34. Hal-hal yang Wajib Diketahui dalam Menekuni Ajaran Buddha Dharma di Dunia 人间学佛须知

34. Hal-hal yang Wajib Diketahui dalam Menekuni Ajaran Buddha Dharma di Dunia

Orang-orang awam berpendapat bahwa lokuttara dhamma – pembinaan diri keluar dari keduniawian adalah sesuatu yang tidak kekal (bisa muncul dan bisa lenyap), dengan kata lain orang-orang pada umumnya memiliki anggapan bahwa proses pembinaan untuk membebaskan diri dari keduniawian akan usai seiring dengan berakhirnya kehidupan seseorang, ini karena mereka tidak memahami makna sebenarnya dari lokuttara dhamma, mereka menganggap bahwa membina diri, jasa kebajikan, perbuatan baik dan lain-lainnya adalah sesuatu yang terlalu abstrak, terlalu jauh untuk dicapai, dan dengan keliru beranggapan bahwa kematian seseorang bagai pelita yang padam, namun sesungguhnya mereka tidak memiliki pemahaman yang jelas antara lokiya dhamma (pembinaan diri di dalam kehidupan duniawi) dengan lokuttara dhamma (pembinaan diri untuk keluar dari keduniawian).

Semua dharma, yakni hal-hal atau fenomena yang ada di dunia ini akan lenyap seiring dengan kematian seseorang, oleh karena itu kenikmatan duniawi yang dikejar, serta segala pertikaian di dunia ini, semuanya akan berakhir dalam kekosongan. Semua ketenaran dan keuntungan di dunia ini hanyalah ilusi, yang akan terus menyertai kita sampai meninggalkan dunia ini hanyalah karma buruk semata. Lokuttara dhamma atau pembinaan untuk keluar dari keduniawian, tidak akan lahir dan lenyap, dia akan senantiasa menyertai dan berpengaruh pada keberadaan jiwa utama atau jiwa awal seseorang. Karena jiwa utama seseorang tidak akan lenyap meskipun raga atau tubuhnya sudah meninggal, dia akan terus berada dalam suatu dimensi atau alam yang berbeda. Jiwa utama hanya akan musnah dalam beberapa kondisi tertentu, “musnah” di sini berarti benar-benar hilang atau lenyap, yang baru merupakan “kematian” yang sesungguhnya, contoh: di Alam Neraka ada hukuman “digoreng dalam minyak panas” atau “dibakar dalam lautan api”, maka bagi manusia, jiwa utama ini semacam perasaan yang mirip dengan air raksa, setelah melewati hukuman minyak panas atau lautan api, akan tercerai-berai menjadi serpihan arwah-arwah kecil, yang kemudian terlahir kembali sebagai makhluk hidup tingkat rendah seperti saṃsvedaja – hewan yang terlahir dalam kelembapan atau aṇḍaja – hewan yang ditetaskan dari telur. Sedangkan jiwanya yang semula sudah tidak ada lagi, inilah yang dikatakan sebagai kebinasaan yang sesungguhnya. Arwah atau roh pada kondisi normal tidak akan lenyap atau musnah.

Mendalami Ajaran Buddha Dharma dengan pengetahuan dan pandangan AKU sendiri, akan membuat seseorang menjauh dari Ajaran Buddha Dharma. Memahami Ajaran Buddha Dharma dari apa yang KUketahui, atau dari apa yang KUlihat, lalu memberikan penilaian terhadap pembinaan diri orang lain, semua ini merupakan “pandangan pribadi” atau pandangan sepihak yang subjektif. Contohnya: ada orang yang beranggapan bahwa dirinya yang paling “benar”, sedangkan aliran lain, agama atau Pintu Dharma lain semuanya tidak benar. Pengalaman dan lingkungan tumbuh berkembangnya masing-masing individu berbeda-beda, terhadap satu permasalahan yang sama, mereka akan memiliki kesimpulan yang berbeda, karena pandangan setiap orang tidak sama.

Apabila kita menelaah Ajaran Buddha Dharma hanya berdasarkan kesimpulan pribadi atau berdasarkan pemikiran pribadi, maka ini akan menjadi pandangan sesat, membentuk “kemelekatan akan AKU” atau “kemelekatan akan orang lain”, dan akan mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap kebenaran yang sesungguhnya. Hanya dengan menghilangkan keAKUan, kita baru bisa menghindari munculnya pandangan yang menyimpang, dan bisa menemukan ajaran yang benar di antara banyak aliran.

