12. Membahas Peningkatan Kesadaran Spiritual dari 6 Akar Indrawi & 6 Kekotoran Duniawi 从六根、六尘谈境界的提升

12. Membahas Peningkatan Kesadaran Spiritual dari 6 Akar Indrawi & 6 Kekotoran Duniawi

Hari ini, saya akan membahas tentang “mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, pikiran”, “rupa, suara, aroma, rasa, sentuhan, dharma (benda/fenomena/ide)”, yang dikenal juga dalam Ajaran Buddha Dharma sebagai 6 akar indrawi dan 6 kekotoran duniawi. Kalian semua tahu bahwa semua kata-kata ini tertera dalam Sutra Hati atau {Xin Jing}. Setiap hari kita melafalkan paritta, asalkan kita berada di dunia ini, maka mulut kita pasti akan tercemar, seperti berlidah dua, menyanjung atau membual, mengadu domba, menjelek-jelekkan orang lain, dan lain sebagainya. Telinga Anda mendengar perkataan buruk orang lain, mendengar hal-hal yang tidak baik, bukankah dengan begitu Anda juga akan tercemar? Mata Anda melihat hal-hal yang tidak seharusnya dilihat, bukankah ini adalah noda? Pikiran Anda memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya dipikirkan, bukankah ini adalah noda? Hidung Anda mencium bau aroma yang tidak seharusnya dicium, juga sudah ternoda, tidak bisa membedakan yang wangi dan yang bau. Banyak orang yang mengkonsumsi bawang putih, menganggapnya sangat harum, begitu mencium aroma ini segera merasa senang, orang-orang yang seperti ini berarti tidak bisa membedakan mana yang wangi dan yang bau di dunia ini. Coba pikirkan, orang-orang yang makan bawang putih dan bawang bombay, begitu berbicara, hawa yang keluar dari mulutnya bau atau tidak? Melafalkan paritta bukankah berarti menciptakan sebuah medan aura?

Di dunia ini, apapun yang dipikirkan bisa tercemari, mata, telinga, mulut, pemikiran kita semua bisa tercemari, segala hal bisa ternoda, apakah Anda bisa menghindarinya? Apabila Master sekarang ingin menyelamatkan semua makhluk, lalu takut ternoda atau tercemar, apakah bisa bersembunyi sendirian di atas gunung untuk membina diri sendiri? Apakah Master harus datang ke dunia fana ini, harus pergi ke dunia yang bagaikan ilusi dan penuh dengan kenikmatan indria ini  untuk menyelamatkan semua makhluk? Ketika menolong orang lain, Master harus membantu kalian semua agar bisa mengubah segala pemikiran yang tidak baik, jika tidak bisa membantu kalian semua untuk menghilangkan noda-noda pada tubuh dan pikiran kalian, maka Master bukanlah seorang praktisi yang baik.

Sifat Kebuddhaan pada diri sendiri, harus “dibangkitkan” kembali, dengan begitu keenam akar indrawi Anda baru tidak tercemari, karena ketika Anda bisa membina sifat Kebuddhaan ini keluar, kemudian Anda akan mengetahui bahwa, mata saya tidak boleh melihat yang tidak seharusnya dilihat, telinga tidak boleh mendengar yang tidak seharusnya didengar, mulut tidak boleh mengatakan yang tidak seharusnya dikatakan, otak tidak boleh memikirkan yang tidak seharusnya dipikirkan, dengan kata lain Anda akan mengetahui mana yang baik, mana yang buruk, apa yang seharusnya dilihat atau dilakukan, dan apa yang tidak seharusnya dilihat dan dilakukan. Apabila hal-hal seperti ini saja, Anda masih belum bisa membedakannya dengan jelas, jangankan menolong orang lain, bahkan diri Anda sendiri saja tidak akan bisa Anda tolong, bagaimana mungkin menyelamatkan jiwa spiritual orang lain?

Bila bersembunyi di atas gunung dan menjalani pembinaan diri sendiri, tahukah kalian apa namanya? Master menyebutnya sebagai aliran pembebasan diri sendiri. Apakah yang dimaksud dengan membebaskan diri sendiri? Dengan kata lain, tidak mempedulikan orang lain, pergi ke gunung sendirian dan membina diri sendiri dengan baik, asalkan saya sendiri bisa terbebaskan, maka masalah orang lain tidak ada hubungannya dengan saya, namun apakah boleh begitu? Seorang praktisi Buddhis seharusnya datang ke dunia yang nyata ini untuk menolong jiwa spiritual semua makhluk, sedangkan di dalam kuil atau di atas gunung, apakah ada makhluk atau orang yang perlu Anda selamatkan jiwanya? Bukankah ini namanya membina kebebasan diri sendiri? Ini merupakan suatu jenis dari aliran pembinaan lain.

