46. Menggunakan Energi Kebijaksanaan Untuk Mengenali Kesadaran Akan Aku Yang Palsu
Energi kebijaksanaan bisa membuktikan kekuatan, energi kebijaksanaan adalah kebijaksanaan dan energi spiritual seseorang, membuktikan kekuatan di sini berarti kebajikan dan energi kebijaksanaan kamu bisa membuktikan kekuatan yang kamu peroleh dari menekuni dan mempraktikkan Dharma. Semakin besar kebijaksanaan seseorang, maka Bodhisattva akan semakin dekat dengannya. Dia mampu memikirkan segala cara, yang semuanya adalah pemikiran benar, lalu bisa dilakukan dengan sempurna, ini berarti ia adalah orang yang sangat bijaksana, Bodhisattva akan berada dalam dirinya. Apabila pemikirannya tidak benar, segala ide-ide buruk bisa terpikirkan olehnya, maka orang ini adalah iblis. Jika energi kebijaksanaan seseorang semakin kuat, semakin luas, semakin sempurna, maka potensi kesadarannya akan mencapai penerangan sempurna. Lalu bagaimana cara mengetahui apakah diri kita sudah tersadarkan atau belum? Dengan mampu berpikiran terbuka terhadap suatu hal tertentu, dan yang dipikirkan adalah pemikiran yang benar, kemudian bisa memahaminya, ini berarti dia sudah terbuka kesadarannya atau tersadarkan, tersadarkan adalah suatu istilah Buddhis. Akan tetapi bisa memahami kebenaran pada suatu hal tidak berarti kamu mampu memahami kebenaran pada segala hal.
Dalam sutra Buddha tertulis, perbedaan dengan semua orang-orang suci terlihat dari Dharma yang tak terkondisi. Dharma yang tak terkondisi atau Asamskritadharma berarti terhadap segala hal saya tidak memiliki pencapaian apapun, saya tidak tahu apa-apa, tidak memiliki apapun. Tiada kondisi, berarti saya tidak memiliki pemikiran, tidak melakukan tindakan, tidak ada apapun, lalu apa bedanya dia dengan Bodhisattva? Bodhisattva di dunia ini tidak menginginkan keberhasilan apapun, kesadaran spiritualnya sudah melampaui manusia biasa, kelihatannya Dharma yang tak terkondisi, yakni tidak melakukan apapun, namun sesungguhnya Beliau menggunakan kebijaksanaannya untuk mengatasi berbagai permasalahan duniawi, setelah terselesaikan, sudah tidak ada masalah lagi, maka seperti tidak melakukan apa-apa, sesungguhnya ini adalah kesadaran spiritual Bodhisattva. Dharma yang tak terkondisi adalah poin yang membedakan manusia dengan Bodhisattva.
Hati nurani setiap orang adalah “hakim” yang paling adil dalam dirinya, karena hati nurani sangat adil, kamu bisa membohongi orang lain, namun tidak bisa membohongi hati nurani diri sendiri. Kamu bisa berkata kepada orang lain: “Saya tidak melakukannya, saya tidak mengatakannya, saya tidak ada apa-apa…”, namun apakah kamu bisa menipu hati nurani diri sendiri? Oleh karena itu, ketika seseorang melakukan kesalahan, maka wajahnya akan menunjukkan berbagai macam ekspresi, ingatlah bahwa hati nurani seseorang adalah yang paling adil. Kita harus bisa merasakan dan menyadarinya sendiri, yakni merasakannya sendiri, mempelajarinya sendiri, lalu menyadarinya sendiri. Jika ingin mengetahui apakah yang kita lakukan itu benar atau tidak, maka pertama, diri sendiri harus bisa memikirkan Buddha di dalam pikiran kita, kemudian baru merasakan dan menyadarinya sendiri.
