Menggunakan Pikiran Untuk Meremajakan Diri
Hari ini Master ingin membahas sesuatu yang sangat menarik dengan kalian, hari ini saya merasa sangat senang, mengapa? Karena ada sebagian saudara se-Dharma yang mampu memahami dengan mendalam materi yang Master jabarkan, sama seperti seorang profesor, saat murid-muridnya bisa belajar dengan semakin baik, maka mereka akan semakin mampu memahami materi yang diajarkan gurunya, dan sang guru pun akan mengajar dengan semakin senang. Oleh karena itu, saya tahu dia hari ini datang, maka saya akan membahas materi-materi yang lebih mendalam dan menarik, sesungguhnya ini pun merupakan suatu bentuk dukungan bagi kalian, kalian harus lebih tekun belajar, kalau tidak maju pasti mundur, mengerti? Kalian duduk di sini bukan hanya setiap hari Rabu datang “untuk mandi” – menghilangkan sedikit kotoran batin pada diri kalian, namun kalian harus bisa tersadarkan secara total. Mengerti?
Bagaimana seorang praktisi Buddhis agar bisa “meremajakan” dirinya sendiri? Hari ini saya akan membahas tentang “peremajaan”. Diawali dari masa anak-anak sampai masa tua, saat kita masih kecil, kita merasa sangat senang, benar tidak? Kemudian sampai di usia paruh baya juga masih merasa cukup senang, akan tetapi setelah lanjut usia, kita semakin lama semakin merasa tidak senang, menanggung tekanan yang sangat besar, sampai di masa tua nanti, kita merasa sangat menderita. Kalau begitu, apakah seorang praktisi Buddhis bisa mengubah konsep pemikirannya? Jika kita mengawalinya dari masa tua sampai ke masa kecil, sesungguhnya yang diubah bukanlah tubuh kita. Mengerti? Karena ini adalah hukum alam yang sudah menentukan proses dari muda sampai tua, jika kita sekarang seumpama membalikkan prosesnya supaya kalian bisa merasakannya, bila seseorang dari lahir sangat tua, kemudian semakin lama semakin muda, lalu bagaimana seharusnya kalian menjalani hidup? Begitu dilahirkan sudah sangat menderita, gigi rusak, kaki tidak bisa berjalan, maka pada saat ini harus benar-benar hati-hati. Apabila seseorang semenjak kecil sudah mengalami begitu banyak penderitaan, maka dia pasti akan melindungi dirinya dengan baik dan hati-hati, dia akan terus merawat giginya dengan baik, terus menjaga lututnya, jadi giginya semakin lama akan semakin bagus, dan lututnya akan semakin lama semakin baik, dia berjalan menuju kemudaan. Benar tidak?
Kalau begitu selanjutnya Master akan membahas, sama halnya dengan memutarbalik proses ini, kita membahas tentang mentalitas. Mentalitas manusia, dari sejak kecil dilahirkan sudah memiliki mentalitas yang indah dan baik hati, namun seiring dengan pertambahan umur, tempaan hidup yang dialami, membuatnya menjadi bisa cemburu pada orang lain, membenci orang lain, menginginkan milik orang lain, semua kebiasaan-kebiasaan buruk ini bermunculan pada dirinya, akan tetapi melalui pembinaan pikiran, maka seiring dengan pertambahan umur dan berjalannya waktu, mentalitasnya pun menjadi semakin baik. Dia sudah memahami bahwa, saya tidak boleh iri hati pada orang lain, karena kalau saya iri pada orang lain, maka orang lain juga bisa iri pada saya; karena jika saya membenci orang lain, maka orang lain pun bisa benci pada saya; karena saya telah melakukan banyak hal-hal yang tidak baik, maka saya pun menerima balasan karmanya, kemudian mentalitasnya menjadi semakin damai, dengan demikian maka sesungguhnya dia kembali berjalan menuju ke masa kecilnya, yang tidak memiliki kerisauan apapun. Dia tidak membuat orang lain merasa tidak senang, dia tidak iri hati pada orang lain, dia tidak tamak, bukankah berarti mentalitasnya sudah berubah? Benar tidak?
