29. Ada Nidana, Baru Bisa Ada Balasan Karma
Apa yang dimaksud dengan “tidak menyelamatkan makhluk-makhluk berdasarkan jodoh”? Karena kamu berjodoh dengan anak perempuan ini di kehidupan sebelumnya, maka kamu berusaha keras meyakinkannya untuk belajar Dharma, ini yang disebut dengan “menyelamatkan makhluk hidup berdasarkan jodoh”. Karena saya sangat menyukai nenek ini, maka saya berusaha keras membimbingnya menekuni Dharma, ini juga berarti menyelamatkan orang-orang berdasarkan jodoh. Menyelamatkan kesadaran spiritual semua makhluk yang sesungguhnya harus dengan kesetaraan pikiran. Apakah jodoh – nidana itu? Banyak orang yang tidak mengetahui apa yang disebut dengan jodoh, yakni seperti kamu merasa sangat cocok dengan dia. Oleh karena itu Master beritahu kalian, seorang praktisi Buddhis sejati saat pergi ke Guan Yin Tang tidak akan bersikap sangat baik terhadap satu orang tertentu. Orang yang bersikap baik terhadap semua orang, ia baru bisa disayangi oleh semua orang. Orang-orang yang saat pergi ke suatu tempat lalu membentuk kelompoknya sendiri, jadi saya sangat baik padamu, lalu kamu juga sangat baik pada saya, itu bukanlah seorang praktisi Buddhis. Seorang praktisi Buddhis sejati, terhadap siapapun harus memperlakukannya seperti tetua keluarga sendiri: terhadap yang pria, memperlakukannya seperti ayah sendiri; terhadap yang wanita, memperlakukannya seperti ibu sendiri; terhadap yang lebih muda, memperlakukannya seperti anak sendiri. Ini baru namanya Bodhisattva. Kalau berhubungan akrab dengan seseorang, hari ini sangat baik terhadapnya, saat datang sepertinya ada seorang yang terus menemaninya, ini sama dengan menyia-nyiakan makna belajar Dharma. Jika orang yang menekuni Dharma bersikap baik terhadap siapapun, maka ia disebut Bodhisattva. Membentuk kelompok kecil, ketika datang dan membuat 5-6 orang berkumpul bersama, apakah bisa menekuni Dharma dengan baik? Harus belajar baik-baik, jangan pernah membentuk grup-grup sendiri. Dulu di antara kalian juga ada orang yang pernah melakukannya, nantinya jangan lagi, kalau sudah berubah, maka sudah cukup, semuanya adalah Bodhisattva. Lalu bagaimana dengan yang dulu, berarti tidak baik, itu adalah makhluk biasa, hari ini adalah Bodhisattva. Kalau selanjutnya kembali membentuk grup-grup sendiri, maka kembali menjadi makhluk biasa, kalau semakin kentara, berarti sudah menjadi iblis.
Membentuk kelompok apa? Saya peringatkan kalian semua murid-murid: pada biasanya jangan bertelepon mengenai masalah pribadi, cukup hanya membicarakan pekerjaan, jangan membicarakan yang lain. Apa ini namanya? Tidak akan ternodai. Jangan menyelamatkan semua makhluk berdasarkan jodoh sendiri. Karena saya berjodoh dengannya, maka saya membabarkan Dharma kepadanya, kalau begitu kamu sudah ternodai, kamu tidak bisa menjadi Bodhisattva, tingkat kesadaran spiritual kamu kembali turun. Oleh karena itu, manusia semuanya melekat pada rupa. Tahukah kalian, mengapa Buddha Amitabha saat memberikan wejangan di Alam Sukhavati, Beliau mengubah wajah semua orang menjadi wajah Buddha Amitabha? Supaya orang-orang tidak melekat pada rupa. Manusia bisa melekat pada rupa. Dengan kata lain, manusia bisa berdasarkan perasaannya sendiri, sifatnya sendiri, dan rupa wajahnya sendiri, dia bisa melekat di dalamnya. Contoh sederhana: saat melihat seseorang tersenyum-senyum senang, kamu juga akan merasa senang; saat melihat orang lain tidak senang, wajahmu juga akan turut tidak senang; saat melihat orang lain bersikap bodoh, kamu menertawainya; saat melihat orang ini punya uang, kamu membual memujinya. Semuanya ini disebut sebagai kemelekatan rupa. Melihat orang yang miskin sekali, “Aduh, dia melakukan pekerjaan ini”, lalu meremehkan orang lain. Apakah Bodhisattva bisa begitu? Pada dasarnya terlahir dari akar yang sama, lalu mengapa saling menyakiti? Semuanya itu setara. Maka mereka dulu mengatakan kalau murid pengikut Master adalah orang-orang tua, lemah, penyakitan, dan cacat, ini yang benar, karena orang seperti apapun harus diselamatkan.