Jika Anda bisa datang ke dunia fana yang penuh kenikmatan indria untuk menerima ujian ini, itu karena kesadaran spiritual Anda sudah meningkat, jika tingkat kesadaran spiritual Anda tidak meningkat, maka Anda hanya akan peduli pada pembinaan diri sendiri, tidak peduli bagaimana cara membantu orang lain, lalu apakah orang seperti ini adalah Bodhisattva? Apakah yang dibinanya adalah jalan mencapai kesadaran Bodhisattva? Ingatlah, mempraktikkan Dharma dan membina pikiran merupakan suatu peningkatan kesadaran spiritual, jika tingkat kesadaran spiritual seseorang belum mencapai suatu tahap tertentu, maka dia tidak akan bisa membina diri dengan baik, jangankan membina pikiran, menjadi pribadi yang baik pun belum tentu bisa. Apabila seseorang tidak memiliki kesadaran spiritual tertentu, maka “makhluk” yang bisa Anda selamatkan hanyalah diri Anda sendiri, Anda hanya bisa menolong jiwa spiritual Anda sendiri, dan setelah mencapai suatu tahapan tertentu, Anda tidak akan bisa mengalami peningkatan lagi, apakah kalian mengerti?

Oleh karena itu, membina diri di atas gunung, kelihatannya jiwa Anda tidak tercemari, keenam akar indrawi Anda – mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran tidak ternodai, akan tetapi kesadaran spiritual Anda jika belum mencapai suatu tingkatan tertentu, maka selamanya Anda hanya bisa memahami hal-hal yang berada di permukaan saja. Contohnya, seseorang yang membina dirinya bagai berdiri di atas atap, maka matanya bisa melihat sawah, namun bila di depannya ada gunung atau gedung tinggi, bagaimana mungkin matanya bisa melampauinya? Sebaik apapun Anda membina diri pada tingkat kesadaran ini, akan tetapi hal-hal yang bisa Anda lihat sangat terbatas, setelah Anda meninggal, maka Anda hanya bisa mencapai tingkatan tertentu di Surga, mungkin itu adalah Alam Rupadhatu, namun tidak bisa naik ke Alam Surga lainnya yang lebih tinggi. Ketika tingkat kesadaran spiritual Anda sudah melampaui atap rumah dan membina diri bagai berdiri di atas puncak gunung, maka Anda tidak hanya akan melihat atap rumah, namun juga akan melihat seluruh puncak gunung-gunung lainnya, coba kalian pikirkan, pada saat itu di tingkat manakah kesadaran spiritual Anda berada?

Master memberi contoh agar kalian semua bisa memahami logika yang terkandung di dalamnya. Apabila pikiran seseorang tidak tercemari, maka bisa merasakan akar pembinaan yang sangat baik yang dimilikinya. Setiap orang memiliki suatu akar pembinaan, seperti Anda yang menekuni Dharma pada hari ini atau dia yang menekuni Dharma besoknya, semuanya tergantung dari akar pembinaan yang dimilikinya. Contohnya, jika akar pembinaan ini diumpamakan sebagai tubuh kalian, kalau kondisi tubuh tidak sehat (akar pembinaannya dangkal), lalu apakah Anda mampu mendaki puncak gunung yang tinggi? Hanya orang yang bertubuh sehat, yakni memiliki akar pembinaan yang baik, baru bisa mendaki sampai ke puncak, baru bisa membina diri sampai ke tahap yang semakin tinggi.

Master beritahu kalian, pembinaan diri di Alam Manusia adalah membina Pintu Dharma Bodhisattva. Membina di atas gunung adalah membina pembebasan diri. Karena membina diri di atas gunung bertujuan untuk membebaskan jiwa diri sendiri, saya tidak menginginkan kerisauan, saya tidak mau begini dan begitu. Namun membina diri di dunia fana, itu tidak sama, membina diri di kehidupan duniawi, pertama-tama harus membina diri sendiri terlebih dahulu, melatih diri kita sendiri dengan baik, kemudian baru bisa menyelamatkan jiwa spiritual orang lain. Membina diri di dunia ini, Anda tidak hanya harus membina diri sendiri, Anda juga harus menyelamatkan semua makhluk, inilah Bodhisattva, Pintu Dharma Bodhisattva bertujuan untuk menyelamatkan semua makhluk.

Apabila membina diri di dunia fana pasti ada ujiannya, Bodhisattva (Pu Sa) akan memberi Anda sebuah ujian. Menguji Anda, supaya enam akar indria Anda tidak tercemari ketika menghadapi 6 kekotoran duniawi, karena jika tercemari, maka Anda tidak akan bisa mencapai tingkat kesadaran Bodhisattva. Seseorang harus bisa lulus ujian baru bisa menyelamatkan semua makhluk, jika tidak bisa melewati berbagai cobaan penderitaan duniawi, bagaimana mungkin Anda bisa menyelamatkan semua makhluk? Contohnya, orang ini menasihati orang-orang agar bervegetarian, namun mulutnya sendiri malah makan daging, bagaimana mungkin dia bisa menasihati orang lain agar bervegetarian? Inilah yang disebut dengan tingkat kesadaran, ini adalah ujian. Bila Anda menasihati orang lain untuk membina pikirannya, maka pertama, mulut Anda sendiri tidak boleh mengucapkan hal-hal yang tidak benar, Anda baru bisa menasihati orang lain, pepatah mengatakan, “Kekuatan dari teladan sangat luar biasa”, Anda baru bisa menyelamatkan kesadaran spiritual semua makhluk. Jikalau Anda sendiri tidak memiliki kualifikasi untuk menyelamatkan semua makhluk, bagaimana mungkin Anda bisa menggunakan tubuh Bodhisattva untuk menolong orang lain?

