pelanggaran? Bukankah memiliki dosa? Jika kamu mengetahui lebih banyak pengetahuan mengenai hukum, maka kamu tidak akan melanggar hukum. Benar tidak? Karena kamu tidak paham akan hukum, maka akan melanggar hukum, kalau begitu, apakah kamu akan ditangkap? Melanggar hukum bukan? Apa itu Ajaran Buddha Dharma? Dalam agama Buddha juga memiliki hukum, mengamalkan sesuai ajaran, berarti mengikuti teori ajaran Buddha untuk menjalani kehidupan sendiri, menjalani Dharma sendiri. Oleh karena itu, kita hidup di dunia, tidak bisa mengatakan diri sendiri sudah tersadarkan, ini hanya terbuka kesadaran di suatu bagian tertentu.

Master membahas tentang “pandangan umum” dan “pandangan sepihak”. Apa pandangan sepihak itu? Memutuskan secara lugas, itu baik. Sesungguhnya “keputusan” ini adalah keputusan dengan pertimbangan yang salah. Mengira diri sendiri benar, lalu secara sepihak memutuskan hal-hal tertentu, memiliki kemelekatan akan ego dan pandangan sendiri – karena kemelekatan diri sendiri, berdasarkan apa yang saya lihat jadi saya merasa hal tersebut seperti ini. Coba pikirkan, ada berapa orang di dalam hidup, sudah jelas diri sendiri melakukan kesalahan, karena dia adalah pria, adalah seorang suami, adalah ayah dari anak-anak, lalu dia merasa diri sendiri benar. Sudah jelas-jelas salah masih tidak mengakui, ini berarti memperburuk kesalahan yang dilakukan. Oleh karena itu, tidak boleh memiliki kemelekatan akan ego sendiri. Lalu apa arti pandangan sepihak”? Banyak orang di dalam pikiran mengira benar, maka terlahirlah penjelasan Dharma sesuai pandangan sendiri, menyebabkan pandangan yang menyimpang. Mengira Ajaran Buddha Dharma yang dia pelajari benar, kemudian mengatakan berbagai macam teori, akhirnya, dia sendiri pun tidak menyadari bahwa diri sudah menyimpang.

Sekarang ada banyak orang menekuni Dharma serta teori-teori kebenaran dan selalu merasa dirinya sendiri benar. Ada berapa banyak orang yang menekuni Dharma dengan kemelekatan akan dirinya sendiri, apakah dia akan mengakui bahwa dirinya keliru? Jelas-jelas diri sendiri melakukan kesalahan, namun masih bersikeras mengatakan bahwa dirinya benar. Jelas-jelas salah menafsirkan banyak kalimat-kalimat Buddhis, untuk menjelek-jelekkan pihak lain, apakah perilaku dia benar? Oleh karena itu, seorang praktisi Buddhis pertama-tama harus belajar mengendalikan diri. Master beri tahu kalian, misalnya dirimu merasa dalam Ajaran Buddha Dharma, boleh memasang satu batang dupa, juga boleh memasang tiga batang dupa. Untuk setiap Bodhisattva saya ingin mempersembahkan satu batang dupa, ada begitu banyak Bodhisattva, saya tetap membakar satu batang dupa, mengundang banyak Buddha dan Bodhisattva datang ke rumah mengira sudah bisa memberkati diri sendiri. Apakah kamu mengerti? Justru karena mengira diri sendiri benar, makanya ada orang yang bisa mengundang 200 lebih rupang Buddha dan Bodhisattva ke rumah, kemudian masih bertanya kepada Master, bagaimana. Master beri tahu dia, sebaiknya membangun sebuah kuil yang agak besar dan sembahyangi semuanya, karena kamu sudah mengundangnya ke rumah, maka sembahyangi baik-baik. Sama seperti Master, kurang berhati-hati sewaktu menyeleksi murid, bukankah Master sendiri juga harus menanggung akibatnya. Kalian akan bertanya: “Master, bukankah Anda memiliki mata dewa? Mengapa Anda bisa tidak hati-hati dalam menyeleksi murid?” Kalau begitu, menurut kalian, seorang murid Yesus bernama Yudas mengapa akhirnya menghianati Yesus sampai meninggal? Karena Yesus adalah orang suci, dia memiliki welas asih, dia selalu memaafkan orang lain, sama seperti Master. Coba setiap orang renungkan ini baik-baik, jangan selalu merasa diri sendiri benar.