Karena manusia melekat pada rupa, memiliki perasaan, maka harus menghilangkan kemelekatan akan rupa ini, kalau tidak, kita akan sangat sulit mencapai empat kekosongan rupa. Empat kekosongan rupa ini seperti yang tertulis dalam {Sutra Vajra}, tiada keakuan, tidak melekat pada rupa manusia, tidak melekat pada rupa semua makhluk, dan tidak melekat pada umur yang panjang. Singkatnya, sudah tidak ada lagi diri sendiri, sudah bebas dari kemelekatan rupa sendiri, tidak ada lagi kemelekatan pada rupa semua orang, tidak terlihat lagi, tidak ada lagi kemelekatan rupa pada semua makhluk, semuanya sama rata. Semua ini sesungguhnya dinamakan “menyadari sifat kekosongan”. Dengan kata lain, kamu bisa membuktikan dan menyadari bahwa semua ini merupakan sifat dasar yang kosong. Oleh karena itu, semua yang kita miliki di dunia ini adalah kosong, hanya dipergunakan oleh dirimu untuk sementara waktu, lama-kelamaan akan hilang. Kalian sebagai murid, harus pergi membabarkan Dharma kepada orang lain (membuka kesadaran spiritual orang lain), maka kalian harus mempelajari dan menghafal teori seperti ini dengan baik, supaya nantinya ketika kalian mengatakannya pada orang lain, bisa membabarkan kebenarannya dengan baik dan benar. Jika tidak, kalau kalian pergi ke Hong Kong dan orang lain mengatakan, “Wah, kalian murid Master Lu ya? Mari, coba beri kami sedikit wejangan Dharma.” Kalian harus bisa membabarkannya. Biasanya ketika kalian sedang menerima telepon, itu adalah suatu bentuk latihan untuk kalian, yang kalian bicarakan kepada orang lain adalah Ajaran Buddha Dharma, kalian harus bisa mengungkapkan kebenaran yang sangat mendalam dengan menggunakan teori yang sederhana, supaya merata bagi semua makhluk.
Jika tidak bisa mengendalikan diri sendiri, maka pikiranmu akan sulit untuk mencapai kesempurnaan, karena pikiranmu akan muncul dan lenyap mengikuti sebab dan musabab ini. Apa maksudnya? Karena jika kamu tidak bisa mengubah diri sendiri, kamu tidak akan memiliki kesetaraan pikiran, ketika kamu membabarkan Dharma kepada orang lain, maka pikiran atau hatimu pasti akan muncul dan lenyap mengikuti jodoh nidana ini (sebab-musabab). Contoh sederhana: kamu adalah seorang paman tua yang sangat menyukai seorang gadis kecil, sesungguhnya kamu tidak memiliki pemikiran buruk lainnya, hanya saja suka membabarkan Dharma kepadanya dan belajar Buddha Dharma bersama dengannya. Sampai pada akhirnya, kamu akan terus mengikuti jodoh yang bergulir ini sampai jodoh di antara kalian habis, pada saat itu sudah terlahir suatu perasaan, namun pada akhirnya semua akan hilang. Kalau begitu, maaf saja, kamu akan sangat menderita sekali. Mengapa? Karena dia (gadis kecil ini) meninggalkanmu, lalu kamu menderita. Gadis kecil ini sampai tiba saatnya, dia akan menikah, dia akan pergi, sedangkan kamu akan kehilangan satu teman se-Dharma. Karena pada saat kamu membabarkan Dharma kepadanya, kamu mengikuti jodoh ini, maka begitu dia meninggalkanmu, maka dirimu akan muncul dan lenyap mengikuti jodoh ini. Apabila saat itu ketika kamu membabarkan Dharma kepadanya, kamu hanya menganggapnya sebagai seorang teman kecil, tidak ada apa-apa, setelah selesai berbicara, asalkan dia senang ya sudah, maka saat dia mau pergi atau melakukan hal lainnya, kamu sendiri tidak akan terluka. Lain halnya jika kamu mengikuti nidana ini, maka pada akhirnya yang akan terluka adalah dirimu sendiri. Di dalam hubungan antara orang yang satu dengan yang lain pasti ada perasaan, inilah mengapa Master meminta kalian jangan suka menelepon secara pribadi, cukup berbicara tentang pekerjaan saja, atau biasanya kalian hanya bertegur sapa “Halo, halo” seperti biasa, itu baru namanya Bodhisattva. Bodhisattva tidak memiliki pikiran diskriminasi. Dia tidak akan bersikap baik padamu hari ini, lalu bersikap buruk terhadapnya di hari esok. Mengapa terkadang dalam grup pembinaan diri bisa muncul masalah? Atau tidak bisa membina diri dengan baik? Masalahnya karena adanya pikiran diskriminasi.