Tahukah kalian, banyak biksu tua yang benar-benar memiliki kekuatan spiritual yang sangat besar, dia bisa membina pikirannya di tempat yang ramai, walau berada di tempat yang ribut dan ramai, dia tetap bisa bermeditasi, dia tidak akan dipengaruhi oleh kekotoran duniawi di sekitarnya, inilah yang disebut sebagai Biksu Besar, memiliki tingkat kesadaran spiritual yang tinggi, sudah mencapai tingkat pembinaan yang tinggi, memiliki kekuatan spiritual yang tinggi. Kekuatan spiritual seseorang ditentukan oleh jasa kebajikannya, semakin besar jasa kebajikan seseorang, maka kekuatan spiritual yang dimilikinya akan menjadi semakin besar, seseorang yang tidak memiliki jasa kebajikan, tidak akan memiliki kekuatan spiritual. Master pernah membahas dengan kalian, dari manakah jasa kebajikan berasal, ia berasal dari dalam lubuk hati, dari dalam jiwa kita, ketika pikiran Anda sudah bisa diselaraskan, ketika hati Anda sudah dibersihkan, Anda baru bisa memiliki kesabaran seperti ini, Anda baru bisa tetap teguh membina pikiran di dalam jalan Kebuddhaan, Anda tidak akan hidup di dalam kebodohan layaknya binatang. Ketika pembinaan dan jasa kebajikan seseorang sudah mencapai suatu tingkat tertentu, maka dia bisa bertahan dan bersabar menghadapi segala hal, mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi segala hal, bisa berpikiran terbuka dalam segala masalah, ini adalah peningkatan kesadaran spiritual.

Konfusius pernah mengatakan satu perkataan: “mengendalikan diri memulihkan kesopanan”. Ada banyak orang yang mengira maksud dari perkataan ini adalah memulihkan “tata krama dari Zhou Gong” (merujuk pada hubungan suami istri baru boleh dilakukan setelah menikah), maka ini adalah pemahaman yang salah. Pada saat itu pengertian dari “mengendalikan diri memulihkan kesopanan”, adalah suatu bentuk pengertian yang tidak menyeluruh, yang mengatakan bahwa “kesopanan” di sini adalah tata krama yang ditentukan oleh Zhou Gong, padahal sesungguhnya, maksud dari Konfusius adalah memulihkan sifat dasar manusia, merujuk pada sesuatu yang keluar dari dalam hati kita, bukan tata krama, melainkan pandangan pemikiran kita, dengan kata lain, semua orang harus bisa mengendalikan atau menghilangkan kekurangan diri sendiri untuk memulihkan sifat dasar kita.

Saya beritahu kalian, orang-orang suci ini, semuanya adalah titisan Bodhisattva, hanya saja mereka memiliki sebutan yang tidak sama. Pada masa itu, orang-orang suci ini datang ke Alam Manusia untuk menyelamatkan manusia, betapa sulitnya hidup mereka, pergi berkelana mengelilingi banyak negara, setiap tiba di satu negara lalu memberikan ceramah, bukankah ini sama dengan Bodhisattva yang menyelamatkan semua makhluk di mana pun? Para biksu besar pergi ke seluruh penjuru dunia, bukankah Master sekarang juga sedang pergi berkeliling dunia? Hanya sekarang saya lebih tidak lelah dalam bepergian, karena saya menggunakan prasarana yang modern, seperti siaran, komputer, internet, layaknya “berkeliling” dunia, coba kalian pikir, bukankah ini sama saja?

Ingatlah, orang-orang suci pada zaman dahulu adalah Bodhisattva yang turun ke dunia ini untuk menyelamatkan umat manusia, oleh karena itu kita harus meneladani semangat mereka. Kita harus belajar mengendalikan diri, jika seseorang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, bagaimana mungkin dia bisa memulihkan sifat dasarnya sendiri? Dari sudut pandang Ajaran Buddha Dharma dikatakan “pengendalian” ini sebagai suatu “sila – berhenti”, hanya dengan menjalankan sila, kita baru bisa mempraktikkan Dharma. Apabila semua orang yang hidup di dunia ini tidak menaati norma dan etika yang berlaku, coba saja kalian pikirkan, akan menjadi seperti apakah dunia ini? Memulihkan norma kesopanan, memulihkan ajaran Konfusius dan Mensius sekarang ini bertujuan untuk memulihkan kembali sifat dasar manusia, akan tetapi masih sangat jauh sekali dari Ajaran Buddha Dharma.