13. Membebaskan Diri & Melepaskan, Halangan Karma Buruk yang Menjerat Kita 业障缠身,解脱放下

13. Membebaskan Diri & Melepaskan, Halangan Karma Buruk yang Menjerat Kita

Orang Tiongkok memandang penting “berbakti” dan “sopan santun”. Bodhisattva juga mementingkan sopan santun, Bodhisattva meminta kita untuk menghormati yang lebih tua, ketika melihat orang yang lebih tua daripada kita, maka kita harus memperlakukan mereka layaknya orang tua kita sendiri. Aliran Konfusius juga memandang penting keberbaktian seseorang, semuanya berhubungan erat dengan agama Buddha. Itulah mengapa di Tiongkok, agama Buddha terus diwariskan turun temurun, dan menjadi agama utama di Tiongkok.

Membina pikiran dan perilaku juga merupakan suatu perwujudan dari keberbaktian, oleh karena itu kalian semua harus membina pikiran dan perilaku dengan baik, periksa diri kalian sendiri dengan seksama, apakah kalian sedang melakukan karma buruk? Sekarang, ada sebagian orang yang walaupun di mulut mengatakan “sedang membina diri”, namun sesungguhnya dia tidak membina dirinya dengan baik, malah setiap hari melakukan karma buruk. Seseorang yang tidak membina dirinya dengan baik, serta memiliki ketamakan, kebencian, dan kebodohan spiritual dalam dirinya, pasti akan bertumimbal lahir di enam alam. Jika seseorang haus akan ketenaran, tamak akan kekayaan, mengejar nafsu kepuasan seksual, maka dia pasti akan bereinkarnasi di enam alam. Master beritahu kalian, sekarang di dunia ini, yang bertumimbal lahir karena keserakahan, kebencian, dan kebodohan mencapai 80%. Itulah mengapa ada sebagian orang bermimpi mengerikan, walaupun pada kehidupan nyata tidak begitu menakutkan, namun setiap hari dia bermimpi buruk, karena waktu yang dihabiskannya di Alam Akhirat sangat panjang, selain itu dia juga sudah menerima hukuman di Akhirat atas dosa yin yang dilakukannya. Oleh karena itu di dunia ini, jika menerima hukuman di Akhirat, waktunya akan terasa semakin panjang, sedangkan saat-saat menikmati berkah dan kebahagiaan akan terasa semakin pendek.

Di dunia penuh mimpi dan lautan penderitaan yang tak berbatas ini, halangan karma buruk kita bagaikan ikan hiu yang tinggal bersama kita di lautan penderitaan ini. Ikan hiu ini akan terus mengikuti, mengincar, dan menggigit kita, inilah halangan karma buruk kita, yakni karma buruk di masa lalu yang membuntuti dan menggigit kita, terus mengejar dan tidak mau melepaskan kita. Sedangkan Anda, walau berusaha sekuat tenaga untuk berenang, namun tetap akan terkejar olehnya. Dengan susah payah, tiba sebuah perahu penyelamatan, karena ada Bodhisattva yang datang menyelamatkan kalian. Ketika Anda baru saja memanjat naik ke kapal, yakni ketika Anda baru saja mulai menekuni Dharma, tahukah mengapa ketika menekuni Dharma, tubuh Anda terasa sakit? Mengapa sepertinya ada sesuatu yang menghalangi Anda? Karena ketika kalian baru saja akan naik ke atas perahu, ikan hiu ini akan menggigit kakimu dan tidak mau melepaskannya, dia ingin menyeret Anda turun ke air, itulah halangan karma buruk Anda. Dia tidak akan membiarkan Anda lari, terus mengejarmu, ada banyak orang yang baru memanjat separuh, kemudian ditarik oleh “ikan hiu” ini, lalu kembali jatuh ke dalam lautan penderitaan. Oleh karena itu, coba kalian pikirkan, betapa beratnya halangan karma buruk seseorang, sama sekali tidak akan bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri, walau dia sudah naik ke atas kapal sekalipun, tetap bisa diseret turun oleh halangan karma buruknya, mengerti?

Seorang praktisi Buddhis tidak boleh memiliki pemikiran tamak, pemikiran benci, dan berbagai macam nafsu keinginan. Seorang praktisi Buddhis, adalah seseorang yang menekuni dan mempraktikkan Ajaran Buddha Dharma, adalah orang yang memuja dan menjunjung Guan Shi Yin Pu Sa, adalah murid Buddha, atau dirinya sendiri adalah Bodhisattva. Jika Anda masih memiliki kebodohan spiritual, masih memiliki keserakahan dan kebencian, ini berarti Anda sama sekali belum membina pikiran. Jika Master membalik perkataan ini, kalian bisa bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan orang yang belum membina pikiran?” Orang yang belum membina pikiran adalah orang yang belum menghilangkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan spiritual pada dirinya. Apakah yang disebut dengan kebodohan spiritual? Itu adalah orang-orang yang bahkan tidak percaya pada Ajaran Buddha Dharma, itulah kebodohan spiritual. Seseorang yang memiliki kebodohan spiritual akan sulit ditolong, sulit untuk diselamatkan jiwanya, biasanya disebut dengan “yang tidak berjodoh”. Seseorang yang tidak membina pikirannya adalah orang yang memiliki kebodohan spiritual, tandanya dia tidak memiliki kebijaksanaan, seseorang yang tidak memiliki kebijaksanaan akan menjalani hidupnya seperti binatang.