Harus belajar melepaskan keakuan diri sendiri, seseorang yang benar-benar bisa melepaskan kerisauannya baru bisa memperoleh kebahagiaan yang sesungguhnya. Hanya dengan benar-benar melepaskan kerisauan dirinya sendiri, seseorang baru bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Jika ingin mendapatkan kebebasan jiwa, maka jangan terikat oleh benda atau materiil apapun, jika ingin jiwamu terbebaskan, maka jangan sampai kamu terbelenggu dengan hal-hal duniawi, dengan kata lain jangan melekat terhadap hal apapun. Contohnya, terbelenggu oleh cinta atau perasaan, terikat oleh ketenaran dan kekayaan, serta terikat oleh segala hal yang tidak baik, terikat oleh anak dan lain sebagainya. Jika ingin benar-benar bisa terbebaskan, benar-benar melepas, maka harus bisa menghadapi kenyataan. Kita menekuni dan mempraktikkan Dharma harus bisa menghadapi kenyataan, lalu melampaui kenyataan itu, karena jika kamu tidak menghadapi kenyataan, maka kamu tidak akan bisa melampaui kenyataan itu. Misalnya, anak memperlakukan saya dengan tidak baik, saya harus menerima kenyataan bahwa anak saya bersikap buruk terhadap saya, lalu saya harus melampauinya, jangan memikirkannya, merasa ini adalah hutang karma diri sendiri di kehidupan sebelumnya, ini adalah hutang karma diri sendiri, bukan dia yang tidak baik, tetapi saya yang tidak baik, mengapa di kehidupan sebelumnya tidak melakukan lebih banyak perbuatan baik? Mengapa saya tidak seperti Master yang menyelamatkan banyak orang? Apabila bisa berpikir demikan, maka pasti bisa melepas keakuan diri sendiri, terbebas dari kerisauan, dan jiwamu pasti bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Apabila seseorang berusaha keras demi mengejar sesuatu yang berharga yang harus dibayar, maka biasanya dia akan berakhir dengan kegagalan, ketika kamu menginginkan suatu hal, maka seharusnya kamu tahu apa “harga” yang harus kamu bayarkan, selain itu hal ini sangat mudah gagal. Yang baru saja Master bahas adalah poin dasar kedua dalam mempraktikkan Dharma, yakni “Hanya fokus untuk menanam, jangan memikirkan apa yang akan dituai”, dengan kata lain mengajarkan kalian untuk tidak mengejar sesuatu (hal-hal duniawi) yang membutuhkan “bayaran”. Kita harus memahami untuk tidak mengejar sesuatu yang memiliki “harga”, karena yang sesungguhnya kamu inginkan itu adalah sesuatu yang kosong, sesuatu yang tidak bisa didapatkan. Orang yang mengorbankan dirinya demi mendapatkan hal-hal duniawi, adalah orang yang paling bodoh.
Kesadaran diri sendiri terbagi menjadi dua macam, yang pertama adalah kesadaran diri sendiri yang sesungguhnya, sedangkan yang satu lagi adalah kesadaran diri sendiri yang palsu. Apabila hanya menjelaskannya seperti ini kepada kalian, maka kalian pasti akan merasa sangat kosong, sulit dipahami, sekarang Master akan menggunakan satu contoh nyata untuk membahasnya, supaya kalian bisa memahami apakah kesadaran diri sendiri itu. Contoh, hari ini saya pergi ke perpustakaan dan melihat sebuah buku yang saya sukai, namun saya tidak punya uang, ambil atau tidak ya? Pada saat ini, terlintas satu pepatah orang kuno yang berbunyi: “Mencuri buku bukanlah mencuri.” Dengan kata lain, kamu mengambil buku ini, itu tidak termasuk pencurian, maka pada saat ini pikiranmu akan berpikir: “Benar juga, saya mengambil buku ini tidak termasuk mencuri, orang zaman dulu saja berkata begitu”, ini berarti kesadaran dirimu yang palsu sedang mengendalikan dirimu, membuat kamu mengira bisa mencari satu alasan untuk menutupi kesadaran diri sendiri atas tindakan mencuri buku. Jika melakukan kesalahan pada hari ini, maka walaupun mencari ribuan bahkan puluhan ribu alasan, tujuannya hanya demi membuktikan bahwa kesalahan yang kamu lakukan adalah sesuatu yang palsu. Suatu benda yang sudah jelas palsu, namun kamu masih bersikeras “membungkusnya” untuk menjadi suatu benda yang nyata. Satu contoh yang kurang bagus, seperti kamu pergi makan ke restoran, lalu ada ikan yang sudah disimpan beberapa hari, sudah berbau busuk, namun sesuatu yang sudah jelas bau busuk ini masih digoreng oleh koki dan dimasak dengan bumbu-bumbu yang pekat, kemudian disuguhkan kepadamu, sewaktu kamu memakannya, apakah akan terasa bau di dalam mulut?