Master mengenal satu orang, di rumahnya di bagian sini menyembahyangi Yesus Kristus, di sebelah sana menyembahyangi Guan Shi Yin Pu Sa, lalu di samping sana ada Nabi Muhammad, mengundang semua Bodhisattva dan menyembahyanginya di rumah, ketika membakar dupa sampai satu genggam. Ini dinamakan apa? Inilah dinamakan tidak mengerti apa-apa namun berpura-pura mengerti. Pada hari itu, Master mengatakan kepada dia satu kalimat, namun dia malah lebih pandai memberi contoh daripada Master. Dia berkata: “Master, begitu sampai di tempat pimpinan, jika bisa menyapa bisa memberi salam ke seluruh pimpinan alangkah baiknya.” Ini dinamakan kemelekatan yang menyimpang. Oleh karena itu, pahamilah: Kita harus berpandangan benar, harus bisa memahami pandangan yang benar dengan pandangan yang sesat. Pandangan sesat adalah hal-hal yang kamu lihat semuanya tidak benar, sedangkan pandangan benar adalah hal-hal yang kamu lihat semua benar. Lalu bagaimana kamu memahaminya? Bagaimana kamu memahami yang ini benar, dan yang itu sesat? Hanya orang yang sudah tersadarkan sifat dasar baru bisa memahami apa yang benar dan apa yang sesat. Dulu kalian sudah mempelajari begitu banyak, apakah kalian mengetahui apa yang dinamakan benar dan apa yang dinamakan sesat? Banyak orang yang masih menggunakan Ajaran Buddha Dharma untuk menyerang orang lain, mengira dirinya sendiri bisa mengutarakan banyak teori  yang benar. Sesungguhnya, di saat kamu menggunakan teori Bodhisattva untuk menyerang orang lain, sesungguhnya sudah merupakan penyimpangan yang sesat. Agama Buddha adalah agama yang tidak berselisih dengan orang lain.

Master akan membahas tentang “pandangan umum”. Berarti hal yang sering terlihat, yakni sesuatu yang dikira sering dilihat. Contoh: “Uang bisa menembus langit, ada uang hantu pun bisa diperintah untuk bekerja” Mengapa mengatakan kalimat ini? Karena hantu pun memerlukan uang, yaitu uang Akhirat. Oleh karena itu segala pandangan umum, adalah saat kamu merasa dan mengira bahwa dia adalah suatu hal yang nyata keberadaannya. Namun sesungguhnya dia itu palsu dan tidak nyata. Terkadang kita merasa dia adalah sesuatu yang nyata, namun sesungguhnya dia itu palsu. Contoh: Matamu tiba-tiba melihat suatu benda, namun begitu  mengedipkan mata, tidak terlihat lagi. Lalu apa yang kamu lihat itu palsu? Pada saat ini mata kamu melihat Master sedang mengajar begitu banyak orang, setelah pukul 1 siang, apakah masih ada orang di sini? Apa yang kalian lihat itu semuanya palsu? Ini dinamakan dunia yang berupa dan tidak berupa. Yang terlihat memang sudah terlihat, akan tetapi sudah terlihat, dia bisa menjadi tidak ada. Sedangkan hal yang tidak ada, besok pagi, mungkin orang-orang kembali datang, kembali muncul. Sama seperti kita manusia, setelah terlahir menjadi bayi, sebentar lahir, sebentar meninggal, setelah mati lalu bereinkarnasi lagi, dan kembali menjadi bayi. “Pandangan umum” disebut juga sebagai “ketidakkekalan”.

Menekuni Dharma harus mempelajari konsep pemikirannya, mempelajari kesadaran spiritualnya. Master menyimpulkannya sebagai “materi yang terurai”, ini yang diberitahukan Bodhisattva kepada Master. Dengan kata lain, benda-benda yang kita lihat itu tercerai-berai dan kosong. Tubuh ini, materi ini, sesungguhnya terbentuk dari perpaduan molekul-molekul. Seperti tubuh manusia, 80% dari tubuh adalah air, setelah seseorang meninggal, maka sebagian fungsi dasar tubuhnya akan menguap seperti air, sudah tidak tersisa lagi, terakhir tinggal 20% tulang-belulang. Oleh karena itu, 80% ini ke mana? Sesungguhnya ini yang disebut sebagai “materi yang terurai”, sudah tercerai-berai, sudah tidak ada lagi. Wajah tadi masih keringatan, bukankah kalian melihat ada keringat di wajah? Kemudian masuk ke ruangan ber-AC dan diam sebentar, lalu bagaimana keringat di wajah ini bisa hilang? Baru saja selesai mandi, kepala semua dibasahi oleh air, namun begitu dikeringkan dengan hairdryer, apakah masih ada? Sudah ke mana? Ini yang disebut “materi yang terurai”. Oleh karena itu, kita memandang dunia harus menggunakan pandangan yang berkembang ini – hari ini sepertinya ada, ] besok sepertinya tiada. Sama seperti pernikahan kalian, juga sama seperti nyawa kalian. Hari ini sepertinya kalian masih bernyawa, namun beberapa hari kemudian, nyawa kalian sudah tiada. Ada seorang bapak tua yang sering berjalan dengan tongkat, setiap Sabtu sering datang kemari. Sekarang apakah masih ada? Orang ini sudah tiada.

