1. Membahas Tentang Budi Buddha Dan Pemahaman-Tindakan Yang Tidak Terpisahkan 谈佛德与知行合一

1. Membahas Tentang Budi Buddha Dan Pemahaman-Tindakan Yang Tidak Terpisahkan

Budi Buddha adalah akhlak baik yang dimiliki Buddha, sebagai manusia, kita harus memiliki akhlak baik layaknya seorang Buddha, memiliki moralitas dan karakter baik seperti Buddha. Buah kebuddhaan, berarti memiliki balasan dan buah kesadaran seorang Buddha (ariya-phala). Buah ketidakakuan, seseorang yang benar-benar menjalani pembinaan spiritual dengan baik, maka bahkan buah kesadarannya pun adalah kosong, buah ketidakakuan berarti ketiadaan buah, sedangkan ketiadaan buah di sini berarti benar-benar sudah mencapai kesadaran yang sesungguhnya, namun jika dikatakan ada buahnya, malah sama dengan tidak mencapai hasil kesadaran apapun. Akhlak, moralitas, dan karakter Buddha semuanya adalah tingkat kesadaran yang tertinggi, adalah penerangan yang paling sempurna, sudah mencapai kesadaran yang sempurna, sudah sepenuhnya tersadarkan, dan memiliki kebijaksanaan dan toleransi yang sempurna. Dengan menyatukan cahaya jasmani ditambah dengan cahaya kebijaksanaan, maka persatuan keduanya adalah cahaya Buddha. Cahaya jasmani bisa diperoleh dengan bervegetarian, berpikiran bersih, tidak memiliki pemikiran jahat, tubuh yang bersih dan lainnya, dengan kata lain berarti memiliki raga badaniah yang bersih.  Kita harus membina cahaya jasmani kita, dengan kata lain melatih tubuh jasmani kita sampai bisa mengeluarkan cahaya, kemudian membangkitkan cahaya kebijaksanaan kita, cahaya kebijaksanaan ditambah dengan cahaya jasmani, akan menjadi cahaya Buddha. Jika tubuh kita kotor, pikiran kita kotor, perilaku kita kotor, jiwa kita kotor, mana mungkin bisa memiliki cahaya Buddha, sedangkan cahaya dari Buddha pun tidak akan bisa menyinari dan masuk ke dalam tubuh kita. Bagaikan sebuah benda yang terbungkus, mana mungkin cahaya matahari bisa masuk menyinarinya? Jika seperti kaca bening, maka cahaya matahari pasti bisa masuk ke dalamnya.

Pemahaman dan tindakan yang sejalan, dengan kata lain setelah memahami suatu kebenaran, kita juga perlu mempraktekkannya, seperti dalam menekuni Ajaran Buddha Dharma, jika kita sudah mengetahui banyak kebenaran, namun tidak mempraktekkannya, tidak melakukan tindakan apapun, itu berarti pemahaman dan tindakan kita tidak selaras. Perilaku dan pengetahuan harus menyatu, dengan kata lain, perilaku yang kalian bina dengan pengetahuan Buddha dan Bodhisattva yang kalian pelajari, keduanya harus sama, yakni mempraktekkan pengetahuan kita melalui perilaku kita untuk melayani orang lain. Dalam pembinaan diri, kita juga perlu mempelajari banyak hal, di mana sambil melakukan kebajikan dan memberikan nasihat atau bimbingan pada orang lain, kita juga akan mempelajari lebih banyak pengetahuan mengenai Dharma. Sembari melakukan perbuatan baik, di saat yang sama kita juga harus menyadari kebenaran Dharma, menambah pengetahuan dalam Buddhisme, meningkatkan ilmu pengetahuan kita. Setiap orang di sini, ketika membimbing orang lain untuk menekuni Ajaran Buddha Dharma, maka pada saat yang sama, kebijaksanaan Buddha dalam dirinya juga akan meningkat, jadi melalui tindakan dan perbuatan, bisa memperkaya pengetahuan kita. Sebaliknya, jika memiliki ilmu yang sangat banyak, namun tidak mempraktekkannya, maka sebanyak apapun pengetahuan Dharma ataupun kebenaran Buddhis yang bisa Anda utarakan, namun Anda sendiri tidak melaksanakannya, tidak mempraktekkannya, maka ini sama saja dengan ketidaktahuan, dianggap sebagai suatu kebodohan. Ingatlah, setelah kalian menekuni Dharma, kalian harus membantu orang lain untuk memiliki kesadaran spiritual.

