38. Belajar Untuk Memiliki Kepekaan Terlebih Dahulu, Baru Bisa Memiliki Kesadaran 学习先有觉,才能知道悟

38. Belajar Untuk Memiliki Kepekaan Terlebih Dahulu, Baru Bisa Memiliki Kesadaran

Seluruh perasaan (kemampuan untuk merasakan) yang dimiliki setelah roh atau jiwa menempati tubuh manusia disebut sebagai “hati awal”, yakni hati atau pikiran yang baru saja muncul di awal, dinamakan hati awal. Selanjutnya, sifat Kebuddhaan mulai berputar, setelah mulai berputar maka itu adalah permulaan. Perasaan awal pada mulanya terbagi dalam urutan: perasaan terhadap lingkungan luar, perasaan di dalam, dan insting atau firasat. Perasaan terhadap lingkungan luar, adalah perasaan kamu terhadap keadaan di luar; perasaan di dalam adalah perasaan dari jiwa kamu; sedangkan insting atau firasat langsung, adalah perasaan yang bisa langsung dirasakan oleh jiwa dan tubuhmu sendiri. Ketika orang lain berbicara kepadamu, atau melakukan suatu gerakan, bisa membuat kamu memiliki respon langsung, ini adalah firasat langsung. Ini sesuai dengan awal mulanya alam semesta kita, dengan kata lain, saat perasaan terhadap keadaan di luar dan di dalam, ditambah dengan firasat langsung dari dirimu, ini relevan dengan awal mula alam semesta, yakni awal mula bumi ini, hati nurani sifat dasar seseorang saat sesuai dengan alam semesta ini, akan melahirkan suatu sifat dasar yang paling awal, yang pada akhirnya akan mencapai penerangan yang paling sempurna.

Master pernah mengatakan kepada kalian, harus memiliki perasaan atau kepekaan terlebih dahulu, baru bisa tersadarkan, ketika kamu tidak memiliki kepekaan apapun, maka selamanya kamu tidak akan bisa menyadari kebenaran yang sesungguhnya. Ketika kamu merasakan bahwa orang ini baik, kamu baru bisa menyadari bahwa ini adalah orang yang baik. Ketika kamu merasakan orang ini adalah orang jahat, maka pertama-tama harus merasakan dulu, baru kemudian tersadarkan, oleh karena itu disebut sebagai kesadaran. Sedangkan biasanya “rupa” seseorang, tidak bisa merasakan. Apa yang dirasakan orang-orang pada umumnya disebut sebagai “rupa manusia”, sedangkan orang-orang pada umumnya tidak memiliki kepekaan. Orang yang memiliki rupa seperti apa yang tidak memiliki kepekaan? Contohnya, kita katakan bahwa setiap orang seharusnya menginginkan perdamaian, sedangkan di dunia ini setiap hari ada saja perang, menurut kalian apakah orang-orang ini memiliki kesadaran? Yang diinginkan oleh manusia adalah keharmonisan dan kerukunan, memperlakukan orang lain dengan baik, sedangkan ada sebagian orang yang selalu merasa jengkel sewaktu melihat orang lain, jika setiap hari mereka bersikap seperti ini, maka sifatnya akan berubah. Apabila setiap hari melakukan hal-hal yang tidak berarti, contoh, sudah tahu merokok tidak baik untuk paru-paru, namun masih saja terus merokok, ini namanya tidak memiliki kepekaan, oleh karena itu, orang-orang yang benar-benar memiliki kesadaran, baru bisa disebut sebagai orang “yang sudah tersadarkan”.

Hari ini saya akan membahas tentang Bodhisattva tingkat ketiga – prabhākarī bhumi, Master akan memberitahu kalian tentang tingkat kesadaran Bodhisattva Prabhakari terlebih dahulu, Bodhisattva tingkat ketiga disebut juga sebagai Prabhakari – yang cemerlang (sudah memahami segalanya). Prabhakari, “Seiring dengan tahap mendengar, merenungkan dan mempraktikkan Dharma, membuat penerapan Dharma muncul dengan sendirinya, maka dinamakan sebagai yang cemerlang – sudah memahami segalanya, dengan mengembangkan kebijaksanaannya untuk menentukan ketidakbenaran pikiran, dengan pendengaran dan perenungannya, meniadakan segala ketidaktahuannya, memenangkan jasa kebajikan yang luar biasa, mengembangkan paramitta kesabaran sebagai pendukung.”