Yang menyelamatkan semua makhluk, pikirannya jangan tergerak. Hari ini saya mau menyelamatkannya, maka pikiran saya sama sekali tidak boleh tergerak. Kita harus bisa mengendalikan pikiran, maka kamu akan bisa mengendalikan perasaanmu; kalau bisa mengendalikan perasaanmu, maka kamu pasti bisa mengendalikan jodohmu. Di mana kalian bisa mendengar ajaran Buddha Dharma seperti ini? Ini adalah ajaran Buddha Dharma dunia, ini adalah petunjuk langsung dari Bodhisattva untuk kalian! Supaya kalian di dunia ini bisa membebaskan diri dari jodoh asmara, itu sama dengan membebaskan diri kalian dari kerisauan sendiri. Menyelamatkan kesadaran spiritual orang lain, jika pikiran tidak tergerakkan, berarti kamu mampu mengendalikan pikiranmu, mampu mengendalikan perasaanmu, mampu mengendalikan jodohmu. Perasaan kamu jangan tergoyahkan, maka jodohmu ini tidak akan terus berlanjut; begitu perasaanmu tergerak, maka selanjutnya jodoh ini akan berlanjut terus.
Semua makhluk sangat luar biasa. Asalkan kamu melebur di dalam semua makhluk, maka kamu akan mendapatkan kekuatan yang luar biasa. Benar tidak? Ada sebagian orang yang dulunya tidak membina diri dengan baik, melakukan bisnis kecil, rasanya lelah sekali, namun begitu ia melebur ke tengah semua makhluk, wah, begitu banyak orang yang membantu saya. Karena kamu sudah menekuni Dharma, semuanya puluhan ribu orang, seluruhnya adalah makhluk hidup bagimu. Karena mereka memiliki sifat Kebuddhaan, ketika kamu menderita seorang diri, semua orang datang membantumu, ini adalah kekuatan semua makhluk, itu luar biasa besarnya tiada habisnya. Kalau kamu sendirian di rumah, apa yang bisa kamu dapatkan? Jika kamu tidak memahami semua makhluk, berarti kamu tidak memahami sifat Kebuddhaan. Harus bisa memahami semua makhluk. Jika kamu tidak memahami semua makhluk, dengan kata lain, sifat Kebuddhaan kamu sudah tersesat dan hilang; kalau kamu meninggalkan semua makhluk, sama dengan meninggalkan sifat Kebuddhaan. Jika kamu benar-benar memahami semua makhluk, berarti kamu benar-benar mengenal sifat Kebuddhaan. Kita harus mengenali semua makhluk di dalam hati, maka kamu akan bisa melihat sifat Kebuddhaan di dalam hati – jika di dalam hatimu terlihat semua makhluk, maka di dalam hatimu bisa melihat sifat Kebuddhaan. Karena Buddha dan Bodhisattva adalah semua makhluk. Oleh karena itu, Buddha dan Bodhisattva tidak boleh tersesat. Begitu Buddha dan Bodhisattva tersesat, maka ia akan menjadi makhluk biasa; begitu semua makhluk tersadarkan, maka ia akan menjadi Buddha dan Bodhisattva. Kalian sekarang duduk di sini, semuanya sudah tersadarkan, itu berarti kalian sudah menjadi Bodhisattva. Lalu sebentar lagi begitu kelas selesai, lalu kalian pergi ke dapur memasak, atau memikirkan hal lain, maka kalian kembali menjadi makhluk biasa.