Setelah seseorang mencapai kesadaran, setelah dia memahami prinsip kebenaran, setelah pikiran memahami Ajaran Buddha Dharma, maka dia akan menasihati orang lain, dia akan membimbing dan menolong orang lain, inilah panggilan kebenaran. Sesungguhnya seseorang yang memahami prinsip kebenaran, dia adalah orang yang memiliki pemahaman untuk menegakkan kebenaran. Karena dia sudah menekuni Dharma, maka dia baru bisa menggunakan kebenaran untuk membangkitkan semua orang. Apa yang dibangkitkan? Yaitu berseru kepada semua orang: Kamu harus segera membina pikiran, dia juga harus segera membina pikiran. Oleh karena itu, hanya orang yang sudah memahami pikiran dan menemukan sifat dasar, baru bisa menggunakan kebijaksanaan Bodhisattva untuk melihat semua kebenaran di dunia. Hanya orang yang sudah memahami pikiran dan menemukan sifat dasar baru bisa melihat sifat dasarnya sendiri, baru bisa melihat hati nuraninya sendiri, melihat kekurangan-kekurangan pada diri sendiri, melihat welas asih diri yang sesungguhnya. Hanya orang yang benar-benar sudah menyadari pikirannya dan melihat sifat dasarnya, yang sudah benar-benar tersadarkan, dia baru bisa menolong kesadaran spiritual semua makhluk, dia baru bisa menggunakan kebijaksanaan Bodhisattva untuk memandang melampaui dari segala hal di dunia. Apakah kalian sudah bisa memandang melampaui segalanya? Masih belum bisa memandang melampaui. Kekurangan manusia adalah tidak bisa memandang terhadap dunia ini, sangat kasihan sekali. Anak, rumah, uang, nyawa… masih tidak bisa memandang melampaui. Ada banyak orang yang sebelum meninggal masih berkata: “Ini milikku, saya masih belum mau pergi.” Memangnya dia mengira bahwa tidak ingin pergi, maka bisa selalu menetap di dunia ini? Saat meninggal, mengatakan saya tidak ingin meninggal, karena dia masih belum bisa memandang melampaui. Dia tidak tahu dari mana asal nyawa ini, tidak bisa memandang melampaui, maka orang ini adalah orang yang menderita, karena dia tidak memiliki kebijaksanaan Buddha dan Bodhisattva. 

Banyak orang yang ketika ayah atau ibunya sudah mau meninggal, kemudian anaknya di samping berkata: “Ibu, jangan meninggal.” Lalu ibunya menjawab: “Anakku, tenang saja, saya tidak akan meninggal.” Namun akhirnya tetap meninggal. Apakah kamu bisa menjamin dirimu tidak meninggal? Coba pikirkan, saat menjelang ajal, mungkin akan menjadi alarm penting yang bisa menyadarkan banyak orang. Lebih sering merenungkan bahwa nyawa diri sendiri tidak panjang, maka akan ada banyak orang yang melakukan lebih banyak kebajikan. Dari dulu sampai sekarang, ketika seseorang menjelang ajal, dia pasti akan teringat banyak hal-hal yang baik, oleh karena itu ada satu pepatah: “Perkataan yang diucapkan orang menjelang ajal pasti yang baik-baik.” Ketika sudah hampir meninggal, dia baru akan mengatakan saya bersalah kepada siapa, saya tidak seharusnya begini. “Suamiku, saya tidak seharusnya memperlakukan kamu seperti itu.” Belum selesai berbicara, mungkin saja begitu kedua kakinya tiba-tiba menendang, dan meninggal. Dulu dikatakan “begitu kedua kakinya menendang”, apa artinya?  Saat meninggal, maka kakinya dulu yang pergi, jika orang yang kedua kakinya terhentak pasti akan turun ke bawah. Kalian semua harus memahami kebenaran ini.