Sang Buddha bersabda: “Siapapun orang yang melekat pada suatu pandangan tertentu, dan merendahkan pandangan yang lain, dianggap tercela.” Dengan kata lain, melekat pada pandangan atau pendapat diri sendiri, bersikeras membenarkan anggapan diri sendiri atas sesuatu hal, di saat yang sama menyalahkan dan merendahkan pandangan atau pendapat orang lain, ini adalah perbuatan yang tercela. Di dunia ini ada banyak sekali orang yang melekat pada kesimpulannya sendiri, melekat pada pendapatnya sendiri, melekat pada hal-hal yang dipelajarinya, dan oleh karena itu meremehkan hal-hal lainnya, para bijaksanawan menyebut orang seperti ini sebagai “balutan”, orang-orang yang pandai, menyebut mereka yang bersikeras pada pandangannya sendiri dan tidak mau menerima pandangan orang lain sebagai “balutan”, yakni orang yang membebat dirinya sendiri, membalut dan mengikat dirinya sendiri. Ajaran Buddha Dharma bukan murni teori, melainkan harus dipraktekkan dalam kehidupan nyata, jika hanya menekuni Dharma namun tidak mempraktekkanya, maka tidak akan bisa terhubung dengan Buddha dan Bodhisattva.

Ketahuilah bahwa, orang tidak biasa, tidak akan pernah berdiam. Jika orang ini bukan orang yang biasa-biasa saja, maka dia akan selalu sibuk. Orang yang kelihatannya biasa-biasa saja, sesungguhnya bukan orang yang biasa. Dari peribahasa ini, kita bisa menyadari satu hal,  bahwa melakukan segala sesuatunya harus didasari dengan jasa (keadilan) dan kebajikan (sifat dasar) – dengan niat yang tulus dan moralitas baik demi menolong semua makhluk. Apabila kita melakukan segala sesuatunya hanya didasari dengan suatu kebaikan tertentu (melekat pada kebaikan di luarnya saja, dilakukan dengan maksud tertentu), maka tidak ada jasa kebajikannya; namun sebaliknya jika didasari dengan niat tulus dan moralitas yang baik, baru bisa membawa kebaikan bagi jasmani dan rohani kita. Jasa muncul dari dalam lubuk hati kita, perbuatan baik yang luar biasa baru bisa disebut sebagai jasa. Oleh karena itu, lakukan kebajikan dengan menggunakan pikiran dan moralitas Buddha, moralitas adalah budi baik, merupakan akhlak baik yang dimiliki Buddha dan Bodhisattva. Jika ditambah dengan akhlak Buddha pada diri Anda, maka segala hal yang dilakukan bisa disebut sebagai jasa kebajikan.

 Kita seharusnya secara naluriah berlindung pada sifat dasar Triratna, berlindung pada Buddha, Dharma, dan Sangha pada diri kita. Buddha dalam pikiran kita, Dharma dalam perilaku kita, Sangha dalam sila yang kita jalani. Diri Anda sendiri sesungguhnya sudah merupakan Buddha dan Bodhisattva, maka kita perlu berlindung dan meyakini diri kita sendiri. Dalam menekuni Ajaran Buddha Dharma, kita tidak boleh melekat pada yang disukai, kemelekatan pada kesukaan sendiri bisa membuat seseorang melakukan kejahatan apapun. Karena ketamakan kalian, perasaan cinta kalian, bisa membuat Anda melakukan kejahatan apapun. Oleh karena itu, orang-orang suci dan bijaksana, sangat mengutamakan pengendalian pemikiran, orang yang membina dirinya dengan baik disebut sebagai orang suci, orang yang bisa mengendalikan pemikirannya sendiri baru bisa menjadi orang suci, sedangkan manusia biasa akan dibutakan oleh pemikiran liar miliknya sendiri, karena memiliki pemikiran liar yang terlalu banyak, maka mereka disebut sebagai kaum awam. Terakhir, Master ingin mengingatkan murid-murid sekalian, bahwa orang yang bodoh akan mencari-cari kesalahan gurunya, sedangkan orang yang bijaksana akan meneladani kelebihan gurunya. Dalam masyarakat sekarang ini, kita jangan hanya melihat kekurangan orang lain, melainkan harus lebih memperhatikan kelebihan orang lain. Ada pepatah yang berbunyi: “Di antara 3 orang, pasti ada salah satu yang bisa mengajar saya”; “Dalam sepuluh langkah, pasti ada rerumputan.” Karena masalah waktu, bahasan pada hari ini kita akhiri sampai di sini.