Terakhir, saya akan membahas apa yang disebut sebagai kekuatan supernatural. Bukankah banyak orang di antara kalian ingin mengetahui tentang kekuatan supernatural? Kekuatan supernatural, sesungguhnya adalah ketika otak, gelombang otak, dan gelombang otak dari Surga terhubung, melebur menjadi satu dengan alam semesta, maka kamu akan mengetahui banyak keberadaan benda-benda yang tidak terlihat, ini sesungguhnya berarti sudah memiliki kekuatan supernatural. Saat kamu memohon kepada Bodhisattva, maka sesungguhnya kamu sudah memiliki kekuatan supernatural. Karena kamu mengetahui keberadaan Bodhisattva, maka kamu memohon kepada Beliau, bukankah kamu memiliki kekuatan supernatural? Orang lain tidak bisa melihat Bodhisattva, namun kamu percaya atas keberadaan Bodhisattva, bukankah berarti kamu memiliki kekuatan supernatural? Sesederhana itu saja. Kita harus bisa menyatukan medan aura langit, bumi, dan manusia, kekuatan supernatural sesungguhnya adalah pembauran jiwa kita dengan jiwa Buddha. Karena semua Bodhisattva memiliki kekuatan supernatural, Buddha juga memiliki kekuatan supernatural, begitu kamu berbaur dengan jiwa Buddha dan Bodhisattva, bukankah berarti kamu memiliki kekuatan supernatural? Oleh karena itu, kita perlu berkomunikasi dengan Dewa, yakni suatu komunikasi dengan Bodhisattva, dengan alam roh, sesungguhnya ini dinamakan kekuatan supernatural.
Orang-orang sering berkata, dulu pergi meramal nasib, bukannya bertanya kepada manusia biasa, malah bertanya kepada setan dan dewa. Apa maksudnya? Kita semua orang yang hidup di dunia ini, disebut sebagai “cang sheng – manusia biasa”. Peramal nasib berkata: kamu jangan bertanya tentang hal-hal duniawi, coba kamu tanya saja kepada setan dan Dewa, pasti tahu. Mengapa? Karena dia sudah menghitungnya untuk kamu dengan jelas, maka kamu tidak perlu mencari saya untuk meramal nasib, keseluruhan dirimu semuanya kamu sendiri yang memutuskan. Artinya di sini adalah, karena banyak sekali orang yang sangat ingin mengetahui nasib dan peruntungannya sendiri, seumur hidup saya, keadaan saya, sesungguhnya seumur hidupmu dan keadaan kamu, saya beritahu kamu, setan dan dewa tahu semuanya. Bagaimana mereka bisa tahu? Karena dirimu sendiri yang melakukannya. Lalu nasib apalagi yang perlu kamu ramal? Jika hari ini kamu ingin tahu nantinya hidupmu bagus atau tidak, coba lihat saja yang hari ini kamu lakukan adalah perbuatan baik atau perbuatan jahat. Hari ini jika bertanya apakah tubuh saya sehat atau tidak, coba pikirkan saja, apakah kamu makan sembarangan? Biasanya kamu menyayangi tubuhmu sendiri atau tidak? Kamu masih perlu tanya Master? Kamu sendiri tahu kalau nantinya tubuhmu sehat atau tidak. Pinggangmu tidak bagus, namun kamu masih terus-menerus memindahkan barang-barang yang berat, bagaimana mungkin pinggangmu bisa baik? Oleh karena itu, pahamilah, umurmu panjang atau tidak, lihat saja apakah kamu sendiri melepaskan makhluk hidup atau tidak? Lihat saja, apakah yang kamu makan bergizi dan sehat? Lihat saja apakah biasanya kamu bisa mengatur suasana hatimu dengan baik? Jika orang ini setiap hari jalan kaki dan lari, apakah orang ini akan tidak sehat? Masih ada orang yang bertanya kepada saya: “Master Lu, saya sudah sangat berumur, apakah saya bisa kurus?” Coba lihat saja, apakah sekarang kamu masih suka makan sebanyak-banyaknya? Coba lihat, apakah sekarang kamu suka jalan kaki? Coba lihat saja betapa malasnya kamu sekarang, bagaimana mungkin tidak gemuk? Semakin berumur, semakin gemuk. Kalian tinggal di Australia bertahun-tahun lamanya, memangnya tidak melihat bagaimana gemuknya orang-orang itu? Tidak perlu bertanya, tidak perlu meramal nasib, cukup tanyakan diri sendiri, kamu akan mengerti. Lalu “Dewa” di sini merujuk pada siapa? Itu adalah diri kalian sendiri.
