37. Melepaskan Kerisauan Pikiran, Menemukan Kesadaran yang Benar
Ada cuaca yang tidak bisa diperkirakan, sama seperti malapetaka dan keberuntungan seseorang yang tidak bisa diprediksi. Sepanjang kita hidup di dunia ini, malapetaka tidak akan meninggalkan dirimu. Seseorang yang benar-benar membabarkan Dharma dan menyelamatkan kesadaran spiritual semua makhluk, bukan orang yang merias dirinya untuk terlihat sama seperti Bodhisattva, melainkan menjadi seseorang yang benar-benar memiliki jiwa dan raga, jika jiwanya tidak bisa mengalahkan nafsu jasmani, maka dia hanyalah orang biasa. Apabila jiwanya sangat suci, bisa mengalahkan keinginan raganya, maka dia adalah seorang dewa. Karena dia tidak dikendalikan oleh nafsu keinginan tubuhnya sendiri, sebaliknya dia bisa mengendalikan nafsu keinginannya sendiri, ini baru bisa diwujudkan ketika pembinaan pikiran seseorang sudah mencapai tingkat kesadaran spiritual tertentu. Jika kamu masih dikendalikan oleh keinginan tubuh sendiri, itu berarti kamu tidak bisa mengendalikan tubuhmu sendiri. Contoh, saat kamu kelaparan, lalu melihat makanan-makanan seafood tersebut, namun kamu sadar dirimu adalah seorang vegetarian, pada saat itu apakah kamu bisa mengendalikan hatimu supaya tidak tergoyahkan dan tidak memakannya. Contoh lainnya, sudah jelas tubuhmu tidak sehat, apakah kamu bisa mengendalikan dirimu untuk tidak mengonsumsi makanan-makanan yang tidak seharusnya dimakan dan tidak baik bagi tubuhmu, logikanya sama saja.
Sangat penting untuk menekuni dan mempraktikkan Dharma, yang dipelajari adalah pikiran, yang diteladani adalah semangatnya. Membina pikiran berarti mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk serta ketamakan-kebencian-kebodohan pada diri sendiri, membina pikiran adalah melupakan semua hal yang pernah dilakukan sebelumnya. Melupakan adalah suatu hal yang paling bagus, seperti sebuah komputer, harus menghapus semua virus dan dokumen-dokumen yang tidak baik. Jika kamu benar-benar bisa melupakan segala hal yang pernah dilakukan, berarti kamu sudah berhasil. Kekurangan orang-orang adalah: tidak bisa melupakan perlakuan buruk orang lain terhadap diri sendiri; sebaliknya tidak mampu mengingat kebaikan orang lain terhadap diri sendiri. Jika seseorang hidup di dunia ini namun tidak sadar untuk membina pikirannya, tidak bisa bersikap dan berpemikiran baik, maka dia bagaikan sebuah mesin yang dikendalikan oleh nasib. Jika seseorang yang tidak memahami pentingnya membina pikiran, maka dia adalah orang yang sangat kasar dan barbar.
Hari ini saya akan membahas tentang “sifat kesadaran”, sifat kesadaran adalah sifat dasar seseorang, setiap orang pada dasarnya memiliki satu sifat yang dinamakan sifat dasar. Mampu melihat sifat Kebuddhaan yang sesungguhnya dimiliki semua makhluk, disebut sebagai sifat kesadaran. Dengan kata lain, kamu bisa melihat sifat dasar yang dimiliki orang ini, yakni sifat dasar yang sudah mencapai penerangan sempurna.