Maka, Master beritahu kalian, kita terlebih dahulu akan merasakan derita dari penuaan, sakit dan kematian, fase “lahir, menua, sakit, dan mati”, di luar dari fase “lahir”, karena fase kelahiran pada dasarnya semuanya sama; “menua, sakit, dan mati” semuanya merupakan penderitaan orang-orang yang sudah lanjut usia, benar tidak? Kemudian kita kembali melangkah menuju masa muda, apakah bisa membuat kita lebih menghargai hidup? Dulu di antara kita ada banyak orang yang tidak memahami ajaran Buddha Dharma, dan sekarang setelah kalian mengikuti Master belajar Dharma, bukankah berarti kalian telah mengubah hidup kalian? Bukankah berarti kalian berjalan menuju keremajaan? Setelah menjadi “muda”, merasa senang, bukankah mentalitas akan menjadi baik? Bukankah kita akan menjadi lebih bisa menghargai tubuh dan pikiran, serta perasaan terhadap hal-hal di sekitar kita? Oleh karena itu, kita harus belajar untuk merefleksikan diri, harus belajar untuk introspeksi diri, harus menggunakan pemikiran dari sudut pandang lain dalam memikirkan suatu masalah, dengan kata lain, harus bisa memikirkan masalah dari sudut pandang yang berbeda. Jika sekarang, masih merasa diri sendiri sangat menderita, coba pikirkan, dulu diri kita sudah menderita, sekarang hidup saya sudah termasuk menyenangkan, benar tidak? Jika sekarang masih memiliki kerisauan, coba pikirkan, kerisauan diri sendiri di masa lalu tidak tahu lebih besar berapa kali lipat dibandingkan kerisauan sekarang, ini disebut dengan metode refleksi alternatif. Jika bisa berpikir demikian, bukankah kamu akan menjadi berpikiran terbuka? Oleh karena itu, hanya dengan sering melakukan refleksi diri sendiri, baru bisa membuat kesadaran spiritual senantiasa menyertai kehidupanmu. Karena manusia hidup di dunia ini mengandalkan potensi kesadarannya, dia bisa tersadarkan, dia bisa memahami dengan baik, semenjak tua dan rapuh baru memulai kehidupannya sendiri. Saya sekarang masih mengatakan proses yang terbalik, manusia begitu dilahirkan tua dan rapuh, tahukah kalian, ada tidak seperti ini? Benar-benar ada. Bukankah ada seorang ilmuwan yang berkata bahwa ada seorang anak kecil yang dilahirkan seperti orang tua, jantung, paru-paru dan organ lainnya bagaikan milik orang dewasa, begitu dilahirkan, dia seperti orang yang sudah berusia sangat lanjut, sesungguhnya pengalaman hidup kita pun demikian. Lebih baik kita lebih dini menghadapi kesulitan, lebih baik kita lebih awal diterpa cobaan, kita terlahir di dunia ini harus mengetahui sesungguhnya ke mana kita akan pergi? Penderitaan yang kita alami ini membuat kita mengetahui apa yang sesungguhnya kita kejar. Jika kamu tidak memahami apapun, berarti kamu masih belum tersadarkan, maka kamu pun tidak bisa menyadari kesadaran-kesadaran spiritual dalam ajaran Dharma ini.