Seiring dengan tahap mendengar, merenungkan dan mempraktikkan Dharma, yakni seiring dengan pengenalan kamu melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan lainnya, Bodhisattva tingkat ini akan merenungkan dengan seksama segala sesuatu yang terlihat olehNya, kemudian Ajaran Buddha Dharma akan muncul dengan sendirinya, lalu Dia akan memahami segalanya. Bodhisattva tingkat ketiga adalah mengenal-merasakan-mengetahui, yakni setelah mengenal, terlebih dahulu muncul perasaan, kalian mungkin akan bertanya kepada Master, bukankah kita seharusnya kosong? Mengapa masih harus merasakan? Kalian sudah salah paham, ini adalah tingkat kesadaran yang berbeda, “kosong” di sini merujuk pada meminta kalian dalam mempraktikkan Ajaran Buddha Dharma di dunia ini harus belajar untuk mengosongkan diri, sedangkan sekarang yang kita bahas adalah Bodhisattva tingkat ketiga. Seiring dengan tahap “mendengarkan, merenungkan dan mempraktikkan Dharma” akan memunculkan Dharma dengan sendirinya, dengan kata lain, ketika terlahir pemikiran yang benar dalam dirimu, maka kamu akan memahami bagaimana membenarkannya. Dengan kata lain, segala cara yang benar atau penyelesaian yang ada di dunia ini, semuanya bisa menampilkan nilai-nilai Dharma dan diperbandingkan dengan Dharma, “dengan sendirinya” di sini berarti mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk.

Bodhisattva tingkat ketiga mampu melihat segala kebaikan dan keburukan di dunia ini (Di sini bukan kebaikan dan kejahatan menurut pandangan secara duniawi, melainkan karena sudah memiliki dan menguasai prinsip kebijaksanaan Buddha), maka bisa segera muncul dan memahaminya, oleh karena itu disebut sebagai, “yang cemerlang – sudah memahami segalanya”. Kebijaksanaan menentukan ketidakbenaran pikiran, yakni kebijaksanaan bisa menentukan dan memahami pikiranmu. Yang dimaksud dengan “chi – kemunduran” di sini merujuk pada penyimpangan atau ketidakbenaran dalam pikiranmu, walau hanya ada sedikit saja, maka kebijaksanaan kamu bisa segera menentukan apakah itu benar atau tidak benar, ini seperti Bodhisattva mengetahui segala hal dan kebenaran di seluruh alam semesta ini.

Meniadakan segala ketidaktahuannya,“meniadakan” berarti melenyapkan segala hal yang tidak baik pada dirimu, Bodhisattva tingkat ketiga mampu melihat dengan melampaui atas segala hal di dunia ini melalui kebijaksanaan besar yang dimilikinya, dia sudah sepenuhnya memahami prinsip kebenaran di dalamnya. Ini membuktikan bahwa dia sudah memenangkan jasa kebajikan, “memenangkan” di sini berarti memiliki. Memenangkan jasa kebajikan, ini berarti kamu sudah memiliki seluruh jasa kebajikan, seperti ketika seseorang tidak memiliki hutang sama sekali, maka semua uang yang diperolehnya akan menjadi miliknya sendiri. Sewaktu kamu masih berhutang uang kepada orang lain, maka uang yang kamu peroleh terlebih dahulu harus digunakan untuk membayar hutang kepada orang lain, sedangkan kamu tidak bisa memilikinya.

