10. Cara Mencegah Terbentuknya Karma Buruk
Dalam kehidupan ini, setiap pemikiran, setiap perbuatan seseorang mungkin saja bisa membentuk karma buruk. Ketamakan, kebencian, kebodohan, kemelekatan akan aku – wo zhi *我执, kemelekatan orang lain – ta zhi *他执, semuanya adalah sumber terbentuknya karma buruk. Apa yang harus kita lakukan agar tidak menumbuhkan karma buruk?
Pertama, dengan menjalankan sila. Hidup sesuai sila sama dengan berubah: mengubah sifat buruk, mengubah kebiasaan buruk, mengubah temperamen buruk; menghilangkan keserakahan dan kebencian. Setiap orang pasti memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, atau sifat (temperamen) yang tidak sama, “Saya orangnya memang ceplas-ceplos, bicara apa adanya”, memangnya boleh begitu? Jika hanya dengan “berpura-pura mengerti padahal sebenarnya tidak mengerti” saja sudah menanam karma mulut, apalagi bila tidak hormat kepada para Buddha dan Bodhisattva. Jika tetap tidak mau berubah, tidak mau menjalankan sila, tetap minum minuman keras dan menyantap daging, bagaimana bisa menjalankan pembinaan pikiran? Menjalankan sila (jie *戒) adalah dasar utama untuk mencapai ketenangan pikiran (ding *定) dan memperoleh kebijaksanaan (hui *慧) – “jie-ding-hui”, hanya dengan mengubah diri kita sendiri dan berpantang, kita baru bisa mengurangi terbentuknya karma buruk, kita baru bisa menenangkan diri, tidak tergoda lagi, tidak melakukan kebodohan lagi, dan memperoleh kebijaksanaan.
Setelah menghentikan kebiasaan buruk, selanjutnya melangkah naik ke tingkat yang lebih tinggi yaitu “memerangi pemikiran egois yang muncul tiba-tiba – hen dou si xin yi shan nian *狠斗私心一闪念”. Ini sebenarnya adalah sebuah perkataan Buddhis, yang berarti pada saat pikiran buruk atau niat yang tidak baik masih berada di dalam alam bawah sadar, kita harus segera menyadari bahwa ini adalah pemikiran yang tidak benar, lalu segera melenyapkannya sebelum “dia” sempat terbentuk, dengan demikian “dia” tidak akan berubah menjadi karma buruk. Jika terus membiarkan “dia” berkembang, maka pikiran buruk akan terbentuk, dan “dia” berubah menjadi karma buruk.
Tahapan ini jelas lebih sulit dari pada berpantang minum minuman keras dan makan daging.
Lalu tingkatan berikutnya yang lebih tinggi adalah iblis pikiran – xin mo *心魔, iblis dalam pikiran muncul dari karma buruk, dan bisa membuahkan karma buruk yang lebih besar. Hanya orang-orang yang sudah membina diri dan mencapai tingkat kesadaran yang tinggi baru akan mengalaminya, dan hanya dengan menghadapinya, memahaminya, dan menyadarinya, barulah bisa melenyapkan “iblis” di dalam pikirannya itu.
Tentu saja, untuk memahaminya secara menyeluruh tidaklah mudah, di dalamnya terkandung konsep pembinaan diri pada tahap yang sangat tinggi, seperti menghilangkan kemelekatan akan aku (wo zhi *我执) dan kemelekatan orang lain (ta zhi *他执), meninggalkan segala rupa (po chu xiang *破除相), tidak ada lagi kemelekatan akan rupa semua makhluk (wu zhong sheng xiang *无众生相), dan lain sebagainya, namun bila hanya mengetahui teorinya saja, tidak akan menyelesaikan masalah. Contoh sederhana di dalam kehidupan kita: saat melihat seorang wanita cantik, orang awam hanya akan menilai dari penampilan luarnya yang indah, mengagumi kecantikannya; tetapi jika Anda sudah mencapai tingkat pembinaan diri yang setara dengan Master, akan mengatakan: “Ah, satu lagi dewi yang turun ke dunia, pasti karena dia pernah melakukan kesalahan, dia harus membina diri dengan baik, kalau tidak, dia tidak akan bisa kembali lagi ke Langit, sungguh kasihan.” Karena saya (Master) bisa melihat siapa dia di kehidupan sebelumnya, informasi yang (saya) ketahui lebih menyeluruh, Master bisa melihat menembus “kulit luar”, menghapuskan “kemelekatan”, tidak terpaku akan rupa, inilah kebijaksanaan.