Dalam kehidupan seseorang, perkembangan daya pikir adalah yang terpenting, karena daya pikir seseorang setelah terhubung dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya baru bisa mengalami perkembangan. Dengan kata lain, perkembangan daya pikir seseorang setelah terhubung dengan tubuh dan lingkungannya baru bisa mengalami perkembangan. Misalnya, orang ini pintar atau tidak, jika dia tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain, bagaimana kamu bisa tahu kalau dia pintar atau tidak? Saya belum pernah datang ke tempat ini, bagaimana saya bisa mengetahui tempat ini? Misalnya, hari ini saya bisa menyelesaikan banyak hal, bukankah karena saya dulu pernah mengerjakan hal-hal ini? Semuanya karena kamu pernah mengalaminya. Hari ini saya meminta kamu atau seseorang untuk menyelesaikan sedikit masalah, dan kamu bisa mengatasinya dengan baik, bukankah karena kamu dulu pernah mengatasinya? Jika kamu tidak berhubungan dengan orang lain dan hal-hal ini, bagaimana mungkin kamu bisa mengatasinya? Oleh karena itu, harus diingat, jangan mengira umur kita dan penampilan luar kita berusia 80 tahun, maka daya pikir kita juga terlihat 80 tahun. Banyak mertua yang tidak tahu apa yang seharusnya dilakukannya sendiri, malah mempersulit menantunya sendiri, kemudian melakukan hal-hal yang sangat buruk, memangnya dikarenakan dia sudah berusia 70 tahun? Mungkin saja daya pikirnya hanya 40 tahun. Mengerti? Karena kematangan tubuh seseorang tidak akan mempengaruhi perkembangan jiwa kebijaksanaan – mentalitas spiritual kamu. Misalnya seseorang dengan gangguan kejiwaan, yang sejak kecil sudah tampak dewasa hingga lanjut usia, menurutmu, apakah dia memiliki kebijaksanaan? Walaupun sudah berusia lanjut, akan tetapi dia hanya memiliki kecerdasan intelektual anak kecil usia beberapa tahun saja.
Oleh karena itu, tubuh kita hanyalah raga daging yang kotor. Mengerti? Tidak terlalu berguna, hanya kerangka sementara. Tubuh yang kita miliki hanyalah sebuah kerangka daging untuk sementara, tidak bisa bertahan lama. Baik dimulai dari penampilan luar yang semakin menua, atau dimulai dari bayi yang lucu, sesungguhnya panjang pendeknya waktu hidup seseorang pada dasarnya adalah sama. Panjang pendeknya hidup seseorang adalah sama, tidak peduli dari mana kamu memulainya, atau dari kapan kecerdasan intelektual kamu mulai timbul, kehidupan yang nyata barulah hidupmu yang sesungguhnya, bukanlah kehidupan ragamu, mengerti? Banyak orang yang seumur hidupnya, sampai di masa tuanya baru mengenal ajaran Dharma Guan Shi Yin Pu Sa, merasa Dharma ini bagus sekali, bisa mengatasi banyak permasalahan diri sendiri, maka pada saat itu, dia bagaikan seorang bayi. Seperti Nyonya Zhou yang karena dia baru saja mengetahui apakah ajaran Buddha Dharma itu, dia baru saja mendapatkan intisari Dharma, dia baru bisa mulai hidup dengan bahagia, maka dia menjadi seperti seorang “gadis muda”, karena pikirannya sudah teremajakan – menjadi muda. Akan tetapi umur bukanlah sesuatu yang bisa kita kendalikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, dalam menghadapi segala hal, kita tidak bisa melihat penampilan luar. Karena manusia sangat mudah mengelabui sifat dasarnya sendiri karena penampilan luar, karena rupa luar sangat mudah membuat kita kehilangan kebijaksanaan kita. Misalnya, kamu melihat orang ini sangat polos, kelihatannya dari luar baik sekali terhadapmu, lalu kamu menikah dengannya, setelah menikah dengannya kamu baru tahu berapa banyak kekurangannya, benar