6. Membina Kebenaran dalam Kepalsuan, Menyaksikan Sifat Kebuddhaan 借假修真,见证佛性

6. Membina Kebenaran dalam Kepalsuan, Menyaksikan Sifat Kebuddhaan

Menyaksikan sifat Kebuddhaan, dengan kata lain, ketika Anda melihat orang ini sedang melakukan kebajikan, perbuatan baik yang dilakukan dengan hati Buddha, maka dia adalah Buddha, dia adalah Bodhisattva, saya sudah menyaksikannya, saya sudah membuktikannya, bahwa Anda adalah Bodhisattva. Membuktikan sifat Kebuddhaan, jika dengan melihat dikatakan menyaksikan, setelah melihat lalu membuktikan keaslian suatu benda dinamakan membuktikan. Menyadari sifat Kebuddhaan, dengan menggunakan ketulusan hati sendiri untuk menyadari sifat Kebuddhaan. Persatuan dari ketiganya baru disebut sebagai jasa kebajikan, yakni melakukan kebajikan dengan sepenuh hati, melakukan perbuatan baik, mengucapkan perkataan yang baik, semuanya dilakukan dengan sepenuh hati, dengan kesungguhan hati, itu baru dinamakan jasa kebajikan. Dengan melakukan kebajikan, seseorang akan mendapatkan berkah duniawi dan surgawi. Memohon berkah akan menghilangkan jasa kebajikan, karena ketika seseorang memohon suatu berkah atau peruntungan, maka yang akan diperolehnya adalah berkah duniawi dan surgawi, dia tidak akan mendapatkan jasa kebajikan. Jasa kebajikan bisa menghapuskan dosa karma Anda, bisa menghapuskan karma buruk Anda. Jasa kebajikan yang sesungguhnya tidak hanya harus bisa melihat sifat Kebuddhaan, namun juga harus bisa menerapkan sifat Kebuddhaan, dan juga menyadari sifat Kebuddhaan, inilah yang disebut sebagai penggunaan tepat yang sesungguhnya. Misalnya, jasa kebajikan yang dilakukan hari ini tidak demi mendapatkan balasan apapun, ketika membantu orang lain, Anda benar-benar tulus membantunya, ini berarti Anda sudah menyaksikan sifat Kebuddhaan Anda sendiri, membantu orang lain tanpa tujuan apapun, maka perbuatan yang dilakukan adalah perwujudan dari sifat Kebuddhaan, dari apa yang Anda lakukan bisa terlihat sifat Kebuddhaan Anda, inilah jasa kebajikan. Apabila membantu orang lain dengan maksud tertentu, maka ini bukanlah perilaku seorang Bodhisattva, bukanlah tindakan seorang Bodhisattva, bukanlah ucapan seorang Bodhisattva, maka tidak ada jasa kebajikannya. Penggunaan tepat yang sesungguhnya, berarti benar-benar menerapkan Ajaran Buddha Dharma dengan tepat dan sesuai.

Mengapa tidak menerapkan sifat Kebuddhaan sama dengan ketidaksetaraan? Segala hal yang dilakukan apabila tidak didasari dengan sifat Kebuddhaan, itu sama saja dengan ketidaksetaraan. Tidak menerapkan sifat Kebuddhaan dalam tindakan yang diambil, apakah akan mengandung ketidaksetaraan? Jika melakukan sesuatu hal bukan demi menyelamatkan kesadaran spiritual semua makhluk, namun demi suatu alasan tertentu, menurut kalian apakah perbuatan ini memiliki kesetaraan? Contohnya, supaya di masa depan, kamu bisa melakukan lebih banyak hal untuk saya, makanya sekarang saya membantumu dalam banyak hal, apakah ini yang disebut dengan kesetaraan? Konsep pemikiran di sini sudah tidak setara, walaupun dalam pandangan orang awam kelihatannya sepertinya itu setara atau adil, satu perbuatan dibalas dengan satu perbuatan, namun sesungguhnya hal ini sudah menyimpang dari prinsip utama Ajaran Buddha Dharma, yakni menyelamatkan semua makhluk yang berjodoh. Asalkan tidak memiliki tujuan apapun, sepenuh hati membantu orang lain, itulah kesetaraan yang sesungguhnya. Ketidaksetaraan muncul karena tidak adanya penerapan sifat Kebuddhaan, namun semua ketidaksetaraan ini memiliki satu jangka waktu tertentu, karena sampai pada waktunya, saat masa berlakunya sudah lewat, maka ketidaksetaraan ini akan berubah menjadi setara. Misalnya, karena perbuatan baik yang Anda lakukan sudah tidak ada, maka semuanya menjadi setara, contohnya, jangan mengira karena saya pernah menolongmu sekali, maka kamu selamanya berhutang kepada saya, lalu harus bersabar terhadap kemarahan saya, ini adalah logika yang tidak setara, maka tunggu sampai orang ini sudah tidak tahan dan pergi meninggalkannya, maka semuanya akan menjadi setara, ini berarti masa berlakunya sudah berakhir. Oleh karena itu, kita seharusnya memperlakukan semua makhluk dengan setara, memandang semua orang dengan pemikiran yang setara.