Selain itu, terhadap kekayaan dan ketenaran, ada berapa banyak orang yang benar-benar bisa melepaskannya? Master bisa terbebas dari hal-hal ini, karena Master sudah melihat reinkarnasi, bisa melihat orang tua ini akan terlahir sebagai laki-laki, dan di kehidupan selanjutnya dia akan berprofesi di bidang ilmu pengetahuan, bisa melihat bahwa kekayaan yang dimilikinya adalah pahala dari beberapa kehidupan sebelumnya, ketidaklancaran di dalam hidup orang ini disebabkan karena dia sudah terlalu banyak melakukan perbuatan buruk di kehidupan sebelumnya, dan juga bisa melihat bahwa hidup ini hanyalah satu bagian singkat dari orang ini, hanya hasil dari pembinaan diri saja yang benar-benar bisa dibawa pergi pada waktu ajal tiba.
Harta kekayaan sama seperti “kulit luar”, bisa dimiliki dengan suatu alasan, bisa hilang juga pasti ada sebabnya. Ini seperti seorang pendaki gunung profesional yang sedang mendaki puncak gunung salju, dia tahu betapa berharganya stamina fisik, setiap langkahnya harus diambil dengan tepat, tidak boleh disia-siakan, beban yang dibawanya juga harus diperhitungkan secara akurat, tidak boleh terlalu sedikit atau terlalu banyak, pada saat yang sama, bila dia mengetahui bahwa begitu langit gelap akan ada badai salju, maka sebelum badai tiba, dia harus bisa sampai di pos perkemahan berikutnya. Jika pada saat ini, dia melihat orang- orang di sekitarnya: ada yang berjalan ke rute yang salah, ada yang malah menikmati pemandangan, ada juga yang berkejar-kejaran dengan antelop (Antelop adalah mamalia yang bentuknya menyerupai kambing dengan tanduk tegak lurus ke atas. Binatang ini mirip kijang tetapi bukan kijang. Ia termasuk jenis sapi), maka dia akan memberitahu mereka: “Ini rute yang benar, jangan menyia-nyiakan tenaga kalian, dan bergegaslah jalan, saat badai salju tiba, antelop-antelop itu tidak akan bisa menolong kamu.” Inilah perbedaan antara orang yang sudah memahami dengan benar dan yang tidak. Oleh karena itu, untuk “memahami dengan benar” memerlukan kebijaksanaan, dan kebijaksanaan ini didapatkan dari menjalankan sila dan ketenangan pikiran seseorang.
Cara kedua untuk mencegah terbentuknya karma buruk adalah “perasaan bersyukur”, yang dimaksud “bersyukur” di sini, tidak hanya merujuk pada cara berpikir, dia adalah sebuah “alat”, sebuah cara untuk membina diri. Di antara tujuh perasaan dan enam nafsu manusia – qi qing liu yu *七情六欲, setiap perasaan dan nafsu, semuanya akan membentuk karma buruk, dan hanya dengan merasa bersyukur atau berterima kasih, yang bisa memutuskan segala karma buruk, dan ini adalah satu-satunya perasaan yang tidak membuahkan karma buruk, juga senjata terbaik untuk memerangi keserakahan–kemarahan–kebodohan (tan-chen-chi *贪嗔痴). Oleh karena itu, pada waktu Anda perlahan-lahan mulai terbiasa untuk merasa bersyukur dalam menghadapi orang-orang dan hal-hal yang terjadi di sekitar Anda, maka karma buruk Anda juga akan semakin berkurang.