tidak? Saya memberitahu kalian contoh ini untuk menegaskan bahwa, penampilan luar seseorang bisa mengelabui kebijaksanaan seseorang, dengan kata lain, membuat kamu kehilangan arah, mengerti? Oleh karena itu, kalian harus ingat, dengan mengenal sifat dasar dan sifat Kebuddhaan kamu baik-baik, maka kamu akan menyadari bahwa dunia ini selamanya adalah setara. Saya akan menguraikan perkataan ini kepada kalian, mengenal dengan jelas dunia ini, memahami prinsip kebenaran sejati, bahwa dunia ini adalah setara. Contoh sederhana: orang ini mengapa hari ini bisa menimbulkan masalah – mengalami kecelakaan, karena dia tidak pernah mengendarai mobil dengan serius, pada akhirnya menabrak mobil. Orang lain mengatakan, “Aduh, mengapa saya yang menyetir mobil ini tidak bermasalah, mengapa kamu yang menyetir bisa tabrakan?” Karena dunia ini pada dasarnya adil, karena dia tidak pernah serius. “Aduh, mengapa orang ini begitu memohon langsung terkabulkan, namun dia tidak?” Karena orang ini memohon dengan sungguh-sungguh, sedangkan kamu tidak. Dalam grup muda-mudi kita ada seorang anak perempuan yang selama bertahun-tahun tidak pernah hamil, lalu memohon Master untuk memberkatinya, Master melihat dia sangat kasihan, akan tetapi dia sendiri pun juga memohon dengan baik, sekarang dia sudah hamil. Tahukah kalian, bagi seorang ibu, seorang anak sangatlah penting. Bisa lahir atau tidak pun juga merupakan masalah yang sangat penting. Oleh karena itu, bisa membantu orang lain melahirkan anak maka itu adalah sesuatu yang sangat hebat, akan tetapi yang lebih penting adalah membantunya supaya dia sendiri bisa hamil.
Kita harus bisa menyadari bahwa segala hal di dunia ini memiliki akar dan sumbernya, selamanya bersifat setara, tidak ada yang tidak sama. Dalam ajaran Buddha Dharma, seperti semula, juga sama maknanya. Kamu dalam keadaan apapun sangat baik, maka kamu pasti memiliki prinsipmu sendiri, dia baik juga ada kebaikannya sendiri, kamu tidak baik juga pasti ada alasannya tersendiri. Seperti sifat dasar yang semula, sifat dasar juga sama. Oleh karena itu, permasalahan adalah dirimu sendiri yang menciptakannya, masalah – masalah yang seharusnya normal, dan hal-hal lainnya, semuanya memiliki sifat Kebuddhaan, mengerti? Oleh karena itu, hukum alam “lahir, menua, sakit, dan mati” tidak bisa kita ubah, kita hanya bisa pasrah atas kehidupan ini, mengapa kita bisa terlahir ke dunia – Alam Manusia ini? Mengapa waktu hidup kita di dunia ini hanya begitu singkatnya? Mengapa membuat kita terlahir di dunia ini dan mengalami banyak sekali penderitaan – menjalani fase lahir, menua, sakit, dan meninggal? Dalam hidup ini, kita harus menjalani derita yang pahit terlebih dahulu, kita baru bisa merasakan manis kebahagiaan, maka sekarang lebih baik kita menderita lebih dahulu, baru kemudian merasakan manisnya kehidupan. Tubuh kita juga sama, menderita terlebih dahulu, kemudian menikmati belakangan, yakni menderita dahulu baru kemudian berbahagia, mengerti? Jika seseorang tidak menderita, maka dia tidak akan bisa merasakan manisnya hidup, maka dikatakan selesai pahit, manis akan datang. Kita seumur hidup ini, harus bisa melunasi hutang yang seharusnya di dunia ini dengan jelas, melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan dengan baik, menunggu datangnya manis, namun “manis” di sini bukan berarti di kehidupan ini kamu bisa segera mendapatkan balasan yang manis, itu harus dilihat lagi ke mana jiwa kebijaksanaanmu akan pergi nantinya. Mengerti?