Jika Anda tidak bisa memudarkan keinginan terhadap ketenaran dan kekayaan, tidak bisa memudarkan kemelekatan atas nafsu keinginan sendiri, maka Anda tidak akan bisa membina pikiran dengan baik. Jangan mengira, nafsu keinginan di sini hanya merujuk pada hubungan pria dan wanita, melainkan mencakup keinginan di segala aspek, seperti nafsu makan, nafsu kekayaan, dan lain-lainnya, semuanya adalah nafsu keinginan. Ada sebagian orang yang menganggap uang lebih penting daripada nyawanya. Yang Master bahas di sini adalah memudarkan keinginan terhadap ketenaran dan kekayaan. Apa yang dimaksud dengan “memudarkan”? Dengan kata lain, tidak terlalu mementingkan ketenaran dan kekayaan. Selain itu, dalam membina pikiran, kita harus mengejar kebebasan. Kebebasan ini bisa dicapai dengan melepas, melepaskan pemikiran untuk mendapatkan ketenaran dan kekayaan, dengan begitu Anda baru bisa mencapai kebebasan spiritual. Jika seseorang tidak bisa membebaskan dirinya, berarti dia masih belum bisa melepaskan.

“Membebaskan”, sepertinya mudah untuk diucapkan, namun sesungguhnya bagaikan membebaskan diri dari sebuah rantai besi yang mengikat Anda, Anda harus mengandalkan kekuatan diri sendiri agar bisa terbebaskan. Seperti, dalam kisah “Perjalanan ke Barat”, Sun Go Kong diikat oleh siluman, pada saat itu, demi membebaskan dirinya, Sun Go Kong mengubah dirinya menjadi kecil, dengan sendirinya rantai pengikatnya itu melonggar lepas. Logika dari kisah ini adalah, walaupun rantai pengikat mengikat diri seseorang, namun dia memiliki lingkup dan kategori. Contohnya, hari ini saya ingin membuat Anda marah, saya tahu hal apa yang bisa membuat Anda marah, sedangkan “hal” ini adalah “rantai pengikat”. Apabila Anda bisa “mengecilkan” diri sendiri, dengan kata lain sedikit merendah, tidak terlalu mempedulikan hal ini, maka Anda pasti bisa membebaskan diri dari “rantai pengikat” ini, inilah kebijaksanaan.

Misalnya, ada orang yang memberitahu Anda: “Tahukah kamu? Suamimu melakukan perbuatan buruk  di luar.” Ketika Anda mendengar kabar ini, lalu bagaimana seharusnya Anda membebaskan diri darinya? Pertama, rendahkan diri Anda, “Saya tidak ada apa-apanya, saya sangat kecil tidak berarti, mungkin karena saya tidak cukup baik baru bisa menyebabkan hal ini. Jika suami saya benar-benar melakukan hal buruk, saya akan menasihatinya, memberi tahu dia prinsip yang benar, agar dia bisa memahami hukum karma.” Sebisa mungkin perkecil diri Anda, jangan mementingkan diri Anda, ingatlah dulu Anda juga pernah melakukan kesalahan, oleh karena itu maafkanlah dia. Ketika diri Anda menjadi semakin kecil, maka rantai pengikat ini akan melonggar, dan Anda akan terlepas, Anda akan terbebas. Namun jika Anda marah, Anda merasa tidak bisa menerimanya, Anda akan murka, semakin tinggi amarah Anda, maka rantai pengikat ini akan membelenggu diri Anda dengan semakin erat. Mengerti?

Ingatlah, ketika melihat keburukan orang lain, sebisa mungkin lebih banyak menginstropeksi diri sendiri, dengan begitu Anda baru bisa mencapai pencerahan, Anda baru bisa menemukan sifat dasar, dengan kata lain, ketika Anda bisa berpikiran terbuka, maka Anda akan terbebaskan, menyadari sifat Kebuddhaan, Anda baru bisa mencapai penerangan sempurna, baru bisa menemukan sifat dasar dan hati nurani diri sendiri.

Selanjutnya, Master akan membahas tentang persembahan lampu minyak atau pelita. Mempersembahkan lampu minyak sangat penting, kalian tahu, kalau di Surga ada sebuah Gunung Sumeru, jika kita menyalakan sebuah lampu minyak, itu sama seperti sebuah Gunung Sumeru di Surga. Inilah mengapa, mempersembahkan dupa sangat jarang yang bisa melingkar, sedangkan lampu minyak yang dipersembahkan setiap hari bisa membentuk bunga teratai. Jika Anda memiliki altar Bodhisattva di rumah, tidak boleh tidak mempersembahkan lampu minyak, karena lampu minyak sama besarnya seperti Gunung Sumeru, minyak di dalam lampu sebanyak air di lautan, oleh karena itu sangat penting untuk menyalakan lampu minyak. Kalian harus sering menambahkan minyak dalam lampu pelita, sebaiknya setiap hari ditambahkan sedikit. Sering menambahkan minyak pada lampu pelita, bisa menambah kebijaksanaan, selain itu mata kita akan menjadi lebih terang (lebih sehat). Banyak orang yang tidak menambahkan minyak (pada lampu pelita), saya akan beritahu kalian satu logika kehidupan, bagaikan dua orang yang sedang minum teh, jika sebentar-sebentar Anda menambahkan air minumnya, atau sebentar-sebentar Anda menambahkan teh di gelasnya, bukankah orang itu akan merasa senang? Bukankah orang itu akan berterima kasih pada Anda? Sama halnya seperti lampu minyak, sering menambahkan minyak pada lampu pelita, akan membuat hatimu selapang lautan, jika kalian memiliki pemikiran mengganggu apapun, maka harus mempersembahkan lebih banyak lampu minyak, lebih sering menambahkan minyak pelita. Master akan melanjutkan pembahasan di pertemuan berikut.