Bodhisattva demi mencapai pencerahan, mengembangkan paramitta kesabaran sebagai pendukung, yakni demi mencapai penerangan sempurna dan agar bisa meningkatkan kesadaran spiritualnya sendiri dan mampu bersabar serta bertahan menghadapi apapun. “Pendukung”, di sini adalah memandang segala hal yang tidak baik sebagai suatu jodoh yang bisa mendukung kamu untuk maju atau mengembangkan diri. Walau orang lain memarahi kamu, dirimu tetap merasa senang, ini melatih kesabaranmu; meskipun orang lain memukulmu, dirimu juga tetap merasa senang, karena kamu sedang mengikis buah karma buruk, mengubah seluruh pemikiran diri sendiri terhadap hal apapun menjadi jodoh pendukung.

Semenjak saat ini, ketiga Bhumi Bodhisattva di depan ini, akan senantiasa membina samadhi Mahayana. Menyelamatkan kesadaran spiritual semua makhluk adalah tujuan pembinaan Ajaran Buddha Dharma Mahayana, karena ketiga Bhumi Bodhisattva (Bodhisattva Bhumi awal, Bhumi kedua, Bhumi ketiga) membina samadhi Mahayana. Samadhi adalah menghilangkan segala akar kebiasaan buruk berupa keraguan.

Ketika seseorang mampu menenangkan dirinya maka itu adalah konsentrasi meditatif Zen. Ketika mencapai konsentrasi meditatif Zen, maka dia mampu menghilangkan segala khayalan dan pemikiran yang mengganggu, namun ketika bermeditasi, apakah pikiranmu bisa kosong? Sangat sulit untuk bisa mengosongkan pikiran, sedangkan ketiga Bhumi Bodhisattva bahkan bisa mampu menghilangkan konsentrasi meditatif Zen.

Contoh, ada suatu hal yang membuat kamu merasa sangat sedih di dalam hatimu, namun dirimu memperingatkan diri sendiri supaya tidak bersedih, mengingat-ingat perkataan yang Master ajarkan, supaya bisa menenangkan pikiran sendiri, tenang, tenang, tenang … namun sesungguhnya ketika kamu sedang menenangkan pikiran, karena masih tersimpan hal-hal ini di dalam otakmu, maka kamu tetap tidak bisa menenangkan diri. Seperti ada sebagian orang yang mengatakan, saya harus bersabar, saya harus bisa bersabar, namun sesungguhnya, orang yang berpikir dalam hatinya untuk bersabar, malah semakin tidak bisa bersabar. Sedangkan orang yang benar-benar bisa bersabar, malah tanpa berpikir pun bisa bersabar, jangan sengaja mengontrolnya, namun harus bisa mengendalikannya dengan sendirinya, ini semua ditentukan oleh pembinaan dan pelatihan perilaku sehari-hari, pencapaian konsentrasi Zen yang sesungguhnya adalah ketiadaan konsentrasi Zen, karena semuanya adalah kosong.

Menghalangi terbentuknya balasan karma kelahiran dan kematian, menghalangi adalah halangan, rintangan, terbentuknya balasan karma kelahiran dan kematian, dengan kata lain keberadaan balasan karma kelahiran dan kematian bisa dihalangi, bisa dicegah, halangan untuk mencegah terbentuknya balasan karma kelahiran dan kematian, berarti tidak ada lagi buah karma kelahiran dan kematian. Buah karma kelahiran dan kematian itu normal, namun sekarang kita menambahkan kata “menghalangi”, berarti mencegahnya untuk terbentuk, menghilangkannya. Memperoleh buah kesucian yang besar, berarti mendapatkan buah karma yang paling besar dan paling suci. Saat buah karma kelahiran dan kematian sudah tidak ada lagi, berarti sudah terbebas dari enam kekotoran duniawi, maka sebaliknya akan memperoleh buah kesucian besar. Setelah menghilangkan berbagai balasan karma buruk, meluruskan penyimpangan dalam pembinaan pemikiran dan perilaku yang benar, maka memperoleh suatu balasan karma yang paling suci, yakni buah kesucian besar.

Karena keterbatasan waktu, hari ini hanya bisa membahas tentang bagian awal tingkat kesadaran Bodhisattva Prabhakari, mengenai penjelasan lebih lanjut tentang Bodhisattva Prabhakari, akan kita lanjutkan di pertemuan berikutnya.