Sekarang, kita akan membahas tentang “kebijaksanaan dasar”. Kebijaksanaan dasar adalah kebijaksanaan yang memang dimiliki seseorang, sedangkan kebijaksanaan ini adalah kebijaksanaan Bodhisattva. Kebijaksanaan dasar harus tanpa pemikiran, jika tidak memiliki pemikiran apapun, maka seseorang baru bisa memperoleh ketenangan yang sesungguhnya, ketenangan yang sesungguhnya dari seseorang bukan karena dirimu duduk di sana lalu bisa menjadi tenang. Kamu duduk melafalkan paritta di sana, namun apakah pikiranmu bisa tenang? Jika pikiranmu tidak bisa terpusat, maka itu bukan ketenangan yang sesungguhnya. Ketenangan yang sesungguhnya adalah setelah kamu duduk di sana, tidak ada lagi pemikiran apapun, dinamakan sebagai ketiadaan pemikiran, sedangkan ketiadaan pemikiran ini adalah ketenangan yang sesungguhnya. Jika benar-benar bisa menenangkan diri, maka ini adalah dasar dari parinirvana. Parinirvana adalah tiada kelahiran dan kemusnahan, dengan kata lain sudah memiliki pikiran yang tercerahkan dan sudah menemukan sifat dasarnya sendiri. Parinirvana adalah Bahasa Sansekerta, yang berarti nirvana – kelenyapan, yakni lenyapnya kerisauan, lenyapnya kelahiran dan kematian, hanya dengan terbebas dari kerisauan dan tidak lagi terikat akan kelahiran dan kematian, seseorang baru bisa mendapatkan “keheningan pikiran”, penderitaan semua makhluk selamanya akan lenyap, tidak akan lagi ada kelahiran dan kelenyapan, dengan kata lain orang ini tidak akan terlahir juga tidak akan mati, yang selamanya tidak ada kelenyapan, berarti sudah mencapai Kebuddhaan (menjadi Buddha).
Mengapa perlu menjalani retreat tertutup – bi guan, retreat tertutup bertujuan untuk membantu seorang pembabar Dharma untuk mendapatkan ketenangan, tidak diganggu oleh hal-hal duniawi. Seseorang yang benar-benar menyelamatkan kesadaran spiritual orang-orang, baru bisa disebut sebagai Bodhisattva, seorang Bodhisattva tidak akan takut dirinya sendiri menderita demi menyelamatkan semua makhluk, Bodhisattva yang sesungguhnya adalah Maha Welas Asih bertekad menyelamatkan semua makhluk yang menderita; jika seseorang hanya tahu untuk melindungi dirinya sendiri, tidak mau menyelamatkan orang lain, maka orang ini selamanya tidak akan bisa menjadi Bodhisattva.
Harus bisa menghilangkan segala gejolak pemikiran, seseorang yang benar-benar sudah memperoleh ketenangan harus bisa menghilangkan segala gejolak pemikirannya. Gejolak pikiran berarti hatinya tidak tenang, seperti ketika pekerjaan masih tidak bisa ditetapkan, apakah hati kamu bergejolak? Dapatkah hatimu tenang? Mengkhawatirkan apakah anak bisa masuk ke sekolah yang bagus, berarti hati ini bergejolak atau tidak? Oleh karena itu, harus menghilangkan segala pikiran yang bergejolak, seseorang baru bisa benar-benar menenangkan dirinya. Pikiran yang tidak tenang dan terpusat dikarenakan tidak memiliki kebijaksanaan, dia tidak sadar bahwa dirinya sedang meneladani Guan Shi Yin Pu Sa, bahwa dia sedang mempraktikkan Dharma. Dengan mempraktikkan Ajaran Buddha Dharma bisa mengubah seluruh dirimu, asalkan memiliki tekad yang teguh, maka tidak akan ada gejolak pikiran. Kamu harus bisa menenangkan hati ini, hanya dengan benar-benar percaya, baru bisa menjadi tenang, percaya bahwa Guan Shi Yin Pu Sa pasti bisa menolong saya, maka kamu baru bisa mengendalikan gejolak pikiran diri sendiri.