Kesadaran yang palsu akan melahirkan perilaku yang palsu, setiap orang memiliki gengsi, jika kita “mengupas” gengsi ini, itu sama dengan menghilangkan kesadaran diri sendiri yang palsu. Menekuni dan mempraktikkan Dharma bertujuan untuk menghilangkan kesadaran-kesadaran yang palsu pada diri kita ini secara tuntas. Mengapa kita melafalkan Li Fo Da Chan Hui Wen? Ini demi menggali tuntas seluruh akar keburukan pada diri sendiri, agar kelak tidak tumbuh rumput buruk yang baru. Jika tidak mau menggali akar keburukan pada diri sendiri, maka meskipun kamu bisa menimbunnya, namun lambat laun tetap akan tumbuh rumput beracun. Menekuni dan mempraktikkan Dharma adalah demi memperbaiki kekurangan diri sendiri, menggali dan mengeluarkan seluruh akar keburukan pada diri sendiri dengan tuntas. Kesadaran yang palsu, mementingkan gengsi, semua ini adalah sesuatu yang kosong, kita harus berusaha menghilangkannya.
Menekuni dan mempraktikkan Dharma, pertama-tama harus benar-benar melepas keakuan, sudah tidak ada AKU lagi, karena setelah memiliki kesadaran diri yang palsu, dengan sendirinya akan melahirkan gengsi. Karena manusia bisa melihat dengan matanya, mendengar dengan telinganya, ada juga ketersesatan dan rupa palsu, oleh karena itu, jika setiap hari disesatkan oleh rupa-rupa palsu ini, setiap hari melakukan kesalahan, lalu hidup di tengah kesalahan, akan terus melahirkan kerisauan yang tidak ada habisnya. Jika kita tidak melakukan kesalahan, maka kita tidak akan memiliki kerisauan, bisa menjaga keselamatan dan ketenangan setiap saat.
Kalian harus ingat satu perkataan: “Orang yang berguna, tidak menggunakan segalanya.” Jika ia adalah seorang yang sangat berguna, yakni orang yang sangat berkemampuan, dia akan berpura-pura tidak bisa melakukan banyak hal, dia akan mendengar, belajar, belum tentu melakukan segalanya, seperti hal ini sudah jelas dia bisa melakukannya, namun dia merendah dan tidak melakukannya, terhadap segala hal selalu menyembunyikan sebagian kemampuannya. Sedangkan orang yang tidak berguna, akan menggunakan segalanya, selain itu orang yang tidak berguna akan merasa dirinya bisa melakukan apapun, “Aih, cari saya saja, saya bisa, saya jamin pasti bisa.”, namun pada akhirnya tidak bisa terlaksana, seperti ada sebagian orang ketika berbisnis, suka membual namun pada akhirnya malah berhutang besar, lalu melarikan diri. Makan sampai bermulut penuh memang enak, namun tidak boleh bicara besar, seorang praktisi Buddhis tidak boleh membual.
Ada berapa banyak kekurangan pada diri setiap orang? Berapa banyak kesalahan yang pernah dilakukan? Jika dipikirkan sekarang, apakah kalian merasa menyesal? Kalian harus benar-benar membina pikiran dengan baik, mengubah kebiasaan buruk pada diri sendiri, jadilah orang yang berkepribadian dan berkelakuan baik. Pertama-tama, harus menjadi orang yang baik, Master baru bisa menolong kamu, baru bisa membantu kamu, jika kamu bukan orang baik, maka walaupun kamu memohon kepada Bodhisattva sekalipun, Bodhisattva juga belum tentu bisa menolongmu.
Kalian benar-benar harus membina pikiran dengan baik, harus menciptakan keadaan untuk membina pikiran, gunakan seluruh kebajikan, moralitas, dan energi kebijaksanaanmu untuk membabarkan Ajaran Buddha Dharma dan membawa kebaikan bagi semua makhluk. Kalau tidak, maka akan bersalah pada Guan Shi Yin Pu Sa, bersalah pada Master, bersalah pada hati nurani diri sendiri.