Kekurangan manusia adalah saat dirinya tidak memiliki sandaran jiwa, lalu ingin meminjam kekuatan setan dan Dewa untuk menyesatkan semua makhluk. Ini ada karmanya, karena kamu tidak paham. Sebagai praktisi Buddhis, kita tidak mengandalkan ramalan nasib untuk mengubah nasib, sebagai praktisi Buddhis kita harus berdasarkan diri sendiri dengan meminjam kekuatan Buddha dan Bodhisattva untuk mengubah nasib diri sendiri. Jika kamu menggunakan seluruh dharma keduniawian, maka sesungguhnya itu tidak akan bisa mengubah nasibmu sekarang; hanya dengan menggunakan Dharma yang membebaskan diri dari keduniawian, kamu baru bisa berubah. “Dharma yang keluar dari keduniawian”, dengan kata lain, di dunia ini jika kamu ingin mencari sebuah dharma untuk menyelesaikan permasalahan kamu sekarang di dunia ini, itu tidak akan bisa berhasil. Hanya dengan mempelajari Dharma yang keluar dari keduniawian, yakni hanya dengan meninggalkan pemikiran duniawi, kamu baru bisa menyelesaikan dharma di dunia ini. Seperti jika kamu adalah murid SD, maka selamanya kamu tidak akan terpikirkan satu cara untuk menyelesaikan seluruh kesulitan yang kamu temui di saat kecil, kamu hanya dengan melompat keluar dari lingkup SD, sekarang kamu sudah belajar cara berpikir murid sekolah menengah, kamu baru bisa menyelesaikan pemikiran murid SD. Ketika kamu sudah memiliki kebijaksanaan murid sekolah menengah, kamu baru bisa mengatasi masalah-masalah yang membuatmu berpikiran buntu dan kesulitan-kesulitan konyol yang kamu alami sewaktu SD. Inilah logikanya. Kalian hanya dengan keluar dari Alam Manusia ini, lalu baru membayangkan permasalahan duniawi, kamu baru bisa menguraikannya, baru bisa membebaskan diri darinya. Jika sekarang kamu berada di dunia ini, kamu ingin mencari satu cara untuk menghilangkan kerisauan, itu tidaklah mungkin. Dari dulu sampai sekarang, ada berapa banyak kerisauan? Siapa yang bisa bebas dari penderitaan duniawi? Siapa yang mengendalikan pasang surut? Siapa yang bisa meninggalkannya?