Parinirvana adalah tubuh yang nyata, ketika seseorang bisa mencapai parinirvana, maka dia benar-benar memiliki raga yang tenang. Parinirvana berarti otak seseorang sudah benar-benar kosong, maka parinirvana ini adalah tubuh ketenangan kamu yang sesungguhnya. Ketenangan yang sesungguhnya berarti harus bisa menghilangkan segala pemikiran yang bergejolak, menghilangkan kesombongan dan keangkuhan pada diri sendiri, menghilangkan perasaan terhormat dan pemikiran diskriminatif. Perasaan terhormat berarti seseorang yang selalu merasa bahwa dirinya sangat mulia, pemikiran diskriminatif berarti merendahkan orang lain yang tidak sebanding dengan dirimu. Contohnya, meremehkan orang lain yang kondisi perekonomiannya tidak sebanding denganmu; jika ada orang yang lebih kaya daripada kamu, maka kamu akan iri kepadanya dan lain-lain. Kalian tidak boleh memiliki segala bentuk pikiran diskriminatif, tidak boleh memiliki perasaan iri hati, iri hati juga merupakan sebuah racun, karena iri hati seseorang merupakan bawaan lahir, yakni sudah dimiliki sejak dari lahir. Dan ia merupakan hasil dari tumimbal lahir enam alam, karena adanya iri hati baru mengakibatkan adanya tumimbal lahir enam alam. Apabila dirimu sudah mencapai ke Alam Bodhisattva, sudah terbebas dari tumimbal lahir enam alam, maka kamu tidak akan memiliki perasaan iri hati. Begitu juga dengan perasaan berselisih pun harus dihilangkan.
Mengapa kita perlu bertobat? Karena bertobat bisa menghapuskan halangan karma buruk. Seseorang yang membina pikiran jangan menganggap dirinya yang paling benar, maka dia baru bisa memiliki prinsip yang benar, sedangkan saat seseorang menganggap dirinya benar, malah sebaliknya itu menjadi tidak masuk akal, ini yang dinamakan sebagai dialektika. Seseorang yang sering mengatakan kalau dirinya salah, maka orang ini selamanya tidak akan pernah salah; sedangkan seseorang yang merasa dirinya selalu benar, maka orang ini akan sering melakukan kesalahan. Sebagai manusia, sudah sewajarnya kalau kita bisa melakukan kesalahan, tidak apa-apa jika melakukan kesalahan, namun harus tahu untuk bertobat, harus bisa meminta maaf, kemudian mengubahnya, dengan begitu kamu baru bisa memperbaiki kekurangan diri sendiri, dan meningkatkan kesadaran spiritual diri sendiri. Orang-orang seringkali tidak mau mengakui kesalahan diri sendiri, selalu saja mencari-cari banyak alasan untuk menutupi kesalahan sendiri, kesalahan tercipta karena kita tidak membina pikiran dengan baik, namun karena sekarang kita sudah menekuni Dharma dan membina pikiran, maka kita harus memperbaikinya. Yang sudah berlalu biarkanlah menjadi masa lalu, jangan memaksanya untuk bertahan di sisimu, lalu masih bersikeras berkata: “Tidak benar, karena saya begini begitu”, ini karena kamu tidak mau mengakui kesalahan diri sendiri, maka kamu baru bisa selamanya membawa hal-hal buruk ini pada dirimu, kemudian menyebabkan kegagalan selamanya bagi diri sendiri.
Ada satu orang tua yang begitu, dia selalu “membawa-bawa” seluruh masa lalu dirinya, begitu teringat lalu merasa kesal dan benci, kebencian ini akan menyebabkan penyakit pada seluruh tubuhnya, bagaimana penyakit ini muncul? 80% berasal dari anaknya, karena dia memiliki seorang anak yang tidak berbakti, jika teringat anak yang tidak berbakti ini dia akan merasa sangat marah, sangat sedih, sangat benci, pada akhirnya menyebabkan tubuh orang tua ini sakit. Akan tetapi 80% penyakitnya juga disebabkan oleh dirinya sendiri, karena dia sendiri terus memikul “beban” ini dan tidak mau melepaskannya, jika bisa membuang beban ini sedini mungkin, maka apakah tubuhnya akan jadi begini? Ketahuilah bahwa kemarahan akan menyakiti tubuh kita, bahkan menyakiti nyawa kita. Oleh karena itu, jangan pernah marah, semuanya adalah hutang, ini adalah karma, Kamu berhutang kepada anakmu di kehidupan yang lalu, maka kamu harus melunasinya di kehidupan ini, selain itu harus membayar hutang karma tanpa syarat apapun, dan masih harus membayarnya dengan gembira, ini sama dengan membuka “belenggu” diri sendiri, maka kita harus benar-benar melepaskan beban ini secara total.