Menekuni Ajaran Buddha Dharma adalah membina hati dan pikiran, segalanya terlahir dari pikiran, proses pembinaan hati dan pikiran adalah jalan menekuni Ajaran Buddha Dharma. Pikiran yang bergejolak akan terombang-ambing tidak menentu, pikiran yang tidak tenang akan membuat jiwa seseorang melayang-layang, jika ada banyak pikiran yang mengganggu di dalam hati kita, seperti terlalu banyak kekhawatiran, kerisauan, kegelisahan, maka pikiran kita tidak akan bisa tenang, dan ini membuat jiwa kita juga menjadi tidak tenang. Pikiran yang bersih pasti tenang, hanya dengan memiliki pikiran yang bersih, pikiran kita baru bisa menjadi tenang, jiwa kita baru bisa menjadi tenang. Setelah pikiran tenang, kita baru bisa memahami ajaran yang benar, saat pikiran kita sudah terpusat, kita baru bisa mencapai kesadaran tertentu, kita baru bisa tersadarkan, kita baru bisa menyadari kebenaran yang sesungguhnya, kita baru bisa memahami kebenaran dari Ajaran Buddha Dharma. Untuk memiliki pikiran yang bersih, kita perlu memahami tentang hukum sebab-akibat, mengetahui reinkarnasi (tumimbal-lahir), mengerti tentang jodoh, sehingga tidak serakah dan tidak membenci. Menyesuaikan jodoh bukan memaksakan jodoh, namun terhadap banyak hal dalam kehidupan ini, kita harus memiliki pemahaman yang benar, jangan memaksa, karena segala sesuatu yang diperoleh dengan paksaan, bukanlah milik Anda. Jika jodoh sudah tiba, maka akan muncul suatu pertanda. Kalau jodoh belum tiba pun, juga bisa terlihat tanda-tandanya. Pikiran Buddha sama dengan pikiran semua makhluk, hanya dengan memikirkan semua makhluk, kita baru bisa memiliki sifat kebuddhaan, mampu memahami, mencintai dan melindungi, memaafkan dan lain sebagainya merupakan moralitas yang seharusnya kita miliki. Untuk membuka kesadaran pikiran, harus dimulai dengan menyadarkan diri sendiri, baru menyadarkan orang lain, harus diri kita sendiri terlebih dahulu yang tersadarkan, baru mampu menyadarkan orang lain, apabila diri kita sendiri hanya mengerti separuh-separuh saja, maka kita harus membina diri sendiri terlebih dahulu. Sama saja prinsipnya saat memperkenalkan Ajaran Buddha Dharma kepada orang lain, kita sendiri harus memiliki kekuatan dan pembinaan diri yang baik,  saat “kapal” kita sudah kokoh, kita baru bisa menampung orang lain. Apapun yang kita pikirkan pasti akan terekspresikan keluar, seluruh Pintu Dharma tercipta dari pikiran manusia, pikiran yang benar akan melahirkan Pintu Dharma yang benar, sedangkan pikiran yang sesat akan melahirkan aliran sesat. Menekuni Ajaran Buddha Dharma tidak bisa hanya berdasarkan pandangan sepihak tanpa pemahaman yang menyeluruh, dan beranggapan bahwa “orang lain salah, hanya diri kita sendiri yang paling benar”, pandangan ini pada hakikatnya sudah tidak benar.

Keberlangsungan karma leluhur, yakni apabila nenek moyang pada suatu keluarga pernah melakukan hal-hal yang tidak baik, tidak mengumpulkan pahala dan kebajikan, maka akan berpengaruh secara luas sekali, termasuk pada makam leluhur, fengshui, semuanya dipengaruhi oleh jodoh baik dan buruk kehidupan yang lalu dan lain-lain. Jika karma buruk yang dilakukan leluhur tidak berat, maka biasanya akan habis terbalaskan di generasi kedua. Tetapi apabila memiliki karma membunuh, maka karma ini akan terwarisi sampai generasi ketiga atau keempat, semakin berat karma membunuh yang dilakukan, maka balasan yang akan diterima penerusnya akan menjadi semakin besar. Logikanya sama seperti saat tubuh seseorang terluka, kalau terluka ringan, maka cukup dipulihkan dengan beristirahat sebentar, namun jika terluka parah sampai tidak bisa bangun dari ranjang, maka perlu istirahat jangka panjang. Si generasi penerus ini sendiri memiliki karma buruknya sendiri, dan memang sudah seharusnya menerima balasan seperti ini, sehingga dia bisa terlahir di dalam keluarga ini. Karma buruk atau karma baik dari leluhur, sama seperti lingkungan tempat kita hidup dalam masyarakat ini, ditentukan oleh karma buruk dan karma baik seseorang di kehidupan sebelumnya. Apabila dia memiliki karma baik di kehidupan sebelumnya, maka dia akan terlahir dengan “mengulum kunci emas” (terlahir di keluarga yang kaya raya), menikmati pahala yang diwarisi oleh leluhurnya, namun kalau karma buruknya berat, maka dia akan terlahir dalam kemiskinan. Oleh karena itu, kita harus bertanggung jawab terhadap generasi penerus, dengan rajin melakukan kebajikan dan jangan melakukan karma buruk, terutama karma membunuh.