Cara cepat untuk membina perilaku, ucapan, dan pemikiran kita, pertama-tama kita harus mengetahui apa itu perilaku, ucapan, dan pemikiran. Karma buruk yang disebabkan oleh perilaku: membunuh makhluk hidup, mencuri, perbuatan asusila. Karma buruk yang disebabkan oleh ucapan: berbohong, bertutur kata tidak senonoh, berkata-kata kasar, mengadu domba. Karma buruk yang disebabkan oleh pemikiran: ketamakan, kebencian, kebodohan. Cara cepat untuk membina perilaku, ucapan, dan pemikiran ini adalah, ketika dengan memiliki dharma hati (teknik pembinaan batin), yaitu suatu metode yang didasari oleh pemikiran sifat dasar Anda sendiri, ini disebut sebagai dharma hati dalam pikiran atau hati Anda. Karena sifat Kebuddhaan yang ada dalam diri Anda sesungguhnya adalah solusi yang terbaik, ketika Anda sudah memiliki dharma hati dalam pikiran Anda, mengeluarkan hati Buddha Anda yang bersifat paling baik, ini merupakan dharma hati dalam pikiran Anda.

Berikutnya, saya akan membahas tentang “mengukir sifat Kebuddhaan dalam hati duniawi”, yakni menerima hati Buddha dan Bodhisattva, kemudian menorehkan hati Buddha dan Bodhisattva ke dalam pemikiran duniawi yang kita miliki. Kita harus sering menggunakan sifat Kebuddhaan agar berbekas di dalam pemikiran biasa yang kita miliki, sebaliknya gunakan kembali pemikiran duniawi yang dimiliki untuk mencetak hati Buddha, contohnya, hari ini terpikir ada seseorang yang pernah menyakiti Anda, lalu Anda sangat marah, bagaimana ini? Apakah boleh melampiaskannya pada orang lain? Apakah seorang Bodhisattva akan melakukan hal seperti itu? Oleh karena itu, kita harus sering membandingkan pemikiran duniawi kita dengan hati Buddha dan Bodhisattva. Mengukir hati Buddha, berarti menempatkan pemikiran duniawi manusia biasa bersama dengan hati Buddha dan Bodhisattva, dengan kata lain, segala hal yang Anda lakukan, pertama-tama harus bertanya dulu pada Buddha dan Bodhisattva, kalau saya berbuat seperti ini, benar atau tidak? Lalu di manakah Buddha dan Bodhisattva berada? Buddha dan Bodhisattva ada di dalam hati (pikiran) Anda, maka kita harus membina kebenaran dalam kepalsuan, meminjam raga yang palsu ini untuk menyempurnakan sifat Kebuddhaan yang nyata Anda miliki. Dengan memiliki sifat Kebuddhaan, maka dengan sendirinya tubuh kita juga akan menjadi (tubuh) Buddha, karena segala perbuatan yang dilakukan oleh tubuh palsumu ini, semuanya adalah perbuatan Buddha dan Bodhisattva. Misalnya, Anda bersikap Anjali dan melafalkan “Namo Amitabha”, jika pikiran Anda kosong, maka tubuh Anda yang palsu sedang menyembah Buddha, namun di dalam hati Anda terdapat Buddha yang sesungguhnya, diri Anda sendiri mencerminkan Buddha yang Anda lihat dan Anda rasakan, bukankah menyembah Buddha seperti yang Anda lakukan ini seperti membina kebenaran dalam kepalsuan? Sekarang Anda melafalkan paritta melalui mulut Anda, namun setelah bertahun-tahun berlalu, tubuh Anda akan lenyap, mulut Anda juga sudah tidak ada lagi, bukankah ini yang disebut dengan membina kebenaran dalam kepalsuan?