Oleh karena itu, kita harus bisa menghilangkan perasaan gembira, perasaan sedih, keinginan untuk mendapatkan harta, keinginan untuk berselisih, perasaan iri hati, pemikiran diskriminatif, perasaan terhormat, perasaan sombong dan hampir seluruh kerisauan pikiran kita harus dihilangkan, jangan lagi menginginkan seluruh perasaan dan pemikiran-pemikiran ini, keluarkan semuanya. Ada sebuah rupang Buddha dan Bodhisattva yang dinamakan Buddha tidur (Buddha yang berbaring), tahukah kalian bahwa satu posisi Buddha ini melambangkan banyak arti yang berbeda? Dengan kata lain, Buddha dan Bodhisattva ini sudah membuang semua perasaan dan pikirannya, ketika kamu masih memiliki seluruh perasaan dan pikiran, maka kamu tidak akan bisa berparinirvana, posisi Buddha tidur justru melambangkan pencapaian parinibanna dan konsentrasi pikiran, mencapai pencerahan dan sudah tersadarkan, sudah mencapai konsentrasi kesadaran “miao jue ding”. “miao” adalah kesadaran yang paling akhir, yakni mencapai kesadaran sempurna yang paling akhir.
Ada empat macam kesadaran: yang pertama adalah kesadaran awal, kesadaran awal berarti baru saja mulai tersadarkan; yang kedua adalah kesadaran serupa, kesadaran serupa adalah bagai sudah tersadarkan; yang ketiga adalah kesadaran menyesuaikan jodoh, adalah kesadaran yang muncul secara perlahan sesuai dengan jodoh; yang keempat adalah kesadaran terakhir, yakni pada akhirnya saat kamu sudah memahaminya, kamu baru mencapai kesadaran atau penerangan sempurna.
Keempat kesadaran ini juga merupakan empat macam perubahan seseorang:
- Kesadaran awal, perasaan yang muncul pada awal mulai, seperti saat kita masih kecil, kita tidak pernah berpikir bahwa orang tua kita bisa meninggal, tunggu sampai ibu kita meninggal, kita baru tahu ternyata ibu kita juga bisa meninggal, ini yang dinamakan sebagai kesadaran awal.
- Kesadaran serupa, penderitaan yang saya dan kamu alami itu sama, keberuntungan saya dan kamu juga sama, pelan-pelan melalui hubungan perasaan, kamu tersadarkan, sepertinya kita berdua berjodoh. Kesadaran serupa adalah suatu jodoh dari masa lalu.
- Kesadaran menyesuaikan jodoh, dengan kata lain, kesadaran yang pelan-pelan muncul menyesuaikan jodoh, seiring dengan bertambahnya jodoh yang muncul, maka pelan-pelan seseorang akan tersadarkan. Yang Master katakan ini juga disebut sebagai kesadaran secara pelan, karena kamu bertemu dan mengenal guru kalian ini, maka kamu baru mulai tersadarkan. Kalian seharusnya lebih aktif memanfaatkan kesadaran ini, mengejar kesadaran ini, bukan membiarkannya pelan-pelan tersadarkan.
- Kesadaran terakhir, yakni pada akhirnya kamu mencapai kesadaran total. Orang-orang yang mencapai kesadaran terakhir ada yang muda juga ada yang tua, orang yang pada akhirnya mencapai kesadaran terakhir belum tentu adalah orang tua, kesadaran spiritual tidak ditentukan oleh usia tua atau muda, asalkan kamu memahami prinsip kehidupan, kebenaran alam semesta, berarti kamu sudah mencapai kesadaran sempurna. Apabila seorang anak muda, tiba-tiba tersadarkan, maka dia adalah seorang Bodhisattva. Mengapa ditahbiskan menjadi biksu atau biksuni disebut seketika itu juga memasuki pintu kekosongan? Karena mereka seketika itu juga memahami segalanya dan memasuki pintu kekosongan ini. Pintu kekosongan adalah pintu yang tidak ada benda-benda apapun, karena dunia yang penuh rupa ini sebenarnya adalah kosong.