Belajar sampai sekarang masih begini, terkadang kalau dilihat-lihat benar-benar sangat disayangkan. Hari ini ada seorang teman se-Dharma yang berkata begini kepada Master: “Master, ada satu perkataan kamu, yang membuat saya sangat terharu – ‘Hidup di dunia ini jika tidak membina diri baik-baik, maka sia-sia pembinaannya.’” Apakah kalian mengerti apa yang dimaksud dengan pembinaan yang sia-sia? Daripada pembinaan yang sia-sia lebih baik tidak membina diri. Jika tidak membina diri, mungkin saja kalau tidak melakukan kejahatan masih bisa terlahir sebagai manusia. Apa yang disebut dengan pembinaan yang sia-sia? Pembinaan yang sia-sia adalah perilaku sia-sia yang membuang-buang seluruh pembinaanmu, sedangkan perilaku ini semuanya tidak sesuai dengan Dharma, memiliki kebocoran. Tahukah kalian, dia antara kalian ada banyak orang yang di kehidupan sebelumnya pernah membina diri, akan tetapi terputus di tengah jalan. Tahukah kalian? Kita datang ke dunia ini tetap untuk menderita. Memiliki berkah pahala tertentu, itulah mengapa banyak orang yang di kehidupan ini sebentar kaya raya, sebentar lagi tidak punya uang, setelah punya uang lalu menjadi tidak punya uang, betapa menderitanya dia. Mengapa bisa tidak punya uang? Karena di kehidupan sebelumnya, dia tidak membina diri baik-baik. Sebentar dia melakukan kebajikan, lalu sebentar melakukan kejahatan. Menurut kamu, di kehidupan ini dia sebentar punya uang sebentar tidak, maka tunggu saat setelah dia punya uang lalu menjadi tidak punya uang, dia merasa sedih bukan? Di kehidupan sebelumnya saat membina diri, saat keadaan baik, hubungan asmaranya baik, saat hubungan asmaranya baik lalu dia membina dirinya dengan baik; akan tetapi di kehidupan sebelumnya setelah beberapa waktu tertentu, dia kembali tidak membina diri baik-baik, hubungan asmaranya kembali memburuk, maka di kehidupan ini dia menikah dan bercerai. Menurut kamu, perpisahan sampai terakhir menderita atau tidak? Inilah logikanya.
Nasib berada di genggaman tangan kita, berada di tangan kalian, jadi jangan mencari orang lain untuk meramal nasib, untuk meramal peruntungan. Jika ingin mengubah nasib sendiri, harus menggali sifat dasar diri sendiri, baru bisa mengubah diri sendiri secara total. Mengapa? Kalian sendiri bisa mengetahuinya. “Nantinya rambut saya akan rontok atau tidak?” Pikirkan saja baik-baik: pertama, apakah ayah atau ibumu mengalami kerontokan rambut; yang kedua, apakah kamu merawat rambutmu dengan baik; yang ketiga, apakah makanan yang kamu makan baik bagi rambut; yang keempat, coba lihat saja, berapa umurmu sekarang, tingkat kerontokan kamu sudah sampai segitu. Untuk apa meramal nasib? “Masa depan saya nanti, masa depan putra saya nanti apakah akan baik?” Kamu sekarang sudah tahu kalau putramu tidak baik, bagaimana mungkin bisa memiliki masa depan yang baik? Dilihat dari kecil, sampai sudah separuh baya. “Master, saya ini apakah akan panjang umur?” Coba kamu lihat saja hal-hal yang kamu lakukan sekarang, apakah kamu bisa panjang umur? Setiap hari makan seafood segar, memangnya bisa panjang umur? Tidak pernah melepaskan makhluk hidup, tidak pernah melafalkan paritta, bisa hidup berapa tahun? Nasib diri kalian berada di tangan kalian sendiri. Sama seperti menekuni Dharma, baik buruknya kalian belajar Dharma tergantung dari diri kalian sendiri, bukan Master. Master menuntun kalian memasuki Pintu Dharma, namun pembinaan mengandalkan diri sendiri. Kalau kamu tidak membina diri, coba saja kamu tidak datang ke Guan Yin Tang, maka kamu akan menghadapi banyak masalah, banyak kesulitan. Maka kalian harus benar-benar membina diri, sama sekali tidak boleh memiliki keegoisan.
Hari ini Master membahas satu prinsip Buddhis yang sangat penting: Jangan membabarkan Dharma kepada orang lain mengikuti jodoh nidana (sebab-musabab), juga jangan melakukan segala hal mengikuti sebab dan musabab ini. Karena sebab-musabab sudah memiliki balasan karma – karena adanya sebab-musabab, baru bisa muncul balasan karma. Nidana atau sebab-musabab adalah sesuatu yang belum terselesaikan di kehidupan sebelumnya, lalu dilanjutkan kembali di kehidupan ini, itu yang dinamakan sebab-musabab. Nidana sudah membentuk balasan karmamu, jika dalam kehidupan ini kamu masih melakukan segala hal mengikuti nidana tersebut, bukankah berarti di kehidupan selanjutnya kamu akan memiliki balasan karma lagi? Masih tidak mengerti? Makanya kalian harus memahami logikanya.