Untuk mengukir Buddha dalam pikiran (hati) kita, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:

  1. Berhati lapang, berpahala besar. Apabila hati Anda sudah terhubung dengan hati Bodhisattva, maka toleransi Anda akan menjadi semakin besar, dengan sendirinya berkah dan pahala Anda juga akan semakin besar.

 

  1. Saat melafalkan paritta, visualisasikan Bodhisattva berada di puncak kepala Anda, dengan kata lain, ketika Anda sedang melafalkan paritta, Anda membayangkan Guan Shi Yin Pu Sa sedang duduk di atas kepala Anda dan memberikan berkat.

 

  1. Dengan hati Bodhisattva, memperluas jalinan jodoh baik, yang dijalin oleh Bodhisattva dengan semua makhluk adalah jodoh baik, jika Anda adalah seorang Bodhisattva, maka Anda akan membawa welas asih Buddha dan Bodhisattva kepada orang-orang, lalu terjalinlah jodoh baik, dengan memiliki pikiran seperti ini, maka Anda akan memperoleh jasa kebajikan. Jika Anda adalah orang jahat, dan jodoh yang Anda bawa pada orang lain semuanya adalah kejahatan, keburukan, maka yang akan terjalin adalah jodoh buruk.

 

  1. Menjadi teladan bagi orang lain, membabarkan Dharma. Dengan kata lain, kita harus menjadi teladan bagi orang lain, bersikap layaknya seorang Bodhisattva. Dengan membabarkan Dharma, bisa membuat kebijaksanaan kalian terbuka, dengan memiliki kebijaksanaan bisa membuka kesadaran spiritual seseorang. Membabarkan Dharma adalah bentuk pemberian yang tiada taranya, membawa kebaikan bagi semua makhluk, inilah intisari dari Ajaran Buddha Mahayana. Yang ditekankan dalam Ajaran Buddha Mahayana adalah membawa kebaikan bagi semua makhluk, bukan menguntungkan diri sendiri. Ajaran Buddha Mahayana membawa kebaikan bagi orang lain dan semua makhluk, ketika Anda menolong orang lain, pasti memerlukan pengorbanan, namun ketika keadaan orang tersebut membaik, maka jasa kebajikan yang Anda dapatkan besarnya tiada tara. Contohnya, pada saat Anda menggunakan uang untuk membantu orang lain, padahal sebenarnya Anda sendiri tidak memiliki banyak uang, maka ketika orang tersebut sudah tertolong dan keadaannya membaik, dia akan sangat berterima kasih kepada Anda, dengan mengembalikannya berlipat ganda atau berterima kasih kepada Anda seumur hidup.

Kesadaran kita harus terbuka, harus bisa memahami pikiran kita sendiri yang sesungguhnya, berpegang teguh dan tekun dalam membina diri bisa membuat Anda melihat sifat dasar diri sendiri. Ketika seseorang bertahan dalam pembinaan yang dijalaninya, maka sifat dasarnya baru bisa muncul keluar, terus membina diri sampai mencapai penerangan yang paling sempurna, yakni tingkat kesadaran yang tertinggi, maka Anda akan memiliki kebijaksanaan yang paling sempurna. Penerangan yang paling sempurna, berarti sudah mencapai Kebuddhaan.

Sekian bahasan kita pada hari ini. Semua orang yang membina diri mengikuti Master harus memiliki sebuah hati yang waspada, setiap saat harus menjaga kewaspadaan diri sendiri, jangan sampai melakukan karma buruk dalam perilaku, ucapan, dan pemikiran. Semakin banyak karma buruk yang dilakukan, maka semakin banyak jasa kebajikan yang akan hilang. Apabila perilaku seseorang sudah sama seperti Bodhisattva, maka pada dasarnya dirinya sudah menjadi Bodhisattva, ini adalah dasar dari membina kebenaran dalam kepalsuan.